Part.01

18 3 0
                                    

Hujan mengguyur kawasan ibukota Jakarta. Lebih tepatnya dikawasan Jakarta Pusat. Untuk pagi yang berhujan ini sangat mengganggu aktivitas masyarakat. Tetapi, tidak untuk gadis berkerudung ungu dengan gamis senadanya, disaat orang berteduh menghindari air yang turun ke bumi. Ia tidak!. Gadis itu berlari ditengah guyuran hujan, bila orang melihat dia saat ini mereka akan menganggap gadis ini gila.

Gadis belia ini terus berlari tanpa menghiraukan air yang menumpahi tubuhnya, ia tak peduli dengan dingin dan basahnya air hujan yang mengguyur tubuhnya.

Ia tiba di RS. Gatot Subroto. Dengan nafas terengah-engah dia terus berlari dilorong rumah sakit tanpa menghiraukan orang yang tanpa sengaja ia tabrak.

Gadis itu berhenti didepan ruangan bertulisan ICU. Wajahnya yang pucat akibat terguyur hujan diluar sekarang tergantikan air mata yang mengalir. Tiba-tiba seseorang memanggilnya dari belakang.

"Desyila" gadis yang diketahui bernama Desyila itu membalikan badanya. Terdapat anggota keluarganya berjalan menujunya dengan tatapan sendu bahkan ada diantaranya menangis karna suasana sekarang.

Seorang wanita paruh baya yang diketahui ibunya itu, langsung memeluk buah hatinya ini. Dia menangis didekapan putrinya. Desyila yang semakin teriris hatinya tak kuasa membendung tangisan. Isak tangis menggema, menyisakan kerinduan mendalam bagi yang merasakan. Bukan hanya Desyila dan Mamanya saja yang menangis, bahkan keluarga yang melihat kenyataan pahit ini juga ikut menangis.

"Hiks....hiks...sayanggg....kita harus sabar ya nak. Ikhlaskan Papa pulang kerahmatualah dengan tenang. Yang kuat nak, jadilah putri yang diidamkan Papa"  ucap Anis-Mama Desyila. Desyila yang mendengarnya hanya menggangguk. Air bening keluar membasahi pipi tirus Desyila. Kenyataan yang harus ia rasakan sekarang menjumpainya.

Papa, ya Ayah tercinta Desyila. Lelaki pertama yang mengajarkan ia kecintaan, kasih sayang, pendidikan yang bertema ketaqwaan, panutan keikhlasan dan segalanya kini telah tiada. Papa yang selama 20 tahun menemaninya dengan kasih dan sayang,  sekarang harus pulang kesisi Allah Swt.

"Desyila...hiks...hiks...kamu harus kuat. Ada aku Syil. Masa depan kamu masih panjang, kamu harus tabah dan sabar atas pulangnya om Rafi." Ucap gadis yang diperkirakan seumuran dengan Desyila. Ia memeluk Desyila dengan lembut. Air matanya kini membasahi gamis Desyila. Bukan awan saja sekarang yang sedang menangis dengan menjatuhkan hujannya dibumi, tetapi ada umat manusia yang menangis karna orang tercinta meninggalkannya.

"Mari nak kita pulang. Jenazah Papa sudah dimasukan ambulans." Mama merangkul Desyila. Mata Desyila masih berlinang air mata. Sepupunya yang bernama Tara memegang erat tangan Desyila, mencoba menguatkannya.

Papa Desyila, sudah 4 tahun belakangan ini mengalami pengakit keronis. Serangan jantung dan leukimia atut menyerang badannya. Walau Papanya mengalami pengakit kronis, tetapi selama ia sakit tidak pernah putus asa. Papanya selalu iktiar dalam menjalankan cobaan dari Allah dan selalu ikhlas atas semua cobaan yang ia timpa. Mungkin dengan Papa pulang kesisi Allah menjadikan Desyila lebih kuat lagi. 

Desyila masuk kemobil pribadi bersama keluarganya. Isakan kecil masih keluar beriringan dengan air mata yang jatuh. Hujan diluar juga tak kalah derasnya menjatuhkan air  hujannya, seolah merasakan kepedihan anak manusia yang sedang berduka ini.

Sirine dari mobil ambulans yang membawa jenazah Papanya didepan bersahut-sahutan dengan bunyi hujan yang terjatuh. Jalan yang ramai oleh pengendara mobil ataupun motor, seketika mereka menepi memberi jalan untuk ambulans lewat.

Kurang lebih satu jam, mobil yang membawa Papa dan pengikutnya dari belakang memasuki kawasan perumahan elit. Ambulans didepan memasuki pekarangan rumah mewah bercat putih. Sudah banyak pelayat dan keluarga serta sahabat Papanya ini datang. Petugas ambulans dan dibantu oleh para lelaki menurunkan jenazah Papanya dan membawa masuk kerumah untuk dimandikan.

Surat Terakhir Desyila Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang