Part 3 (Boy Sakit)

24 2 0
                                    

Saat malam tiba, dimana para kunang-kunang menerangi taman rumah Luna, dan para bintang yang menghiasi semesta, Luna berdiri di dekat jendela sambil memegang diary kesayangannya. Dengan mata coklatnya ia menatapi sang rembulan.

Saat menatapi rembulan, Luna teringat dengan sosok pria yang meminjamkan bukunya pada Luna. Entah mengapa saat di rumah pohon dan sampai sekarang, Luna sering mengingat wajahnya dan kejadian saat di perpustakaan.

Kemudian Luna berjalan menuju meja belajarnya dan menaruh diarynya kemudian mengambil buku yang dipinjamkan Bagas.

Dia berjalan kembali menuju jendela kamarnya dan menutup jendela itu, setelah jendela itu tertutup, Luna menuju tempat tidurnya, dan mulai membuka buku itu untuk dibaca. Sambil berbaring, ia membacanya dengan sangat serius.

Hingga akhirnya dia terlelap dan menuju alam mimpinya.

**

"Seandainya, gue sama lo bukan sahabat, mungkin lo mau jadi bagian dari hidup gue. Tapi, apa daya, mungkin emang udah jalannya. Tapi gue gak masalah Lun, kita sahabatan gakpapa, tapi, gue gak bisa ngeliat lo kenal sama orang lain, apalagi laki. Udah gitu keren lagi, etss, entar, gue lebih kerenlah. Tapi serius Lun, gue sayang banget sama lo. Tapi diaa,, gak bisa Lun, tapi,,"

"Tapi ini udah malem"

Kata kakak sepupunya yang hampir membuat jantung Boy berpindah tempat.

"Dasar kuntilanak tak terduga, jantung gue hampir pindah tempat ni." Kata Boy yang masih menyapu dada dengan tangan kanannya.

"Sembarangan aja lo, orang cantik kek gini kok, dibilang kuntilanak." Balas kakak sepupunya dengan mata yang dicipitkan yang memang kenyataannya sudah cipit.

"Oh iya, kakak gue cantik, cantiiikkk banget, dan gue denger kayaknya ada perlombaan fashion kuntilanak tu. Di dekat pohon beringin, kalo lo ikut, pasti juara. Gue yakin 100 persen." Balasnya lagi dengan tertawa kecil dan meledek.

"Seraahhhh"

"Iya deh, ampun ampun, jangan galak-galak, kalo lo galak muka lo tambah cantik, nah kalo tambah cantik, nanti di naksir deh ama pocong. Gue gak mau ya punya ipar setan. Cukup kakak aja yang setan, ipar jangan."

"Gue lempar ni!!" Kata Rina sambil memegang handphone nya dan siap melempar Boy.

"Sinii, lempar, dengan senang hati. Palingan yang rusak handphone lo. Hahahaha" tawa Boy kini sudah meledak.

"Oh iya ya, jangan deh. Bakal gue balas nanti. Tunggu aja."

"Ditunggu. Hahahaha" tawanya semakin menjadi jadi.

Wajah sang kakak sangat merah. Matanya semakin cipit, Rina merasa sangat kesal dengan Boy, dan berjanji akan membalas dendam.

Walaupun mereka sepupuan, tapi cara mereka bersenda gurau dan beradu mulut seperti adik kakak kandung.

Rina tinggal di rumah ayahnya Boy, semenjak ibu Boy meninggal dunia. Rina tidak memiliki saudara kandung, begitu juga dengan Boy, orang tua Rina juga sering ke luar negeri karena urusan bisnis. Sama halnya dengan ayah Boy, dan semenjak ibu Boy meninggal, ayahnya semakin sibuk, tidak sering di rumah.

Makanya orang tua Rina dan ayah Boy memutuskan untuk Rina tinggal di rumah Ayahnya Boy. Dan kebetulan Rina kuliah di kota dimana Boy tinggal.

"Kenapa belum tidur?" Tanya Rina lagi setelah berperang mulut dengan Boy.

"Mau tau aja, apa mau tau banget?"

"Banget"

"Mau tau banget apa mau tau aja?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 22, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dream Of A DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang