Tawaran

32 3 0
                                    

Untuk pertama kalinya, ia masuk kedalam perpustakaan sekolah. Lisa dan Alma sedang berada di antara rak-rak buku yang besar. Mereka sedang mencari sebuah buku biografi terkait dengan tugas mata pelajaran bahasa Indonesia.

Lisa membaca satu per satu judul buku yang ada di rak biografi. Telunjuknya berhenti, ia mengambil buku tersebut dan membacanya sekilas.

Menarik, ia mencari kursi yang masih kosong agar ia bisa membaca buku itu dengan leluasa. Sudah beberapa kali ia melihat beberapa kursi namun sudah bertuan.

Ia berjalan ke arah Alma berada. Ia melihat Alma yang sedang berjongkok mengambil buku di susunan paling bawah. Selama berjalan, ia mendengar suara decitan kursi yang bergerak.

Dengan cepat, ia menuju kursi yang baru saja ditinggalkan tuannya. Gerakannya masih kalah cepat, buktinya kini seseorang cowok ikut memegangi pinggir kursi itu. Tangan Lisa dan cowok tersebut memegangi pegangan yang sama. Tatapan mereka saling bertemu, bukan tatapan suka melainkan tatapan benci dan bosan.

Siapa lagi kalau bukan Anan. Sosok itu seakan berada dimana-mana. Seperti hantu. Setiap kali Lisa merasa tenang, disitu lah Anan muncul. Entah itu sebuah keajaiban atau malah sebuah kutukan?

Anan berdecak malas, mengapa akhir-akhir ini ia selalu bertemu dengan manusia jadi-jadian ini? "Eh ada mak kunti disini. Mau ngapain? Ngikutin gue?"

Lisa sudah menduga apa yang akan dikatakan olehnya, bosan menjawab celotehan Anan. Ia lebih memilih berkata, "Gue mau duduk di kursi ini! "

Matanya memperlihatkan ketajaman, wajahnya tanpa ekspresi menjadikannya seperti peran antagonis di drama-drama Korea.

Anan terlihat santai, ia melepaskan tangannya dari pegangan tersebut. Dengan senyum mengejek, ia menimpali perkataan Lisa, "Asal lo tau ya, gue lebih dulu megang ini kursi. Jadi, gue yang berhak buat duduk di sini!"

Lisa semakin geram dengan balasan Anan, pintar sekali ia menyudutkan Lisa? Oke, mungkin kali ini ia harus lebih keras memberi pelajaran untuk cowok bersifat iblis itu.

"Harusnya sebagai lelaki sejati itu mau mengalah buat perempuan." Lisa bersedekap, sorot matanya seakan menantang lawan bicara. Ia mencoba senyum tulus dengan tujuan cowok itu luluh.

Seketika Anan merasa jijik melihat senyum Lisa. Ia tahu maksud senyum tersebut. Jangan lupakan Anan yang pandai menebak arti dari ekspresi seseorang. Itulah sebabnya ia sukar untuk bergaul teman bermuka dua.

"Sayangnya gue bukan lelaki sejati hari ini. "

Sudah cukup, jawaban Anan selalu saja membuatnya bungkam. Lisa tak habis pikir bagaimana bisa seorang ketua geng bodoh memiliki jawaban yang sepintar ini. Alma yang melihat perdebatan itu kemudian menarik Lisa ke bangku lain yang sudah kosong.

Sepuluh menit berlalu sejak perdebatan tadi, tiba-tiba seorang kakak kelas menghampiri dirinya dan menyuruhnya menemui guru seni budaya di ruang guru. Lisa kemudian pergi, meninggalkan Alma yang sedang menikmati sajian bacaan favoritnya.

~~~

Lisa kembali ke kelas dengan muka murung, ia benar-benar kesal saat ini. Tadi saat ia menemui Bu Anggi -Guru seni budaya yang tadi memanggilnya- di ruang guru itu ternyata mengajak Lisa untuk mengikuti lomba akustik antar sekolah. Tidak diduga, Lisa dipasangkan dengan seorang siswa yang belum ia kenal. Lisa menerimanya, tapi si cowok malah menolak tawaran itu. Lisa terkejut dan sedikit marah akibat penolakan itu. Padahal ia sudah membayangkan hadiah yang akan ia terima jika menang.

Lisa menemui Alma yang sedang bergurau dengan Yura, teman sekelasnya. Ia bercerita apa yang baru saja terjadi dan seberapa besar rasa kecewanya terhadap putusan cowok itu.

"Lo tau kan kalo keluarga gue lagi bangkrut? Kalau gue menang kan lumayan bisa nambah uang saku. Gue udah seneng padahal, eh malah si cowok rese itu nolak tawarannya." Lisa berceloteh tiada henti. Sesekali juga ia menggebrak mejanya untuk meluapkan emosi yang sudah tidak bisa ia simpan lagi.

Selama Lisa bercerita, Alma hanya menanggapi dengan tertawa. Lucu saja, Lisa menceritakan hal tersebut dengan ekspresi berlebihan. Ditambah kadar kerecehan Alma sangat rendah jadi gampang sekali untuk tertawa meskipun sebenarnya tidak lucu.

"Lo tau nggak dia siapa?" Setelah menata tawa agar tidak muncul lagi, Alma memulai responnya dengan bertanya.

"Kalau gue tau, udah gue tampol orangnya."

"Dia ketua OSIS kita, namanya Kak Disna. Masa sih lo nggak tau?" Alma semakin antusias bercerita mengenai Disna. Mulai dari sosok aslinya, karakternya, bahkan sampai kebiasaannya. Meskipun Alma terkenal murid baru, tapi jangan lupakan kelebihan dia saat sedang stalk orang lain. Bisa-bisa sampai akarnya pun Alma akan tau semuanya.

Lisa yang mendengarkan penjelasan Alma hanya sesekali mengangguk. Lisa yang awalnya tidak tahu tentang segala gosip yang ada, sekarang satu per satu telah ia ketahui.

~~~

Seperti biasa, Lisa menunggu jemputan Mamahnya di depan halte bus. Tak sengaja ia melihat kembali Disna yang sedang membeli sesuatu di toko kecil dekat sekolah. Lisa berniat untuk menghampiri dan membujuk cowok itu. Toh, tidak salahkan kalau ia bersikeras untuk mengikuti kompetisi itu?

Disna yang tiba-tiba ditepuk pundaknya oleh seseorang itu lantas menoleh, baru melihat dari wajahnya saja ia sudah tahu apa yang akan dikatakan oleh perempuan ini.

Lisa tersenyum tipis saat Disna menoleh ke arahnya. Ia mengulurkan tangan kemudian berkata, "Hai kak, kenalin nama gue Lisa. Cewek yang tadi dipanggil Bu Anggi."

"Langsung ke intinya aja, lo mau ngomong apa?" Tanpa membalas uluran tangannya, Disna membalas dengan nada bicara yang ketus.

Lisa menurunkan tangannya, masih dengan senyum yang sama meskipun agak terlihat dipaksakan.

"Gue mau tanya kak, kenapa lo nolak tawaran itu? Padahal temen-temen gue bilang kalo lo itu jago nyanyi dan main alat musik."

"Kenapa lo kepo banget jadi orang?"

Mendengar pertanyaan seperti itu, nyali Lisa menciut. Ia sedikit bingung memikirkan jawaban yang tepat untuk membalasnya.

"Kenapa lo nggak jawab dulu pertanyaan gue, kak?"

"Kenapa juga harus gue jawab pertanyaan lo itu?"

Oke, fix. Sifat Disna sebelas dua belas dengan Anan. Sama-sama menyebalkan. Mengapa di sekolah ini, semua cowok bersifat menyebalkan bagi Lisa? Eh tunggu, barusan Lisa menyamakan sifat Disna dengan Anan? Kenapa tiba-tiba Anan yang disangkutpautkan? Hm, aneh.

Lisa menarik napas untuk menghilangkan rasa dongkolnya saat ini, ternyata ada juga ketua OSIS tapi gaya bicaranya begini. Sok-sokan!

"Kak, disini gue cuma mau ngasih tawaran buat lo. Pertama, lo nerima lomba itu dengan syarat gue mau ngelakuin apa pun buat lo selama seminggu. Kedua, lo boleh tolak lomba itu dengan syarat lo mau ngelakuin apapun buat gue selama seminggu. Gimana?"

"Lo gila?"

"Kok gila sih? Gue ngasih tawaran yang bagus loh kak."

"Sorry, gue nggak mau ikut tawaran konyol itu." Setelah mengatakan itu, Disna meninggalkan Lisa yang masih menatapnya dengan raut wajah kesal. Di satu hari yang sama, Lisa dibuat kesal dua kali dengan orang yang berbeda. Benar-benar menyebalkan.

~~~
Punya temen yang sejenis Anan atau Disna?
Kesel nggak ngadepin mereka? Btw, ini alurnya cringe ga si? Wkwkwk, maaf ya:)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ANLIDISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang