"Masa depan,tungguin dong".
Teriak seorang pria berkulit putih berambut coklat dengan tas hitam di punggungnya, sambil berlari kecil ia menyusul temannya yang sudah berjalan lebih dulu.
"Lemot amat sih".
Balas perempuan berambut panjang itu dengan nada sedikit keras dan raut wajah yang tidak berwarna, kepada sahabatnya yang menyusul dari belakang.
Siang itu, siswa SMA Tunas Bangsa dipulangkan lebih awal, karena guru-guru sedang mengadakan rapat pertemuan dengan kepala sekolah. Dan seperti biasa, Boy dan Luna pergi ke rumah pohon yang berada tidak jauh dari rumah Luna.
Rumah pohon itu, sudah berdiri sejak Boy dan Luna masih kecil. Dengan dibantu ayah Luna, mereka sama-sama membangun rumah itu dengan penuh kebahagiaan.
*
"Akhirnya,," lega boy sambil meregahkan tubuhnya di atas rumah pohon sederhana itu."Minuman gue mana?" Tanya Luna sambil membuka dan menadahkan tangannya hingga ke depan wajah boy dengan maksud meminta minumannya.
"Noh, di kantong tuh," balas boy dengan memanyungkan bibirnya.
"Ambilin dong,panas nih, haus,,"
"Gak mau"
"Iih, ambilin!!, lo kan deket sma kantongnya"
"Gak mau, ada kaki? Tangan? Nah lengkapkan, tinggal melangkah, ambil deh pake tangan lo sendiri. Gampang kan?! "
"Nyebelin banget sih, orang minta tolong juga." Kesal Luna sambil berdiri malas dan terpaksa mengambil minumannya sendiri.
"Nah, tu bisa" kata Boy dengan wajah mengejek.
Luna tak mengeluarkan satu katapun dari mulutnya. Ia hanya memaparkan wajah tak senang kepada Boy.
"Wih, galak amat tu muka," Boy masih menunjukkan wajah ejeknya.
"Jangan galak-galak, entar gue ninggalin lo, dan akhirnya gak sayang lagi sama lo," kali ini Boy menampakkan senyum menyeringai.
Luna yang mendengar kalimat itu,langsung menghentikan tegukkan minuman yang sementara masuk ke dalam kerongkongannya. Ia kemudian menaikkan satu alisnya dan mengeryitkan dahinya.
"Kenapa?" Tanya Boy,
"Amit-amit" kata Luna yang kemudian kembali meneguk minumannya.
"Hhhh" tanpa berkata lagi, Boy hanya membalasnya dengan tawa.
*
Boy dan Luna,dua orang yang sudah menjalin hubungan sahabat sejak kecil.
Persahabatan mereka dimulai, saat Keluarga Luna diundang ke acara ulang tahun ayah Boy yang ke 30 tahun, saat itu mereka berdua masih berumur 6 tahun, Ayah Luna dan ayah Boy adalah sepasang sahabat dan merupakan rekan kerja.
Setiap liburan keluarga dari Boy dan Luna sering mengadakan piknik bersama, dari situlah mereka berdua sering bermain dan menjadi sahabat hingga sekarang.
Boy sudah pernah menyatakan perasaannya saat kelas 2 SMA dlu, ia menyadari perasaannya yang sudah menjadi lebih dari seorang sahabat itu sejak memasuki masa putih abu-abu. Akan tetapi, Luna menolak Boy dengan alasan, mereka hanyalah sepasang sahabat, tak lebih dari itu.
Dan beruntung, Boy juga bisa menerimanya.
Tetapi sampai sekarang Boy masih sering memanggilnya dengan julukan masa depan.**
"Woiii, bangun!" Teriak Boy tepat pada telinga Luna yang sudah tertidur selama 2 jam.
Dengan reaksi kagetnya, Luna membuka matanya dan langsung duduk serta merapikan rambutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Of A Diary
Teen FictionSiapa yang percaya jika mimpi dapat menjadi nyata? mungkin banyak yang tidak percaya akan hal itu. Berbeda dengan seorang perempuan yabg satu ini. Ia sering menuliskan mimpinya di dalam Diary dan percaya akan ada takdir yang membuat mimpinya menjadi...