Lembar 6. Peringatan [1]

72 7 2
                                    


Happy Reading!♥️

🎵With play : Us-James Bay🎵

⭐⭐⭐

Ini gue yang bego atau lo yang terlalu sombong nerobos hati gue?

{Aslan}

⭐⭐⭐

    Suasana sekolah tidak pernah berubah, yang berubah hanyalah zaman. Namun, disekolah lah kita bisa mengukir kenangan indah bersama sahabat. Berbagi kisah cinta, mendapatkan cinta, dan terutama mendapat pelajaran hidup. Acantha membuka lembaran demi lembaran kertas yang ia baca dengan santai. Matanya sedikit melirik ke arah samping, untuk melihat keadaan kelas. Masih ramai. Tandanya guru belum memulai kelasnya. Acantha melanjutkan membacanya.

Dia suka sekali membaca buku yang tebalnya setebal buku telepon. Menurutnya sangat mengasyikan membaca semua kalimat-kalimat itu. Meskipun teman-temannya selalu mengolok dirinya yang seperti kutu buku. Dia menghiraukannya. Lebih baik jadi kutu buku daripada kutu cinta. Kutu cinta? Hm. Istilah baru yang terlintas dipikirannya. Cinta memang rumit. Lebih rumit lagi, kalau sudah terselimuti oleh cinta.

Seperti novel yang selalu ia baca. Dari sisi manapun cerita fiksi pasti ending-nya selalu bahagia. Kenapa? Karena takdir seorang tokoh diciptakan oleh seorang penulis. Berbeda dengan kita sebagai manusia. Takdir manusia hanya Tuhan yang bisa menuliskannya. Tuhan pandai membolak-balikkan hati seorang manusia. Oleh karena itu, kita harus mensyukuri takdir Tuhan saat ini. Karena apa yang didapat hari ini mungkin sebuah doa yang kamu inginkan di masa lalu. Dan Acantha percaya, jika Tuhan sedang menuliskan takdir indah untuknya saat ini.

"Hei girl!" Acantha spontan menjatuhkan buku tebal nan berat itu hingga mengenai kakinya.

"I'm so sorry. Karena gue lo jadi kaget."

Gadis berambut panjang ikal itu membantu menyimpan buku Acantha dan menyimpannya di kursi dekat Acantha duduk. "Gue minta maaf sekali lagi."

"Engga apa-apa kok. Cuma ketimpa buku aja," Acantha tersenyum ramah pada gadis yang tadi menyapa dirinya. Ya, meskipun sedikit membuatnya terkejut.

"What's your name? Kok gue baru pertama kali liat lo disekolah ini," Tangannya menepuk-nepuk kursi panjang tersebut, lalu mendudukinya tepat disebelah Acantha.

Acantha terperangah kaget, saat matanya fokus pada wajah bule gadis disebelahnya ini. Dia jadi teringat kejadian kemarin saat gadis ini bergandengan dengan Aslan. Siapa sebenarnya gadis ini? Apakah dia sangat berpengaruh di sekolah elit ini? Acantha menelan bulat-bulat  pertanyaannya.

"Ehm—itu... namaku Acantha. Acantha Parisa Harmonia."

"Whoaa. It's serious? Nama lo bagus banget. Gue jadi iri sama lo," Gadis itu terkekeh halus dan tersenyum simpul pada Acantha yang masih menatapnya aneh.

"What's wrong with you? Ada yang salah sama gue?" Gadis bule itu menepuk pipi Acantha yang masih setia menatapnya tanpa beralih.

"Eh maaf. Aku nggak sopan sampe neliti wajah kamu tadi. Maaf,"

Acantha mengalihkan pandangannya. Acantha mengangkat tubuhnya hendak pergi. Namun, sebuah lengan menahannya. "Nice to meet you,"

Acantha tersenyum hangat membalas senyuman pada gadis bule itu. "Nice to meet you too."

Setelah pertemuan singkat mereka. Gadis bule itu pergi. Sekian detik kemudian Acantha teringat bahwa dirinya belum mengetahui nama gadis cantik itu. Ia hendak mengejarnya namun tertahan karena mendengar suara yang memanggil namanya.

"Acha!"

Suara bariton memanggil namanya dengan dingin. Acantha sontak mencari asal suara yang memanggil namanya tersebut. Namun, sebuah botol bekas minuman terlempar mengenai kepalanya. Acantha memungut botol tersebut dengan wajah kesal.

Dilihatnya sekeliling pandangan yang ia jangkau. Dan tepat didepannya, berdiri seorang lelaki jangkung yang seragamnya terlihat tidak rapi.

"Jadi, ini ulah kamu?" Acantha menunjukan botol bekas dengan wajah menahan kesal namun terkesan sombong.

"Hm. Emang kenapa? Gue salah? Justru lo yang salah, kenapa punya muka kek sampah," Aslan mengusap-usap kepala Acantha lalu merebut botol bekas yang dipegang Acantha.

"Muka lo benerin dulu. Baru gue suka sama lo,"

Aslan membuang botol bekas ke tempat sampah dengan cara melemparnya dari jauh, namun tidak meleset. Botol tersebut masuk kedalam tempat sampah dengan pas. Lalu, memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana dengan memasang muka dingin andalannya.

"Aku peringatin kamu, Aslan Cassio Falconer. Kamu nggak akan berpaling dari aku," Acantha tersenyum puas dengan kata-kata yang terlontar dari mulutnya. Sehingga membuat Aslan berbalik dan menampilkan senyum yang sangat sinis.

You see, semua perempuan sama saja. Murahan. Aslan membatin.

⭐⭐⭐


"Hei lo tau nggak murid baru itu?" Seorang gadis berpakaian seragam yang super ketat itu memainkan ponselnya dengan heboh.

"Si murah senyum itu?" Sahut gadis yang tengah mengunyah permen karet dengan tampang dingin.

"Bule?" Gadis berpakaian ketat itu menjentikkan jarinya lalu menepuk pundak si gadis berkacamata itu.

"Baru sekolah disini, tingkahnya melewati batas banget."

"Emang dia pembuat onar, Le?" Tanya gadis berkacamata itu.

"Bukan bego. Dia berusaha narik perhatian mantan gue," Eleanor menyisir rambut curly-nya yang berwarna hitam itu.

"Aslan?"

Eleanor mengangguk dengan senyum yang penuh arti. "Cewe sok polos. Tapi ternyata murahan. Ck. Jijik gue sama cewe munafik."

"Nggak usah ngatain orang. Lihat dulu diri kamu Elea," Gadis dingin yang tengah mengunyah permen karet tersebut menoleh ke arah Eleanor.

"Diem lo cewe muka datar." Eleanor melempar sisir pada Luna yang tengah menatapnya datar, dengan mulut yang tak henti mengunyah permen karet.

"Elea. Video cewe bule yang tadi pagi udah nyebar luas. Sampe instakilo sekolah aja heboh dengan video ini," Yolana—Gadis berkacamata itu memberikan handphone-nya pada Eleanor.

Eleanor tersenyum sinis. Dengan sesekali memperhatikan video detik-detik saat Acantha mengucapkan kata-kata pada Aslan.

"Gatel banget anjir jadi cewek. Nggak tahu malu banget,"

Ditengah keasikan ketiga gadis itu, ada seorang gadis yang mendengar perbincangan mereka dibalik tembok. Walaupun sedikit jauh, dia masih bisa mendengarnya. Hatinya sedikit sesak. Ada gelenyar aneh yang dia rasakan. Namun dia tepis dan melangkah pergi dengan menghembuskan nafas panjang.

⭐⭐⭐

To be continued
👇

ASLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang