Mentari

10 4 2
                                    

Matahari kembali menampakkan sinarnya, menembus kegelapan~

Cahaya matahari yang menembus jendela membangunkanku pagi ini. Astaga, aku kesiangan. Bergegaslah aku untuk bersiap pergi kesekolah. Tepat jam 6:30 aku siap berangkat. Aku harus segera berangkat, sambil berlari aku menuruni anak tangga dirumahku.

"Bi inem, aku berangkat dulu "

" engga sarapan neng? "

" telat nanti bii"

"yah neng ibu sudah menunggu di meja makan dari tadi"

"biarlah, siapa suruh nunggu" Jawab ku ketus

Tak terasa 15 menit berlalu dan aku sampai di sekolah. Langkah kakiku terasa ringan, begitu semangat, bagaimana tidak sepulang sekolah nanti aku akan bertemu dengan dia. Tak disangka saudara ku kembali turun membasahi tanah pagi ini. Aku berlari menuju kelas. 

"hai syaa" sapa ku setelah melihat Sasya sedang duduk dikursinya

" eh, pagi Rain, kok semangat banget tumben"

Yap, aku nyaris tak pernah sesemangat ini

"emm adadeh"

"yaudah kalau ga mau cerita"

"nanti aja"

Kabar baik 3 jam pelajaran pertama kosong, karena semua guru akan melakukan rapat. Yeay, senangnya. Semua anak asyik dengan kegiatannya. Dan aku memilih duduk disamping jendela menulis sambil mendengar suara saudaraku yang jatuh. Kusampaikan pesan kepada ayahku. Lewat tulisan dan tentu saja hujan diluar jendela.

Ayah,
Apa kabar? Raina rindu yah, sangat rindu. Sepuluh tahun berlalu tanpa kabar darimu, tanpa sapamu, tanpa senyummu.
Ayah,
Ibu akan segera menikah, tapi aku tak mau dia menjadi ayahku. Karena ayahku hanya engkau.
Ayah,
Aku yakin engkau tau aku sudah semakin dewasa ayah, aku baru saja mengenal seseorang yang dengannya senyumku selalu merekah, yang dengannya jantungku semakin berdetak lebih cepat. Dia menghadirkan kehangatanmu yang lama sekali tak ku rasakan.
Ayah,
Apakah engkau mengijinkan dia masuk di hidupku?

"Raina lagi apa? " tanya Sasya, segera ku tutup bukuku

" lagi nulis-nulis aja sih hehe "

" apa sih lihat? "

" jangan, kekantin aja yuk" Jawab ku mengalihkan topik

"oh oke deh "

***
Bel pulang sekolah berbunyi, senangnya aku. 

Aku langsung meninggalkan kelas setelah berpamitan dengan Sasya, dia tak keluar bersama denganku karena dia ada urusan dengan guru. Mungkin latihan untuk olimpiade, maklum dia anak yang pintar.

Dia, aku melihat dia didepan sekolahku. Bersama dengan gerobak nya. Ah lucu, aku segera menghampiri dia. Belum sempat kami berbincang.

Teman-teman sekolahku menatap kami aneh, ya karena dia bukan berasal dari sekolah elite terlebih lagi dia penjual siomay.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 13, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rain and Sun Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang