Desa Eld - 06:30

5 0 1
                                    

Nama ku Ellen! Seorang gadis desa yang biasa kau temui di mana pun. Umurku 14 tahun, tinggiku 150 cm? Beratku? Umm....? Apakah perlu aku menyebutkan berat? Beberapa hari yang lalu aku mencoba menanyakan hal itu kepada ibu dan mendapatkan omelan. Mungkin aku juga harus merahasiakan berat badanku.

"Ehehe." Tawa kecilku ketika memikirkan hal yang tak penting itu tepat di meja makan.

"Apa yang sedang kau tertawakan Ellen?" Suara lembut mulai terdengar dari sisi lain dapur.

Itu adalah suara ibuku, ia selalu bangun lebih awal dari kita semua. Bahkan jauh lebih awal daripada ayah yang berangkat di pagi buta untuk berburu dan memeriksa keamanan hutan.

Kadag hal itu membuatku heran, apa yang sebenarnya beliau lakukan sehingga bisa bangun lebih pagi daripada ayah?

"Tidak ada." Ujarku sembari memakan sup yang ada di hadapanku.

"Benarkah?" Tanyanya dengan wajah penuh akan kecurigaan.

"Tentu saja!" Jawabku kesal ketika melihat wajah yang dibuat ibu di pagi-pagi buta seperti ini.

Bagaimana bisa ia meragukan anaknya sendiri! Ahhh, aku bukanlah seorang pembohong, jadi berhenti menatapku seperti itu!

"Apa jangan-jangan kau sedang memikirkan nak Alex?"

"Tentu saja tidak! Mana mungkin aku memikirkan pria bodoh yang meninggalkanku sendirian di desa dengan alasan ia ingin menjadi seorang kesatria!" Ujarku. "Daripada memikirkan pria bodoh yang mengejar mimpi butanya itu aku lebih khawatir dengan keadaan ayah!"

Yah, baru-baru ini ayah sudah semakin jarang makan bersama kami. Pagi maupun sore, padahal aku dan Ria selalu mengkhawatirkannya...

"Ellen, kau tidak boleh bilang begitu kepada temanmu." Ucapnya sembari menata perkakas dapur. "Bukankah ia pergi ke ibukota agar bisa menjadi pria yang lebih baik untukmu?"

"Aku tak peduli dengan pria yang lebih baik atau apapun itu! Satu-satunya yang kubutuhkan adalah ia tetap bersamaku! Tidak lebih dan tidak kurang!" Teriakku lalu memakan hidangan di hadapan ku dengan kasar.

"Kenapa dia terlalu bodoh untuk mengerti hati seorang gadis!"

Setelah aku mengatakan itu, suara tawa cekikikan ibu mulai terdengar dari dapur.

"Iya, iya ibu mengerti."

"Tak hanya itu saja, bahkan Paman George dan ayah baru-baru ini selalu pergi ke hutan dan jarang mengajakku bermain!"

"Ellen, ayah melakukan itu bukan karena ia ingin, kau tahu itu kan?" Ujarnya sembari bersenandung dari dapur.

Bukannya aku tak tahu apa yang ingin dikatakan ibu ... Tapi, bukankah agak berlebihan untuk berada di hutan dan pulang pada saat makan saja?

"Tapikan..."

"Kau tahukan jika ada sesuatu yang terjadi di hutan dan kita tak mengetahuinya itu semua akan menjadi tanggung jawab ayah." Ucapnya sembari menghela nafas.

"Dengar Ellen, aku tahu kau merasa kesepian karena ayahmu yang baru-baru ini semakin banyak pekerjaannya, namun kamu harus bisa memakluminya"

Yah, aku tahu itu. Aku juga tahu kalau itu juga kewajiban ayah sebagai pemburu yang ditunjuk oleh kepala desa...

"Tapi-tapi..."

"Tak ada tapi-tapian. Ini semua karena ayah, kita bisa hidup berkecukupan sekarang." Ucapnya sembari melihatku dengan tatapan kesal miliknya.

Padahal ia akan nampak cantik jika tak membuat wajah menyeramkan seperti itu.

Sepertinya aku mulai mengerti kenapa alasan para paman pemburu dan penjelajah sering menggodanya meskipun tahu kalau ia sudah beranak 2.

EscapatismTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang