lama tak mendengar kabarmu tiba tiba kau datang membawa sepucuk kertas berwarna merah
ku teliti parasmu masih sama seperti yang dulu
garis wajah yang tegas dengan mata tajam tak berubah
kau mulai sapaan halusmu sama seperti dulu kau selalu menyapaku dengan senyum manis
ruang kecil yang sudah kukunci rapat rapat mulai memaksa terbuka
tak kuat hati ini melihatmu menunduk membawa rasa bersalah dipundakmu
ku tahan rasa penasaran atas sepucuk kertas yang kau bawa
lengkungan senyum itu berubah menjadi bom meriam yang siap membunuh hatiku
kita seperti dua manusia yang sama sama tak siap dengan kabar yang akan terjadi
kau yang lama meninggalkanku tanpa kabar kini hadir kembali
kau katakan kau akan menikah, merajut tali kasih dengan seseorang pilihan orang tuamu
kau salahkan orang tuamu atas pernikahan bisnis yang tak kau rencanakan
kau buang sepucuk kertas yang sedari awal kau genggam erat erat
kau peluk tubuh kecilku yang lemas tak bergeming
aku sudah melupakanmu jauh sebelum kau datang pagi ini
menutup ruang kecil yang pernah kita isi berbagai emosi
perlahan kumatikan seiring kepergianmu
ku ikhlaskan pelajaran waktu yang kau tinggalkan
ku sembunyikan dengan luar biasa rasa yang harus kupendam
sekarang kulepaskan pelukanmu, bersama ruang yang telah kukunci, dan memori lalu
inginku menyalahkanmu atas lakumu yang pecundang
pergi seenak jidatmu tanpa permisi
inginku kumaki mata tajammu yang tak pernah sebanding dengan tingkah bajinganmu
pergi seenak udelmu tanpa ijin kembali lagi membawa sepucuk surat
inginku ku pukul atas kebodohanku pernah mempercayaimu
mengingkari seluruh janji yang pernah kau buat sendiri
sekarang ku biarkan tingkah lakumu demi diriku sendiri
sekarang ku perjuangkan rasaku untukku yang lebih baik
YOU ARE READING
cerita puan
Poetrycerita puan yang belajar, berproses, dan berjuang untuk cintanya.