Mata teduh penuh keyakinan itu, dengan perlahan menari-nari di pikiran- Sutan Zico
Setelah guru Matematika itu meninggalkan kelas, Zico langsung berdiri untung merenggangkan otot-ototnya yang hampir terbujur kaku. Ulangan matematika barusan membuat otaknya diperas habis-habisan. Boro-boro bisa menyontek, untuk menoleh pun Pak Wawan tak mengizinkan. Zico memasukan ponsel kedalam saku celananya lantas langsung melangkahkan kaki meninggalkan tempat duduknya.
"Kemana anjir? Nyelonong aja lo kaya banci." Tanya Bagas sambil melirik ke arah Zico ketika Zico berjalan melewatinya. Nando mengalihkan matanya yang semula ke ponsel lantas memperhatikan teman-temannya.
"Kantin" katanya acuh, "Setres otak orang ganteng gara-gara ulangan matematika" lanjut Zico diikuti cengiran bodoh.
"Muka kaya aspal yang baru dipanasin aja ganteng. Siti aja palingan ogah sama temennya Ehsan." Kali ini Nando yang menanggapi sambil memajukan dagunya ke arah Siti yang tengah membereskan alat tulis.
"Matanya," Brylian tertawa. Anak ini asal nyelonong mendekati bangku si Siti. Sudah jadi kebiasaannya setiap istirahat mengganggu kehidupan teman sekelasnya itu.
"Sit, gue mau ke kantin nih. Mau nitip kagak?" goda Brylian membuat Siti mendengus kesal.
"Mau nya jajan berdua Bry, biar romantis." Bagus ikut menggoda Siti. Dalam urusan seperti ini, Bagus adalah jagoannya.
"Beneran Sit?" Brylian menggoda lagi, mukanya dicondongkan kedepan lebih dekat dengan wajah Siti. Hal tersebut sontak membuat Siti merona merah.
Dulu waktu masih kelas sepuluh, rumor-rumornyaadalah si Siti menyukai Brylian. Dia pernah sekali memasang foto Brylian di foto profil watshappnya dan ketahuan oleh salah satu dari teman sekolah. Mengetahui hal itu, Brylian bukannya menjauh dari Siti malah semakin gencar sekali menggodanya.
"Apasih Bry, pergi deh." Seru Siti akhirnya angkat bicara. Mendengar hal itu Brylian lantas menyelonong keluar kelas di ikuti oleh Zico, Nando, Bagas, dan bagus lima sekawan yang tidak dapat dipisahkan.
Sesampainya di kantin, mereka berlima langsung menuju kantin paling pojok yang telah disakralkan menjadi tempat nongkrong mereka. Tidak ada ang berani mengusik tempat kekuasaan mereka jika tidak ingin berurusan dengan Zico dan gengnya. Nando mengelist semua pesanan tkelima temannya lantas melangkah menuju sebuah warung yang biasa orang-orang manggil 'Warung Mbak Roh'.
Mata Zico menatap lurus sebuah bangku dekat pintu masuk. Matanya mengamati gadis berambut sebahu yang tengah tertawa bersama kedua temannya. Entah setan mana yang masuk ke diri Zico, bibirnya tiba-tiba saja tersenyum tipis tanpa alasan. Bagus yang menyadari hal tersebut langsut menapuk bibir Zico pelan.
"Bangsat, sakit anjir," seru Zico tak terima sambil mengusap-usap bibirnya. Matanya melotot tajam ke arah Bagus yang baru saja menampar bibirnya.
"Lagian ntu bibir senyum-senyum. Ngelihatin siapa sih? Tumben-tumbenan Fiziku kaya gini." Goda Bagus sambil mengedarkan pandangan mencari arah yang berhasil membuat Zico tersenyum merona.
Brylian dan Bagas mengangkat wajah dari layar ponselnya ketika mendengar perdebatan Zico dan Bagas.
"Lo gak lagi nikung si Brylian kan Zic?" tebak Bagas dengan nada tengilnya.
"Hah? Apaan sih anjai." Cerca zico tak mengerti dengan maksud si Bagas.
"Ya siapa tau lo senyum-senyum liatin si Siti. Dia kan sudah hak milik Mas Brylian tercinta." Semua tertawa kecuali Brylian. Dia sudah mengangkat tangan hendak melayangkan pukulan pada kepala Bagas.
YOU ARE READING
Dearest
Teen FictionSutan Zico Seorang siswa SMA yang bebal dengan segala bentuk hukuman, tak menggubris segala perkataan guru siapa sangka dalam dirinya menyimpan hati untuk gadis yang ternyata memendam hati kepada yang lain. Alinka. gadis bermata teduh dengan segala...