Kondisi jalanan sehabis hujan membuat Purnama mengeluh berkali-kali. Sepatunya harus terkena genangan air lebih dari sekali. Belum lagi jalanan yang sebenarnya tidak ia ketahui. Tempat ini dimana sih sebenarnya? Dirinya meminta turun kepada Samudra begitu saja. Sepertinya, jarak dari jalan ini sampai ke rumahnya itu masih sedikit jauh.
"Nyesel banget minta turunin di sini. Gue mana tau jalanan sini!" gumam Purnama yang masih diam di tempat. Tidak berani sok tahu dan melangkah kemana-mana.
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam dan anehnya jalanan ini terlihat begitu sepi, seperti sudah tengah malam. Purnama sedikit merinding lalu mulai memberanikan diri untuk melangkahkan kaki ke tempat yang lebih ramai. Sekitar lima menit berjalan tanpa tujuan, Purnama semakin tersesat. Dirinya berhenti di antara dua rumah besar yang berada di ujung gang.
Sialan. Ini dimana anjir!
Purnama mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru tempat itu. Benar-benar gila, dirinya benar-benar tersesat sekarang. Di depannya hanya ada satu rumah yang menutup jalanan alias ini gang buntu! God, please help me!
Purnama mengecek handphonenya, siapa tahu ada yang bisa ia hubungi dan membantunya untuk pulang. Baru saja dirinya menyalakan handphonenya, seseorang menepuk pundaknya. Membuat jantungnya seketika berpacu begitu cepat. Jangan...jangan..
Ahhh, fix. Ini gue mau diculik pasti! Arrrrgghhhh....
Purnama baru saja ingin berteriak sambil memejamkan mata, ketika ...
"Pur... Lo ngapain di depan rumah gue?"
Aduh, siapa nih?
Purnama membalikkan tubuhnya dan menghela nafasnya langsung ketika mengetahui siapa orang yang menepuk bahunya tadi.
"Raihan! Ishhhhh, gue kirain siapa anjirrr," kata Purnama menepuk bahu Raihan sambil mengatur nafasnya.
"Yeuuu, ya gue Raihan lah. Btw, lo ngapain di sini?" tanya Raihan sambil memperhatikan Purnama yang masih menggunakan seragam sekolahnya.
"Gue kesasar cuy. Ini rumah lo?" Purnama mengedarkan pandangannya dan tertuju pada sebuah rumah besar dengan warna abu-abu di sebelah kanannya.
"Kok bisa kesasar? Iya itu rumah gue. Mau mampir?" tawar Raihan sambil menarik tangan Purnama.
"Ehhh, gak usah. Anterin gue pulang aja. Gue gak tau daerah sini," tolak Purnama dengan tidak enak.
Raihan menggangguk lalu meminta Purnama untuk menyebutkan alamat rumahnya. Setelah Purnama menyebutkan alamat rumahnya, mereka berjalan bersama. Kata Raihan lokasi rumah Purnama tidak jauh dari tempat mereka. Jadi, berjalan kaki saja. Tadinya Raihan ingin mengantar Purnama menggunakan motornya, tapi Purnama menolak. Purnama suka berjalan kaki.
$
Purnama menghentikan langkahnya saat mereka sudah sampai di depan rumahnya. Rumah yang tidak sebesar rumah milik Raihan, tapi terlihat begitu memukau dengan warna yang didominasi oleh warna emas dan silver. Raihan pun ikut berhenti dan mengamati rumah yang sepertinya rumah milik keluarga Purnama.
"Rumah lo nih?" tanya Raihan sembari bersandar pada pagar rumah itu.
"Rumah orangtua gue, yuk masuk dulu!" ajak Purnama membukakan gerbang berwarna hitam itu dan masuk bersama dengan Raihan.
Keduanya sama-sama berhenti kembali saat sampai di ruang tamu rumah yang nampak sepi itu. Raihan menebar tatapannya ke seluruh penjuru ruangan. Ada banyak foto terpajang di dinding-dinding berlapiskan wallpaper. Terlalu banyak wajah Purnama sebenarnya. Tapi, Raihan senang melihatnya. Ada foto Purnama saat kecil sampai saat seusia sekarang. Kedua orangtuanya jarang berfoto bersama. Satu-satunya foto mereka bersama adalah foto keluarga yang digantung di atas televisi yang terdapat di ruangan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAMPURNA
Teen FictionAku, Sea. Mereka adalah Samudra dan Purnama. Ini bukan tentang aku, tapi tentang dia dan dirinya. Aku? hanya duduk mengamati. Sebegitu lucukah? Menyaksikan dua elemen sempurna yang saling melupa siapa dirinya yang sebenarnya. Sangat lucu, mari d...