BAGI DIA

77 2 0
                                    

Yang mulanya serasa tak mungkin digapai menjadi biasa-biasa saja.

Mudah saja.

Hukuman menjadi hadiah.

Tirani menjadi keadilan.

Cacian menjadi pujian.

Kekasaran sikapnya terasa lembut.

Penghinaanya terasa tulus suci.

Darah yang menetes dari luka tusukan duri kekasih, lebih merah dari merahnya kuntum-kuntum mawar dan basil.

Saat wujud-Nya pahit, nyatalah lebih manis terasa dilidah daripada warung penjual manisan dan gula-gula.

Saat Dia memalingkan wajah, terasa hangat peluk ciumnya.

Saat Dia mengucapkan, " Demi Tuhan, cukup sudah kedekatan kita disini."

Nyata kurasakan ucapanya itu bagai sumber air abadi yang mengalirkan air kehidupan.

Sepatah kata "Tidak" yang meluncur dari bibirnya, serupa seribu patah "Ya."

Pada lorong yang meniadakan kehadiran diri ia berlaku bagai seorang asing padahal sesungguhnya ia Sahabatmu yang paling kau sayangi


Pengingkaran pada janji itulah tanda kesetiaan.

Batu-batu di genggamannya itulah permata.

Tuntutan pengembaliannya itulah tanda pemberian.

Kekejamannya itulah kemurahan hati


Engkau boleh menertawakanku dan mengolokku, "Lorong yang kau tempuh penuh kelokan dan simpangan!"

Benar sekali, sebab pada lengkung alis-Nya aku memperniagakan cinta dalam jiwaku!


Lorong yang melengkung itu membuatku benar-benar mabuk.

Ayolah, hatiku yang mulia, tamatkan bait syairmu dalam kesunyian


Wahai Syams, Pangeran dari negri Tabriz, kemanisan apa lagi yang akan kau tuangkan kedalam hidupku-

Aksara JiwaWhere stories live. Discover now