Prolog

38 3 0
                                    

Sinar mentari beserta hembusan angin menghiasi kehangatan dan kebersamaan keluarga kecil saat itu.

Di antara bunga-bunga dan pepohonan, seorang perempuan dengan rambut hitam panjang melangkahkan kaki dengan santainya, berjalan menyusuri taman.

Mata coklatnya memandangi satu persatu jenis tanaman yang ia tanam bersama kedua orang tuanya.

Tak lama ia memandangi bunga-bunga itu, tangan kecil nan mulus mulai mendekati salah satu bunga, ia memetik setangkai melati yang indah itu.

"Ma, liat deh, bunganya cantik" katanya sambil menunjukkan setangkai melati yang ia petik itu pada ibunya.

"Iyaa, cantik, tapi lebih cantik mama kamu" potong lelaki berkumis tipis kepada anaknya ketika ibunya ingin berbicara.

"Aciyaciya, papa Moduss!! Hhh"ucap Luna sambil tertawa geli.

"Tau tuh, papa kamu, gombal. Udah tua juga"

"Ets, denger dulu, umur, wajah, raga, boleh tua, tapi jiwa kita harus tetap muda" ucapnya tak mau kalah.

"Halah, tua ya tua aja, gak usah sok-sok muda"

"Iya deh tua, tapi tetep sayang kan?" Kali ini wajahnya semakin menunjukkan ekspresi jail.

"Idihh,," sambil memutar kedua matanya.

"Ekhem, kayaknya nyamuk ini butuh temen nih," ucap Luna dengan arah matanya ke atas dan sambil menggaruk lehernya yang nyatanya tidak gatal.

Mendengar suara itu, Ayah dan ibu Luna langsung melihat ke arah putri kesayangan mereka itu dan tertawa geli.

Luna pun merubah pandangannya ke arah ayah dan ibunya kemudian ikut tertawa geli bersama kedua orang tua yang sangat ia sayangi itu.

Sungguh, keluarga yang sangat harmonis.

'Semoga ini takkan pernah berakhir'
Gumamnya dalam hati.

*

"Non Luna?"

Suara itu tiba-tiba membangunkan seorang gadis yang tadinya sedang bermimpi.

"Yah, mbok, kok Luna dibangunin sih?!" Katanya sambil mengucak mata kirinya.

"Iya, non, maaf, tapi non harus minum obat dulu, kalo udah diminum, non Luna bisa istirahat lagi." Jelas mbok Yem.

"Oh iya,"

"Ini obatnya, tapi non Luna makan rotinya dulu yah, biar perutnya ada isi."

"Siip, mbok, makasih ya mbok"

"Iya non, Mbok balik ke dapur dulu yah, mau bersih-bersih di dapur."

"Oh, iya mbok."

Mbok Yem pun mulai melangkahkan kaki meninggalkan kamar Luna.

Luna pun mulai mengambil roti untuk dimakan. Saat tengah melahap rotinya, Luna tersenyum. Entah senyum bahagia atau hanya sekedar menutupi kesedihan.

'Ternyata cuma mimpi, tapi tak apalah, gue seneng. Semoga mimpi ini selalu hadir di setiap malamku.'
Gumamnya dalam hati yang lagi-lagi berharap mimpinya takkan pernah berakhir dan tetap ada.

Setelah melahap roti dan meminum obatnya. Luna mengambil buku kecil dari dalam laci yang covernya bertuliskan nama 'Drymbianca Luna'



Disaat malam menyapaku,
Disaat itu juga wajah mereka menyapaku.
Disaat rembulan mulai bersinar,
Disaat itu pula kegelapan hatiku bersinar.

Disaat mataku mulai terlelap,
Disaat itu juga dua sosok menghampiri mataku.
Disaat aku mulai bermimpi,
Mereka datang dihadapanku.
Bersenda gurau,
Dan saling menghangatkan.

Tapi itu hanyalah mimpi.

Andai wajah itu menghampiriku dalam nyata.
Andai mereka hadir, tak hanya dimata, namun juga dalam nyata.
Andai mereka datang bukan hanya dihadapan mimpiku, tapi di hadapan nyataku.
Andai aku merasakan kehangatan yang sesungguhnya.

Pa, ma, sungguh, kurindu ingin memeluk kalian dalam keadaan yang nyata.

~Drymbianca Luna.




Selembar kertas dari diarynya sudah terisi penuh dengan coretan tinta-tinta kerinduan yang mendalam.

Ia pun menutup diarynya dengan setetes air mata. Kemudian ia terlelap dalam tidurnya. Dan masih berharap mimpi itu akan hadir kembali.







Selamat membaca readers,
Semoga suka ya.:)
Mohon vote dan comentnya:")

@shasaS2Kh_

Dream Of A DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang