Bab 2

67 8 5
                                    

23 Desember 2002

Kala itu waktu pembagian hasil ujian nasional, seperti biasanya yang mengambil hasil hasilku disekolah adalah bersama nenek. Karena ibu selalu tak bisa jika mengambil hasil hasil belajarku atau rapor.

Jantung yang berdegup cepat, menunggu hasil UN keluar. Hari itu adalah hari kebahagiaan yang sangat besar bagiku. Karena usahaku semasa sekolah tak terbuang sia sia. Hasil UN ku mendapat nilai tinggi. Betapa senangnya aku dan nenek sambil meneteskan air mata.

Air mata itu bukanlah air mata kesedihan melainkan air mata sebuah kebahagian.

" nek..nek.. Ayo kita kerumah aku ingin menunjukan hasil ujianku kepada ibu!"

" iya... Iya, ayo kita kerumah sekarang!"

Sepanjang jalan ku tersenyum riang. Aku yakin bahwa ibu akan bangga jika melihat hasil nilai ujianku. Hari ini ada hasi kebahagiaanku.

" assalamualaikum...." fatin

Seperti biasanya, dirumah ini selalu sunyi dan jika aku memberi salam tak ada orang yang menjawab. Ku arahkan kursi rodaku kesegala arah mulai dari ke kamar ibu, kamar kakak, ruang makan dan dapur.

Toh ternyata ibu sedang memasak makanan untuk makan siang. Aku menghampiri ibu sambil membawa hasil ujian ku.

" ibu...ibu lihat, ini hasil ujianku mendapatkan nilai tertinggi dikelas!"
Kataku dengan suara yang menngemaskan

Ibu hanya menoleh dan mengambil kertas hasil ujianku dengan kasar. Seketika ibu terdiam mematung melihat hasil ujianku.

Awalnya aku berpikir pasti ibu kaget plus bangga terhadapku. Ternyata itu salah. Beberapa detik mendatang ibu melempar hasil ujianku kelantai.

" loh bu, kenapa kertasnya dilempar"

" emangnya kenapa? Kalau kamu marah, marah aja!"

" kenapa ibu seperti itu? Apakah ibu tak merasa bangga melihat hasil ujianku?"

" kenapa harus bangga? Kakak - kakakmu mendapat nilai lebih tinggi dari kamu! Jadi ngapain ibu harus bangga."

Seketika nenek menarik kursi rodaku kebelakang dan marah terhadap ibuku.

" kamu tuh mau sampai kapan sih kaya begini sama fatin? Fatin juga anak kamu! Kamu gak boleh pilih kasih!" ngegas

" apa ibu bilang? Dia emang anak aku tapi aku tak pernah menganggapnya seperti anaku!" ngegas

" kenapa kamu selalu seperti itu?" ngegas

" aku tak mau memiliki anak yang cacat seperti dia! Lagian semua keturunan kita juga punya sixth sense! Jelas dia tuh emang bener bener gak sempurna! Aku malu bu!"
Ngegas

" kenapa kamu harus mal....." ngegas

Seketika ucapan nenek terpotong, sepertinya penyakit nenek kambuh. Seketika tubuh nenek ambruk ke lantai. Terlinang air mata di pipi nenek.

" fatin, kamu jangan pernah merasa dirimu lemah. Kamu adalah anak yang memiliki kekuatan tersendiri jadi jangan sedih!" nenek

Semua air dimataku sudah coba kutahan tetepi tetap saja aku meneteskan air mata. Melihat nenek yang sudah tampak kesakitan, aku semakin takut jika nenek akan meninggalkan ku.

" nenek, jangan tinggalkan fatin!" kataku merengek

" tak bisa, mungkin ini sudah takdir. Meski Nenek tak ada dipandanganmu tapi nenek akan selalu ada dihatimu"

Seketika tubuh nenek semakin melemas. Tangan terjatuh. Oh tidak denyut nadi nenek berhenti.

" nenek......jangan tinggalkan aku!"

Aku menjatuhkan diri dari kursi roda
Dan langsung meraih tubuhnya yang terbaring lemas. Tetesan air mataku membabasahi bajunya.

" nenek, maafkan aku andaikan, aku tadi tak menunjukan hasil nilaiku kepada ibu. Mungkin nenek tak akan seperti ini.!"

" akhirnya kamu nyadar! Nenek meninggal itu gara gara kamu! Dasar anak pembawa s**l!"

Aku hanya terus menangisi nenek. Tanpa mendengarkan ucapan ibuku.
Seketika tubuh ini diangkat oleh ibu.

" nenek meninggal karena kamu! Jadi
Sekarang kamu pergi dari kehidupan kami. Kalo kamu gak pergi nanti ada lagi orang yang meninggalkan karenamu."

Seketika ibu pergi kekamarku. Dan terlihat ibu membawa koper dan baju bajuku. Dilemparkanlah baju baju kehadapan ku

" pergi sana dasar anak tak berguna!"

Aku menuruti semua permintaan ibu. Aku mulai mengemas baju bajuku. Lalu aku menaikan diriku sendiri ke kursi roda. Lalu aku pun pergi dari rumah

Setelah kebahagianku muncul. Kesedihanpun melanda. Disaat itu nyawa nenek direnggut. Sekarang hidupku semakin sunyi setelah nenek pergi.

Diperjalanan

"mengapa ibu selalu jahat terhadapku? Apa benar, yang dibilang ibu bahwa dia sangat benci kepadaku karena aku cacat?"

Tetesan air mata mulai menggenang dipipiku. Disaat ditengah tengah kesedihan. Awan seakan akan ambruk tak dapat menahan air hujan.  Jalanan yang tadinya kasar berubah menjadi lincin.

Aku mendorong roda kecil ku secepat mungkin. Dan didaerah sana aku menemukan sebuah tempat. Meski tempat itu hanya sebuah gudang tapi itu sangat berguna untuku.

Aku mulai mengetuk rumah itu, memastikan apakah ada orang atau tidak dirumah tersebut. Beberapa menit kemudian pemilik rumah pun tak kunjung keluar. Mungkin memang rumah ini sudah tidak ada pemiliknya. Kuarahkan kursi rodaku masuk kedalam rumah tersebut.

Mungkin pemiliknya sudah pergi sekitar beberapa tahun, karena rumah itu terlihat begitu kusam. Dan banyak debu berhamburan. Untung saja aku bisa beres beres rumah. Jadi aku segera membereskan rumah tersebut

Jika sudah dibersihkan rumah itu terlihat bagus, dan nyaman. Aku sudah sepakat dengan batinku untuk tinggal dirumah itu.

Oh ya, hampir saja aku lupa. Besok kan aku mau daftar ke " sixth sense school". Sekolah tersebut merupakan sekolah yang dilihat dari kepintaranya, jadi disekolah tersebut tidak ada biaya apapun tetapi kitanya harus cerdas. Dan semua muris yang bersekolah disitu memiliki sixth sense.

Tak apa lah. Hanya karena aku tak memiliki sixth sense mungkin resikonya tak akan begitu besar. Awalnya aku berpikir seperti itu, tetapi kenyataan tak sama dengan pikiranku.

Dua hari kemudian....

Setelah hari pendaftaran aku pun diterima disekolah ini. Awalnya ada sedikit yang diragukan oleh guru guru dariku.

Jadi waktu itu....

" kamu tidak daftar bersama orang tuamu?" katanya

" tidak, saya tidak bersama orang tua karena orang tua saya terlalu sibuk untuk datang kesini!" kataku

" apa modal kelebihanmu untuk masuk kesekolah sixth sense school ini?"katanya

" saya bisa memainkan biola bu! Lalu hasil ujian saya pun tinggi!"

" punya sixth sense?"

"nggak bu, saya dari kecil gak punya sixth sense !"

" nanya teu !"

" eh ai ibu kan tadi ibu yang nanya!"

" em... Gimana ya! Kalo kamu punya sixth sense kamu akan keterima disekolah ini secara sempurna, cuma sayangnya kamu tak memiliki sixth sense!"

" memangnya harus ya bu?"

" iya, semua murid disini memiliki sixth sense, apakah kamu mau menanggung resikonya?"

" ahsyappp "

" yasudah kamu keterima !"

" keterima bu? Makasih bu!"

" iya "

Jadi begitu semasa daftar kesekolah ini. Aku sangat senang bisa bersekolah disini.

Hari pertama sekolah.....

Sambil nunggu cerita kelanjutanya vote ya gaise :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 02, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The power of sixth senseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang