"The Earth laughs in flowers."
--Ralph Waldo Emerson.
-
-
-
Aroma Dasik, kue kering yang terbuat dari tepung beras, tepung chestnut, black sesame, dan aneka biji-bijian itu makin menyeruak seiring langkahnya makin lihai menapaki aspal tipis sekitar perumahan. Hye Soon berani bertaruh bawa sekotak kue pemberian bibi Na tadi tidak dalam porsi kecil. Mengingat pribadi baik hati itu selalu bisa menyelipkan banyak makanan ke dalam tas sekolahnya, dulu. Atau sekadar memberikan lauk lebih dalam kotak makan siangnya.
Pagi tadi, Hye Soon memang menyempatkan diri pergi ke rumah bibi Na setelah sengaja pergi ke Gwangju untuk bertemu teman lama. Well, antara rasa rindu dan bagaimana mengingat betapa jauhnya jarak pertemuan dua bulan lalu, menggerakan hatinya sedikit untuk sekadar menanyakan kabar secara langsung. Barangkali juga mengingatkan diri bahwa pertemuan berharga tak bisa direncanakan sesuka hati. Ada kalanya penyesalan bisa saja menyerang kala tubuh tak sempat merengkuh wanita dewasa andalannya dulu, setelah ditinggal ibu.
Terakhir dirinya bertemu, dengan pagi tadi tak jauh berbeda. Bibi Na masih gigih dalam beraktivitas pun masih sigap menyambut dan membuatkan banyak makanan. Wanita itu selalu sama dengan wanita yang memeluknya erat kala patah hati terbesar menyambut kehidupannya. Wanita yang sama, yang menawarkan seluruh hidupnya untuk mengurus gadis malang kala itu. Membela mati-matian Hye Soon kecil yang tiba-tiba dibawa pergi oleh sang ayah tiri.
Terlalu banyak hutang yang dia ambil untuk hidup, dan Bibi Na tak sekalipun meminta jasanya kembali.
"Sudah kuduga piring ini sengaja terbawa."
Hye Soon tersenyum tipis. Netranya menangkap benda lain dalam tas kertas selain kotak berisi kue kering. Tadi, sebelum pulang Hye Soon memang menanyakan piring kesukaannya dulu saat masih kecil. Piring dengan corak bunga eidelweis itu di sebut bibi telah disimpan di gudang karena tidak ingin membuatnya rusak.
Tau-tau kini, piringnya sudah berada bersamanya. Duh, kapan kira-kira bibi Na memasukkannya kedalam tas?
Bersamaan dengan tangannya yang menyentuh pagar rumah, Hye Soon mengernyit singkat saat merogoh saku celana tempat ponselnya berada. Sebuah panggilan masuk dengan nomor baru menginterupsi langkahnya, "halo?"
"Ini aku, Seokjin."
"Seokjin? Kenapa nomormu berbeda?" Menghilangkan seberapa besarnya rasa penasaran sekiranya apa yang membuat pria itu kembali menghubunginya, Hye Soon kembali menyahut pelan. "Apa ada masalah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent | KSJ
FanfictionHidupku sudah tak sejalur dari awal. Beberapa sudah tak ditempat dan beberapa lagi sudah hilang. Aku tidak perlu memikirkan apa yang akan aku lakukan besok, atau apa yang harus terjadi nanti. Hidupku berjalan sesuai arah, aku tidak mengemudikannya. ...