Vas Bunga

1.2K 129 5
                                    

Vas bunga kesayangan Ichiro pecah. Ia meletakkannya di ruang tengah dan hanya ada Mashiro di sana. Diliriknya sang anak yang sedang bersembunyi di balik sofa.

Ichiro berjalan mendekati Mashiro sambil memanggil namanya, tetapi Mashiro menolak untuk menjawab.

"Mashiro sayang, kenapa kamu ngumpet?"

Mashiro mundur saat didekati bundanya. Wajahnya ketakutan. Takut akan dimarahi karena ia tahu vas itu sangat berharga untuk bundanya.

"Sini sini, coba cerita sama bunda," kata Ichiro lembut. Tangannya terulur, menunggu Mashiro meraihnya agar bisa ditarik ke dalam pelukan.

"Bukan Mashiro, bunda. Bukan Mashiro yang pecahin vas bunda," Akhirnya Mashiro berkata,  namun suaranya bergetar menahan tangis.

Ichiro justru menahan tawa. Anaknya ini lucu sekali. Ia jadi ingin menjahilinya. "Oh ya? Tapi cuma ada Mashiro tadi. Masa vasnya pecah sendiri?"

Mashiro makin menunduk, tak berani menatap bundanya. "Bukan Mashiro, bunda... Mashiro gak tau apa-apa..." Air matanya mulai menetes. Ia benar-benar takut saat ini.

Menyadari anaknya mulai menangis, Ichiro mengulum senyum dan membawa anaknya ke dalam pelukan hangat. Tangis Mashiro pecah ketika bunda memeluknya lembut. Ia merasa sangat bersalah tapi tidak berani mengakui.

"Bukan...hiks, Mashiro.... Hiks... Mashiro lagi duduk aja...hiks, terus vasnya pecah... Hiks," kata Mashiro di sela tangisnya. Punggungnya dielus pelan oleh Ichiro agar anaknya tenang.

"Iya, iya, bukan Mashiro," Ichiro mengikuti kata anaknya. Ia menggendong Mashiro dan menggoyang pelan gendongannya agar Mashiro berhenti menangis. Setelah tangis anaknya reda, Ichiro mencoba berkata selembut mungkin. "Mashiro... Bunda mau tanya. Mashiro pernah diajarin bohong sama bunda gak?"

Mashiro memeluk leher bundanya, kemudian menggeleng pelan.

"Sama ayah pernah?"

Menggeleng lagi.

"Terus, bunda pernah bilang soal bohong? Kalau anak bohong namanya apa?"

Masih menenggelamkan wajah di leher bundanya, Mashiro menjawab, "Nakal..."

"Nah, itu Mashiro udah tau," Ichiro tertawa pelan. "Anak bohong itu anak nakal, jadi bunda nanti gak sayang. Mashiro mau gak disayang sama bunda, hm?"

Mashiro dengan cepat mendongak menatap bundanya dan menggeleng keras. Air mata kembali menggenang di sudut matanya.

Ichiro balik menatap anaknya, pandangannya sangat menenangkan. "Kalo mau disayang bunda, berarti Mashiro harus jujur," ia mengambil jeda sejenak. "Mashiro yang pecahin vas, bukan?"

Terdiam agak lama, akhirnya Mashiro mengangguk pelan.

"Mau cerita ke bunda?"

"Tadi Mashiro lagi liat bunga. Bunganya cantik, jadi mau Mashiro ambil buat bunda... Tapi vasnya kena tangan Mashiro terus jatuh," Mashiro memberanikan diri untuk menceritakan kejadian tadi. Ia sempat takut melihat reaksi bundanya, tapi bundanya yang memberinya senyum membuatnya berani untuk meneruskan, "Mashiro takut bunda marah..."

Selanjutnya Ichiro mendudukkan dirinya di sofa. Mashiro berada di pangkuannya. "Mashiro hebat."

Mashiro mengerjap. "Bunda...?" Tanyanya memastikan.

Ichiro tertawa. Ia bersyukur hidupnya jadi penuh tawa setelah Mashiro terlahir ke dunia. "Mashiro mau jujur ke bunda. Mashiro hebat." Kata-katanya cukup jelas untuk dimengerti Mashiro.

"Bunda gak marah sama Mashiro?"

"Bunda gak akan marah selama Mashiro mau jujur, sayang," kata Ichiro, tangannya mengelus puncak kepala Mashiro. "Vas bisa dibeli lagi, tapi sekali Mashiro bohong, sampai seterusnya bisa jadi pembohong. Nanti Mashiro gak dapet sayang dari bunda lagi dong?"

Mashiro memeluk bundanya erat. "Mashiro gak mau bohong lagi! Mashiro gak mau jadi anak nakal... Bunda sayangin Mashiro..."

Gemas sekali rasanya. Ichiro membalas pelukan anaknya, lalu mencubit pelan pipinya. "Janji gak bohong lagi, ya?" Tanya Ichiro.

Mashiro mengangguk mantap. "Janji, bunda! Mashiro minta maaf udah bohong sama bunda," katanya, nadanya diiringi penyesalan. Bundanya mengatakan bahwa ia telah memaafkan Mashiro sejak awal, sehingga Mashiro kembali bersemangat.

Setelah itu mereka saling berpelukan dalam waktu yang cukup lama.

MASHIROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang