2 - Raka Alvin Dinata

8 2 2
                                    

-Author POV-

Sudah 3 hari Raka berada di rumah sakit, di ruang ICU dengan segala macam alat medis memenuhi tubuhnya. Layar monitor yang menandakan aktivitas jantungnya semakin lama semakin melemah. Begitupun dengan penjelasan dari sang dokter.

Seolah memberi tanda bahwa dirinya sebentar lagi takkan bersama-sama lagi dengan orang-orang terkasihnya. Sejak itu pula Zeevanya menungguinya di rumah sakit. Ia tidak mau kehilangan untuk kedua kalinya orang yang ia sayangi itu. Kakak laki-laki satu-satunya.

Seperti hari ini, Zeevanya pagi-pagi sekali sudah ada di ruangan kakaknya itu. Membawa beberapa buku pelajarannya, buku bacaan, dan beberapa cemilan untuknya. Ia menemani sang kakak yang lemah terbaring di rumah sakit dengan tetap belajar sembari asik memakan cemilannya.

Walau ia sudah beberapa kali dinasihati oleh papanya agar bersekolah saja, tapi dirinya tetap memilih menunggu kakaknya sadar. Hingga suatu ketukan membuyarkan konsentrasi belajarnya.

Tokk... Tokk... Tokk...

Zeevanya bangkit dari duduknya membukakan pintu dan ia bisa melihat Vieto berdiri di depan pintu ruangan itu dengan membawa sebuah parcel buah. "Masuk, Om." Ucapnya mempersilakan.

Mereka berdua duduk di sofa yang ada di ruangan itu. "Om diminta sama papa atau emang Om sendiri yang mau jenguk A Raka?" Tanya Zizi -panggilan dari kedua orang tuanya- membuka suara.

"Memang mau menjenguk." Jawabnya seraya menaruh parcel buah ke atas meja di depannya.

"Harusnya Om engga perlu repot-repot bawa buah segala. Emangnya om engga dinas?"

"Saya baru pulang jaga. Kamu sendiri engga sekolah?" Dilihatnya Zizi yang masih mengenakan seragam putih birunya.

"Engga, Om. Zizi mau nemenin Aa disini." Jawabnya sambil tersenyum tipis.

"Emangnya kamu engga dimarahin sama Jendral?"

"Hmm... Zizi engga bilang, Om kalau hari ini. Om jangan kasih tau papa ya." Jawabnya takut-takut.

Vieto menghela nafas, "Besok kamu sekolah, biar temenku yang jaga disini besok. Kamu emang mau engga naik kelas dan Jendral dipanggil ke sekolahmu?"
Dengan cepat Zizi menggelengkan kepalanya.

"Yasudah besok kamu sekolah, sekarang kamu pulang sama saya. Saya yang anter kamu ke rumah."

"Iya, Om." Jawab Zeevanya. Baru mau merapikan buku dan cemilan yang tadi ia makan, suara pintu terbuka. Mereka berdua langsung menoleh ke arah pintu. Ternyata yang datang adalah orang yang dihindari oleh Zeevanya beberapa hari ini karena takut dimarahinya.

"Assalamu'alaikum." Suara bariton tegas itu menyapa mereka berdua.

"Waalaikumsalam." Jawab mereka berdua.

"Lho? Teteh ngapain disini? Teteh engga sekolah?"

"E... Engga, pa. Teteh khawatir sama Aa." Jawabnya takut dan menunduk.

"Kan papa udah bilang teteh gausah khawatir, biar papa yang jaga. Udah berapa hari teteh kayak gini?"

"Hmm... Du... Dua hari."

"Besok teteh sekolah, papa engga mau teteh engga sekolah lagi kayak... " Belum sempat menyelesaikan ucapannya terdengar bunyi yang panjang dari layar monitor. Ketiganya langsung menghampiri tubuh Raka.

Vieto yang melihat hal tersebut langsung berlalu keluar ruangan mencari dokter karena sebelumnya ia memencet tombol darurat, tapi tak ada satupun dokter yang masuk. Tak lama dokter masuk dengan Vieto di belakangnya.

Dokter memeriksakan tubuh Raka dan beberapa suster datang dengan beberapa alat dan meminta agar mereka bertiga keluar dari ruangan. Setelah beberapa menit dokter keluar dengan raut wajah yang tidak dapat diartikan. Arvan -papa Zizi- pun menanyakan kondisi putranya.

Our LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang