"Bunda, ngantuk," Alvin mengeluh, merebahkan kepalanya dipaha Bunda-nya yang terbalut oleh gaun tidur merah muda. Memandang Bunda dengan kedua mata mengantuknya.
"Tidur nak, Bunda temenin di kamar ya," ucap Bunda sembari mengelus surai rambut anaknya lembut.
Alvin menggeleng, "Tunggu Daddy dulu."
"Al kan masih sakit nak, istirahat aja dulu. Main sama Daddy-nya nanti pagi aja ya."
Memang dasarnya, Alvin itu keras kepala. Jadi, anak itu tetap batu untuk menggeleng dan berebah diatas paha Bunda-nya sambil tetap menahan matanya kearah televisi yang masih menyala.
Bunda berdecak, membiarkan anak keras kepalanya ini tetap berada dalam posisinya sampai nanti tertidur sendiri. Dan benar saja, tak menunggu berapa lama sampai Alvin tertidur dalam pangkuannya. Namun, Bunda belum berniat beranjak untuk memindahkan anak itu ke dalam kamar. Entah mengapa, perasaannya sedikit tidak enak tentang suaminya. Sampai kemudian Vanno menelepon wanita tersebut tiba-tiba.
"Hallo, sayang."
"Iya, kok kamu belum sampai juga? Udah dijalan pulangkah?" tanya Aura tanpa basa-basi lebih banyak lagi.
Vanno tidak langsung menjawab pertanyaan Aura, malah terdiam diseberang sana.
"Daddy?"
"Emm... Gini, kayaknya aku enggak bisa pulang... Hari ini."
Air wajah Aura yang semula khawatir, tergantikan sendu, "Kenapa?"
"Seharusnya rapat akhir ini selesai sekarang, tapi ada kendala yang bikin rapatnya jadi sedikit tertunda. Dan bakal dilanjutkan besok, nanti malem disini jadi kemungkinan aku bakal pulang besok pagi jam setempat setelah rapat. Mungkin disana siangan," jelas Vanno, nampak berusaha agar Aura dapat mengerti dirinya.
Aura terdiam. Bukannya tidak mau memaklumi atau mengerti alasan suaminya, hanya saja... Bagaimana dengan Alvin? Anak itu akan marah besar jika terbangun tanpa Vanno dihadapannya. Terlebih suaminya itu sudah berjanji akan pulang hari ini.
"Sayang?"
"Aku...Bukannya enggak mau ngerti atau gimana tapi..."
"Iya aku tau, Alvin?"
Tanpa menjelaskanpun, Vanno sudah mengerti maksud istrinya ini. Benar, anak itu tidak akan mau mengerti alasan apapun nantinya.
"Maafin aku ya, tapi kamu bisa'kan ngasih pengertian ke Alvin? Bujuk dia pakai apa aja please," mohon Vanno, membuat Aura mau tidak mau mengiyakan permintaan pria tersebut.
"Okey, akan aku lakuin. Tapi, kamu janji besok bakal pulang? Ya?"
"Iya, aku janji. Kayaknya aku bakal nyampe malem banget di Indonesia."
"Itu namanya kamu pulang lusa, bukan besok!"
"Ya mau gimana dong, aku juga kalau boleh milih enggak mau diundur kayak gini sayang."
"Hm iya iya," Aura menghela nafas, terlanjur kesal dengan Vanno yang tergolong sering mengingkari janji seperti ini, "Ya sudah, aku mau tidur dulu. Capek nungguin kamu ternyata php kayak gini."
"Sayangggg."
"Apa sih."
"Jangan ngambek dong, kan aku kerjanya buat kamu juga."
"Enggak, aku enggak ngambek."
"Jangan judes judes dong kalau gitu."
"Siapa yang judes sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Like Father Like Son
Short StoryBagi Vanno dan Aura, Alvin adalah segala-galanya. Bayi kecil mereka yang beranjak dewasa dan semakin menggemaskan setiap harinya. "Bunda, Alvin sudah mirip daddy, belum?" -slice of life