Suara Hunter yang mengeong membangunkanku, kubuka kedua mataku yang masih terasa berat. Sinar matahari masuk dari jendela yang terbuka, sinarnya yang sangat terang membuat mataku mengerjap beberapa kali. Ugh, dan aku masih terbaring di lantai kayu yang dingin. Ingatan tentang kejadian semalam membanjiri kepalaku, Alof. Kupaksa tubuhku untuk berdiri, lalu mengambil kalung milik Alof yang tergeletak di dekatku. Ia ingin aku membunuh seseorang. Rantai emasnya berkilat terkena sinar matahari, aku berusaha mengingat nama yang diberikan olehnya semalam. Maximus Miller? Bandul pedangnya dihiasi oleh dua buah mata berlian berwarna merah, seperti warna unsur Alof. Api. Kujatuhkan tubuhku ke sofa terdekat, Hunter berlari menghampiriku lalu menggosokkan tubuhnya di kakiku seperti biasanya. Alof hanya memberiku waktu seminggu, 168 jam... tidak, 164 jam lagi. Aku tidak pernah membunuh siapapun sebelumnya, apa yang Ia pikirkan hingga memberiku tugas ini? Ia sendiri yang menjatuhkan hukuman tinggal di dunia manusia padaku, dan sekarang Ia menyuruhku untuk membunuh seseorang? Kalung di tanganku terasa lebih hangat dari sebelumnya, aura Alof masih menempel di kalungnya. Ingatanku kembali pada enam bulan sebelumnya, saat aku dijatuhi hukuman seumur hidup. Aku masih mengingatnya dengan jelas, Alof dan para anggota Majelis di dunia Deidre berkumpul untuk memvonisku atas kejahatan tingkat pertama. Alof memutuskan bahwa aku bersalah atas kematian kedua orang tuaku, sesuatu yang tidak dapat kuingat. Kematian bagi Deidre adalah hal yang langka karena kami dapat hidup lebih lama dari mahkluk lain. Ketika kedua orang tuaku meninggal sesuatu atau seseorang menghapus pikiranku, termasuk kenangan dan ingatanku tentang mereka. Aku bahkan tidak bisa mengingat wajah mereka. Tapi aku masih bisa mengingat hal lainnya, aku masih bisa mengingat teman-temanku, bahkan aku masih bisa mengingat siapa Alof. Ia yang membantuku pulih setelah aku kehilangan ingatanku, Ia yang menemaniku hampir sepanjang waktu setelah itu. Lalu semuanya berubah delapan bulan yang lalu, Alof semakin menarik dirinya dariku. Ia menjadi pemarah dan lebih kasar, hingga akhirnya Ia dan anggota Majelisnya memanggilku untuk memvonisku atas kematian kedua orang tuaku. Mereka mengatakan bahwa beberapa saksi mata melihatku membunuh kedua orang tuaku sendiri, aku masih bisa mengingat tatapan dingin Alof ke arahku pada hari itu. Aku memohon padanya, membuang harga diriku di depan semuanya, tapi Ia bahkan tidak sudi memandangku lagi.
Kucoba untuk menelan gumpalan di tenggorokanku, aku tidak boleh membiarkan Alof menghancurkanku lagi. Tapi jika tugas ini satu-satunya jalan bagiku untuk pulang, maka tidak ada pilihan lain bagiku. Walaupun aku tidak yakin apakah aku mempunyai nyali untuk membunuh manusia...
***
Di dunia manusia ada hal yang bernama internet, tempat semua informasi di dunia ini berkumpul. Mungkin tidak semuanya, tapi cukup untuk membantuku melacak Maximus Miller. Hampir seluruh manusia memiliki media sosial dan tidak terkecuali pria yang akan menjadi sasaranku.
Aku terpaksa menutup tokoku hari ini untuk mencari informasi tentangnya, selain itu aku masih merasa takut hunter yang kemarin mengejarku akan kembali lagi. Dengan waktuku yang tinggal seminggu, aku tidak bisa membuang-buang kekuatanku untuk melawan hunter. Jadi pagi-pagi buta aku berangkat ke salah satu cafe 24 jam yang memiliki wifi gratis, setelah sebelumnya meminjam laptop milik Sam.
Hanya butuh beberapa kali mencoba untuk terbiasa dengan hal bernama internet ini. Kuketik namanya dan dalam beberapa detik pencarian di internet aku sudah menemukan beberapa media sosial, foto, dan informasi tentangnya.
Maximus Miller adalah seorang banker dan berusia 35 tahun adalah sedikit informasi yang muncul dari halaman linkedid nya. Pandanganku beralih pada foto formal yang berada di halaman terdepannya, sesaat nafasku tercekat di dalam tenggorokanku. Maximus Miller adalah pria yang kutemui dua hari yang lalu, manusia yang memiliki mata mercile.
Jika Alof menginginkan Ia mati maka pria itu bukan manusia biasa. Tapi aku tidak bisa mendeteksi aura mercile darinya kecuali kedua matanya, itupun jika aku tidak salah melihat karena seharusnya mata mercile berwarna hitam permanen sedangkan pria itu berubah menjadi keabu-abuan. Siapa Ia sebenarnya? Dan mengapa Alof tidak membunuhnya sendiri jika pria itu hanya manusia biasa? Mengapa harus aku yang sudah dihukum seumur hidup di tempat ini... Tugas Alof mulai terdengar mencurigakan bahkan untukku.