Purnama menghabiskan ribuan detiknya hanya untuk meratapi sejumlah angka-angka di depan papan tulis. Dari barisan paling belakang kelasnya, ia sama sekali tidak bisa memperhatikan guru yang sedang memaparkan materi di depan sana. Belum lagi matanya yang rabun semakin menyiksanya. Purnama benar-benar tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik jika terus begini. Tapi, duduk di depan adalah mimpi buruknya. Tidak tidak tidak. Itu bukanlah pilihan yang bagus.
"Lo gak ngerjain, Ma?" tanya Tasya yang sedari tadi sibuk mencatat yang ditulis gurunya di papan tulis.
Purnama menghela nafas lalu menaruh kepalanya pada lipatan tangannya di atas meja, "Gue gak ngerti, Tas."
"Anjir, gila lo! Minggu depan ulangan cuy. Lo gak ngerti?" tanya Tasya heboh.
Purnama menyenderkan tubuhnya ke belakang dan melihat ke luar jendela yang berada di samping tempatnya. Posisi kelasnya ini berada di ujung gedung dan dari posisi duduknya, jika dirinya melihat ke luar jendela, maka ia bisa melihat kelas-kelas yang lainnya. Ditambah lagi, dari tempat duduknya Purnama bisa langsung mendapatkan angin dari luar. Ini adalah posisi paling nyaman, plus tidak pernah bisa dijangkau oleh guru dari depan. Tempatnya sangat strategis. Seandainya dirinya tertidur pun, sang guru tidak akan bisa melihatnya.
"Bodo amat ah, mau ulangan kek mau besok UN juga. Gue mah pasrah aja," kata Purnama yang dihadiahi cubitan oleh Tasya.
"Anjirrr! Gak usah cubit-cubit!"
"Ya, lo lagian! Udah sekolah beberapa minggu masih bego aja. Lo masuk sini nyogok ya?" Tasya berpikiran buruk saking kesalnya dengan Purnama.
"Gak nyogok. Gue pake KJ njir hahahhahaha" Purnama tertawa, menertawakan kebodohan dirinya sendiri.
"Serius?! Parah ege lo! Ih gilaaa, gue walaupun pas-pasan juga mikir sendiri anjir," Purnama terkekeh melihat Tasya yang begitu shock.
"Norak lo! Potong telinga gue, kalo sekelas ini nilai UN nya murni semua! Lo tau gak? Si Dira, yang di ranking online itu urutan pertama, BELI NILAI!"
"HAH?!"
"Diem-diem anjir!" kata Purnama sambil membekap mulut Tasya yang memamerkan senyuman kepada yang seketika melihat ke arah mereka.
Purnama menyunggingkan senyuman lebarnya hanya kepada Samudra yang juga ikut menoleh saat Tasya berteriak. Hanya beberapa detik, setelahnya Samudra memalingkan wajah. Purnama mendengus sebal. Ada apa sih dengan cowok itu? Sombong amat.
"Lu tau dari mana sih? Boong lu ya?" tanya Tasya yang mengembalikan kefokusan Purnama.
"Hah? Apaan?" tanya Purnama yang baru melepas pandangannya dari Samudra.
"Itu si Dira, beneran?" ulang Tasya sekali lagi. Purnama mengangguk, "Iya beneran anjir."
"Lo tau dari mana sih? Gosip kali," kata Tasya menyidik-nyidik. Purnama menoyor dahi Tasya yang sangat dekat dengan wajahnya.
"Ada lah orang. Udah-udah, mending gue liat catetan lo. Siniin," kata Purnama langsung merebut buku catatan milik Tasya.
"Eitsssssssss, inget ya. Kalo catetan masih gue pinjemin. Tapi, minggu depan, pas ulangan kita musuhan dulu! Gak ada ya, berbagi jawaban!" Purnama mendesah. "Iya, jahat." jawabnya.
Purnama sudah bisa mengenal Tasya sekarang. Gadis ini memang baik, tapi di waktu-waktu tertentu. Tasya juga tidak menganggap Purnama sebagai teman yang sebenar-benarnya. Maksudnya, hanya sebata teman sebangku saja. Tidak seperti sahabat. Latifa dan Andien pun, Purnama masih ragu. Apakah mereka berdua sudah menganggapnya sebagai sahabat atau tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMPURNA
Teen FictionAku, Sea. Mereka adalah Samudra dan Purnama. Ini bukan tentang aku, tapi tentang dia dan dirinya. Aku? hanya duduk mengamati. Sebegitu lucukah? Menyaksikan dua elemen sempurna yang saling melupa siapa dirinya yang sebenarnya. Sangat lucu, mari d...