Dua

1 2 0
                                    

Selepas semua pekerjaannya selesai ia tak langsung pulang ke rumahnya, melainkan keluyuran tidak jelas arahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selepas semua pekerjaannya selesai ia tak langsung pulang ke rumahnya, melainkan keluyuran tidak jelas arahnya. Kalau ditanya tujuannya untuk apa, jawabannya hanya untuk menenangkan diri dan mencoba tuk melepaskan segala beban hidup.

Malam ini bulan bersinar terang, walau tidak ditemani satu bintang pun bulan tetap menampakkan keindahan cahaya yang dimilikinya.

"Bulan. Kamu kuat banget, bersinar sendirian tanpa ditemani oleh satu bintang pun disekitarmu." Ia menghela kasar nafasnya sambil menatap kagum atau kasian terhadap bulan.

Belva duduk di selasar lapangan yang tidak begitu ramai akan anak anak, melainkan cowok cowok nakal dengan kebiasaannya selalu menggoda cewek yang dianggapnya seksi.

"Sendirian aja nih?" Tanya cowok yang berdiri tegap lengkap dengan rokoknya yang terselip diantara jari tangannya.

Belva memucat.
Tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan saat ini, melawannya mungkin adalah sebuah keputusan yang bodoh. Karna sudah pasti Belva akan kalah. Pertama, dia itu cowok yang berbeda dengan Belva, cewek. Kedua, Belva tidak pernah belajar bela diri satu kalipun, tidak pernah.

Mungkin berdoa adalah satu satunya cara yang harus ia lakukan.

Tidak, tidak.
Bisa saja hari ini tuhan malas mendengarkan doanya? Bisa mampus Belva.

Pilihan kedua,
Menggunakan taktik yang cerdas.
Walau cowok itu menggunakan otot, tetap saja otot akan kalah dengan otak.

"Gak sendiri dong" ujarnya yang kedengaran menggoda sambil mendekati cowok tadi.

"Terus mana cowok nya kalau gitu? Gak takut apa kalau cewek nya digoda sama cowok lain?" Cowok tadi mulai menipis jarak anara dia dan Belva.

"Harus banget ya sama pacar?"  Belva mulai menjalankan taktiknya dengan mulus.

"Cantik-cantik kok jomblo, hahahaha"

"Adek gue lebih cantik dari gue"

"Masa?"

"Gak percaya? Coba deh lu susul ke penjual balon disana, kalau lu liat cewek cantik, putih, mulus, tinggi, kurus, tapi agak chubby, itu adek gue."

Tak ingin membuang waktu, cowok itupun pergi ketempat yang ditujukan oleh Belva dan segera mencari cewek dengan ciri-ciri yang Belva sebutkan.

"MAU AJA LU GUE KIBULIN TOLO!" Tanpa membuang waktu lagi Belva langsung berlari sekuat tenaga agar terlepas dari kejaran cowok tadi.

Setelah dirasa cukup jauh dari jangkauan cowok tadi, Belva memilih tuk beristirahat di salah satu warung dan memesan makanan karna kebetulan semenjak pulang sekolah dia belum sempat makan.

Setelah makan dan membayarnya Belva langsung meninggalkan warung itu dan langsung pulang karna ini sudah larut, takutnya ada kejadian seperti tadi.

Jam 10.30 biasanya sudah jarang sekali ada angkutan umum yang berlalu lalang, mau naik bus pun tidak bisa, karna ini bukanlah ibu kota seperti kota Jakarta yang fasilitasnya sudah lengkap.

Karna sudah tidak ada pilihan lain lagi, mau tidak mau ia harus pulang jalan kaki. Lagian kan jalan kaki itu sehat.

Langkah demi langkah yang mengantarkannya hingga kerumah yang penuh kenangan itu selesai disini. Kembali ia memandangi rumah yang dulu penuh kehangatan canda dan tawa tanpa ada jarak dari ketiganya. Kini tinggal kenangan.

Belva menghela kasar nafasnya lalu kembali melanjutkan perjalanannya hingga masuk kedalam pekarangan yang penuh dengan bunga anggrek bulan peninggalan ibunya.

"Lo kuat Bel, jangan nangis! Mama nanti sedih disana"
Lirihnya sambil memberi semangat pada dirinya sendiri.

Malam semakin larut, Belva mencoba memejamkan matanya beberapa saat hingga akhirnya mulai terjaga dalam mimpi indahnya.

06.14

Matahari mulai menanpakkan dirinya dari ufuk timur sana. Cahaya jingganya yang indah mulai menembus jendela kamar Belva hingga membuatnya tersadar bahwa matahari pagi sudah menyambutnya tuk memulai hari baru.

Langsung saja cewek berambut sebahu itu pergi mandi dan bersiap tuk pergi sekolah seperti rutinitasnya sehari hari. Sebelum berangkat, tak lupa Belva mempolesi sedikit pelembab di bibirnya agar tidak kelihatan pucat dan memakai krim pelembab untuk mukanya agar lebih terawat.

Sesampainya didepan gerbang sekolah, ia melihat banyak orang berlarian menuju mading yang sudah dipenuhi oleh banyak orang. Sebelum melangkahkan kakinya menuju mading, seseorang lebih dahulu menarik lengannya menuju tempat sepi.

"Maksud foto ini apa?! Jelasin ke aku!" Bentaknya pada Belva. Mukanya yang memerah akibat amarah yang tak bisa dibendung dan emosi yang memuncak.

Belva melihat foto itu dengan saksama dan ia melihat, fotonya dengan...

Cowok tadi malam!

Didalam foto itu jarak antara wajahnya dan cowok hanya beberapa senti tapi lebih tepatnya kelihatan seperti berciuman. Tapi siapa yang mengabadikannya semalam?

"Aku bisa jelasin semuanya, tapi kamu tenang dulu." Belva mulai panik melihat Arga yang mulai naik pitam karna foto itu.

"Jelasin ke aku!"

"Tadi malam aku lapar, jadi aku nyari makan diluar karna dirumah juga gak ada bahan. Tapi pas aku keluar aku digodain sama cowo itu aku bingung cara ngehindarin itu mau pake otot pun aku pasti kalah, jadinya aku mikir buat ngerjain dia dengan cara bisikin kalau aku sama adek aku yang lebih cantik dari aku dan dia kemakan omonganku akhirnya di mencoba nyari cewe yang dia anggap adek aku, dan disitu aku punya kesempatan buat lari." Jelas Belva.

"Oke, aku percaya. Tapi lain kali kalau lapar chat aku biar aku bawain makanan."

"Iya, maaf ya."

"Iya, aku juga minta maaf udah salah paham sama kamu."

Arga memeluk erat tubuh mungil Belva seakan tak mau lepas dan memberi tau bahwa Belva hanya milik dia seorang diri.

***
Hai hai!
Bagaimana di chapter ini?😆
Ada yang tau Arga itu siapa, gak?
Pasti dong udah ketebak!😅

Maaf ya kalau chapter ini belum terlalu panjang. Abisnya, aku pengen buat kalian penasaran😅

Iya maaf deh, nanti juga tau.
Oh iya, tunggu next chapternya ya!
Bye bye!

Ein WunderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang