A PIECE OF BAMBANG

4K 13 0
                                    

Namun, belakangan Sarah mulai menyadari bahwa masalahnya bukan hanya itu. Otak nakalnya mulai menyatakan; "beda 'batang', beda rasa dan beda sensasi". Sarah mulai memahami hal itu saat dia tak kuasa menerima laki-laki lain lagi selain Anton masuk ke dalam kehidupan seks-nya. Gila, 2 pria sudah yang diajaknya berselingkuh. Dialah Bambang, teman Heru -suaminya sendiri- saat kuliah. Nasibnya tidak seberuntung Heru. Pekerjaan dan penghasilannya biasa-biasa saja. Dia seorang salesman yang kerjaannya keliling. Karna itulah dia sering sempat mampir ke rumah di tengah hari. Sarah yang sudah kenal Bambang lama sebagai teman Heru baik-baik saja menerima dia. Bambang selalu curhat pada Sarah tentang pekerjaannya. Keakraban mereka yang memang sudah lama membuat perselingkuhan terjadi tanpa membutuhkan waktu lama. Hanya dalam kunjungan ketiga, Bambang sudah berakhir di ranjang Sarah. Bambang memang supel dan humoris, Sarah merasa sangat nyaman dan terhibur ngobrol dengannya. Yah, begitulah... Di tengah hubungan gelapnya dengan Anton dan ditambah lagi Bambang, Sarah mulai berpikir, "Beginilah diriku... Aku memang binal, i just can't help it..." Bahkan hubungan suami istri antara dia dengan suaminya yang masih harmonis dan saling mencintai, malah menjadi pembenaran baginya dalam melakukan hubungan gelap itu. "Yang penting aku tetap cinta dengan suamiku, dan tidak sekali-kali hatiku beralih ke laki-laki lain. Hubunganku dengan Anton dan Bambang tidak akan merusak dan tidak membahayakan!" Begitu pikirnya mencari pembenaran yang tentu saja terbalik logikanya. Yah namanya juga pembenaran. Plesetan kata 'selingkuh', yakni 'selingan indah keluarga tetap utuh' benar-benar terjadi pada kasus Sarah ini. Yah setidaknya begitulah so far...


Sejujurnya, berbeda dengan Anton dan apalagi suaminya, wajah Bambang bisa dikatakan jauh di bawah mereka alias jelek. Sarah sendiri merasa heran bagaimana dia bisa berakhir di ranjang dengan orang seperti Bambang. Semuanya mengalir begitu saja saat itu. Maybe it was just the right time and the right place...? Sarah juga tidak berpikir panjang, dan karna ternyata Bambang sama sekali tidak 'mengecewakan' dalam hal bercinta, Sarah pun tidak mengeluh. Bahkan, Bambang bisa dikatakan mengalahkan Anton yang playboy itu dalam hal memuaskan dirinya, kalau dibandingkan dengan Heru yang lebih jarang menggauli dirinya, apalagi. Hanya saja kalau dipikir-pikir di malam hari, mengenang-ngenang persetubuhan dengan Bambang yang buruk rupa itu di siang harinya, Sarah tersenyum kecut sendiri dibuatnya. Tapi pada akhirnya dia malah sering merasa geli sendiri dengan hal itu. "Ahh sudahlah..." pikirnya.

#############

TEJO THE NEPHEW

Bagaimanapun, hubungan gelap Sarah itu harus terhenti ketika ia mulai hamil. Anton dan Bambang juga tahu diri. Walau begitu, sebagai teman, mereka kadang tetap mengunjungi Sarah tanpa mengharapkan seks. Sarah senang mereka begitu. Kehamilannya ini tidak mengurangi kesibukan Heru, jadi sering sekali dia membutuhkan teman di siang hari saat Heru bekerja.

Saat itu hadirlah seorang laki-laki lain dalam kehidupan Sarah. Dialah Tejo, keponakannya sendiri yang datang dari desa. Usianya baru 15 tahun-an atau kurang, yang jelas dia masih duduk di bangku SMP. Tejo adalah anak tiri dari kakak Heru, alias kakak iparnya. Berbeda dengan Heru yang merantau ke kota dan menggapai sukses, kakaknya itu tetap di desa dan hidup biasa-biasa saja. Pernikahan pertamanya tidak dikaruniai momongan dan berakhir dengan perceraian. Beberapa waktu kemudian dia menikah lagi dengan janda beranak satu, yaitu ibu Tejo ini. Namun hidup kakak Heru tetap kekurangan dan akhirnya dia mengalami kesulitan dalam menanggung biaya sekolah Tejo yang sudah masuk SMP. Heru mendengar hal itu dan mengutarakan keinginannya untuk mengajak Tejo tinggal bersama dia dan Sarah di kota untuk disekolahkan di sana. Tentu saja Heru akan menanggung seluruh biaya sekolah dan hidup Tejo. Yah bisa dikatakan seperti mengambil anak angkat, tapi memang tidak ada kata-kata mengangkat anak, adopsi, atau yang semacamnya. Niat Heru itu langsung disetujui oleh kakaknya dan dia merasa sangat berutang Budi dengan begitu. Tejo sendiri nurut-nurut saja, dan Sarah juga sama sekali tidak menunjukkan rasa keberatan.

Pada hari kedatangan Tejo, Sarah mengamati perawakannya dalam-dalam. Badannya kurus, kulitnya hitam legam. Dia tidak terlalu tinggi, barangkali sekitar 150cm. Wajahnya jauh dari tampan, yang terlintas spontan di benak Sarah saat itu adalah, "Benar-benar ndeso...." Walaupun tentu saja banyak sekali orang-orang desa yang tampan. Contohnya ya suaminya sendiri, Heru yang notabene berasal dari desa yang sama dengan Tejo.

"Masuk Jo sini jangan malu-malu!" Panggil Heru pada Tejo yang berdiam di ruang tamu. Tejo pun masuk, Heru mengenalkan Sarah padanya, "Ini tantemu, tante Sarah, istri Oom...ayo salaman!" Tejo meraih tangan Sarah dan sebagai sopan santun dia menundukkan kepala menyentuhkan keningnya pada punggung tangan tantenya itu. "Saya Tejo tante..." Dia memperkenalkan dirinya. "Ya, kamu baik-baik ya di sini, belajar yang baik nanti." Kata Sarah basa-basi. "Di sini santai saja nggak usah canggung, anggap saja rumah sendiri... Tante Cuma berdua sama Oom-mu di rumah ini." Lanjutnya. "Oom tiap hari ngantor, kami tidak ada pembantu jadi nanti kamu bantu-bantu tantemu ya." Timpal Heru. Tejo tidak banyak bicara saat itu, hanya sekedar mengangguk atau menggeleng dalam menjawab penjelasan-penjelasan Heru. Pikiran remajanya terusik dengan kecantikan Sarah. Benar-benar Sarah ini wanita tercantik yang pernah dia tahu sepanjang hidupnya. Tejo memandangi Sarah dengan tertegun saat itu. Dia yang masih kecil tidak berusaha menyembunyikan pandangannya, atau mengalihkan muka dan berusaha curi-curi pandang pada Sarah. Tidak. Dia benar-benar terang-terangan memandangi wajah Sarah. Hanya saat bertemu pandangan mata dengan Sarah saja dia merasa segan dan mengalihkan pandangannya dari wajah Sarah, tapi turun ke tubuh Sarah dan bukan memandang ke arah lain. Sama sekali tidak kelihatan salah tingkah, termasuk saat Sarah mengantar ke kamarnya dan membantu membereskan barangnya. Sarah jelas menyadari hal itu. "Anak ini antara lugu atau tidak sopan," pikirnya. Tampak tipis perbedaannya, tapi tentu Sarah menganggapnya lugu. "Belum pernah lihat cewek cantik mulus ya?" Pikirnya lagi dalam hati kegeeran. Memang dalam pandangan Tejo itu tidak bisa disembunyikan kekagumannya pada tantenya itu. Dalam bahasa binal Sarah; "Gila, mupeng banget ni anak... Hehehehe. Aduh, aku ini mikir apa sih, binal banget!" Sarah menghardik dirinya sendiri dalam hati.

Saat itu Sarah mengenakan pakaian sehari-hari biasa; daster tipis yang bawahnya hampir sejengkal di atas lutut. Pakaian yang dipikirnya jauh dari seksi. Daster yang sangat biasa sekali, jauh dari seksi karna agak longgar supaya tidak gerah. Benar-benar pakaian yang biasa dipakai ibu-ibu di rumah. Tapi, ibu yang satu ini masih muda, putih, langsing, dan segar dipandang... Begitulah Sarah yang walaupun sudah jadi ibu tapi usianya memang masih terbilang muda. Tejo sendiri memang silau dengan paha Sarah yang terbuka bebas itu. Putih dan mulusnya itu benar-benar gak nahan. Desa asalnya yang dekat pesisir itu memang nyaris tidak ada manusia berkulit putih di sana, semuanya berkulit gelap, hitam terbakar matahari yang sangat terik, tidak terkecuali anak-anak sekalipun dan para wanitanya. Heru sendiri juga berkulit gelap. Jadi, maklum saja, jangankan Tejo yang dari desa, pemuda kota seperti Anton pun blingsatan jika memandangi tubuh mulus Sarah itu.

Walaupun tengah hamil saat itu, Tejo tetap terpesona dengan tantenya itu. Berkali-kali dia menelan ludah, dan itu kentara sekali hingga disadari oleh Sarah sendiri. Dasar binal, Sarah tidak merasa risih sama sekali. Dalam hati dia malah jadi tidak bisa berhenti memuji-muji diri sendiri. Akibatnya dari luar tidak sadar dia suka senyum-senyum sendiri. "Ada apa senyum-senyum sendiri?" Tanya Heru membuyarkan lamunannya. Sarah terkaget, "Eh... mas ini, gak papa, gak ada apa-apa!" sahutnya tergagap. "Tejonya mana?" Tanya Heru lagi. "Ya lagi beres-beres pakaiannya di lemarinya mas, banyak juga bawaan dia," jawab Sarah. "Tadi aku bantu sebentar dengan barang-barangnya, tapi masalah pakaian biarlah dia yang menata sendiri." Kata Sarah lagi.

SarahWhere stories live. Discover now