Dengan memainkan peran konyol sebagai kekasih Taehyung, bisnis Sung Rin akan terselamatkan, membuatnya sanggup meneruskan pembayaran hipotek rumah Soo Young eomma serta memastikan para karyawan tidak kehilangan pekerjaan mereka. Dengan keuntungan yang bisa didapatkan begitu besar sementara begitu banyak orang akan menderita bila bisnis Sung Rin gagal, apalah ruginya menghabiskan beberapa bulan keluar dari kehidupannya? Apa untungnya menjauh dari Kim Taehyung sedangkan pada kenyataannya Sung Rin sama sekali tak punya pilihan selain menerima persyaratan pria itu? Aku tak punya pilihan lain, bukan? Pikir Sung Rin.
Sung Rin harus memaksakan diri berjalan kembali ke lift; membayangkan harus mengaku telah berbuat kesalahan sama sekali tidak enak. Di koridor pendek yang mengarah ke kantor Taehyung di latai teratas, Sung Rin gelisah melihat pria itu berdiri di luar pintu, tengah bercakap-cakap dengan dua orang pria. Dengan kikuk Sung Rin berhenti kira-kira tiga meter jauhnya, kedua tulang pipinya merona merah muda. Ia hanya butuh dua detik untuk menyadari bahwa Taehyung sengaja mengabaikannya. Dan kesan merendahkan semakin ditegaskan ketika melihat pria itu terlihat begitu santai. Kepalanya yang cokelat dan angkuh terangkat, jasnya tertarik ke belakang karena tangan rampingnya dijejalkan ke saku celana panjang yang dijahit khusus. Tubuhnya memancarkan sikap santai. Kebencian membuat Sung Rin terpaku.
Akhirnya, Taehyung menoleh dan mengangkat sebelah alisnya dengan pandangan bertanya-tanya, garis wajahnya yang kuat dan tirus tampak berkelas.
"Jawabannya... ya," kata Sung Rin datar.
Mata gelap Taehyung berkilat-kilat dan ia mejulurkan sebelah tangan. Meski ingin berbalik untuk melarikan diri selagi Taehyung masih sibuk, karena ia merasa sudah cukup berurus dengan pria itu siang ini, tubuh Sung Rin malah membeku. Dengan sangat enggan, Sung Rin bergerak maju, sangat menyadari rasa penasaran pegawai-gawai Taehyung sewaktu mereka mundur untuk memberi jalan.
Mulut Taehyung yang tipis dan sensual melengkung membentuk senyum perlahan penuh karisma yang membuat mulut Sung Rin mengering. Taehyung menggenggam jemari Sung Rin dan merangkulnya.
"Permisi..." gumam Taehyung dengan serak kepada pegawai-pegawainya, mendorong pintu kantor sampai terbuka dan mendorong Sung Rin ke ambang pintu.
"Apa yang_?" sedang kaulakukan, Sung Rin bermaksud berkata.
Mata gelap itu mengamati Sung Rin dan sebelum ia bisa mengcapkan satu patah kata lagi, pria itu sudah menarik Sung Rin dan menurunkan mulutnya dengan hasrat sensual. Erangan kaget meluncur dari mulut Sung Rin, namun pada detik ia menyadari pintu sialan tersebut tidak tertutup untuk menyembunyikan mereka, gairah Taehyung malah membuat Sung Rin menyadari sensualitasnya. Sewaktu Taehyung melingkarkan tangannya di lekuk pinggul Sung Rin dan menariknya menempel erat pada tubuh Taehyung yang berotot dan kuat, kenikmatan liar menyala-nyala di sekujur tubuh Sung Rin bagaikan kebakaran hutan tak terkendali.
Lidah Taehyung mendesak ke dalam mulut Sung Rin yang lembap dan lembut dengan serbuan erotis, setiap desakan menjelajah tersebut membuat tubuh Sung Rin menggila. Dengan jantung mengentak-entak, Sung Rin berjuang untuk bernapas namun tetap bergantung pada Taehyung. Menyadari desakan tegas gairah pria itu, merasa terbakar dan bukannya jijik dengan bukti tersebut.
Dengan rona samar menghiasi tulang pipinya yang indah, Taehyung melepaskan Sung Rin dan menarik napas terengah. "Kurasa itu sudah menjadi pernyataan yang cukup mengesankan tentang maksud kita."
Dengan kesadaran yang muncul agak lambat, Sung Rin menghela napas dalam-dalam seperti orang tenggelam, kakinya nyaris tidak kuat menahan bobot tubuhnya selagi ia bersandar ke dinding. Sung Rin tak sanggup memahami apa yang baru terjadi di antara mereka. Bukan saja karena pria itu telah merangkul dan menciumnya; namun ada kenyataan yang jauh lebih mengganggu bahwa ia telah bersikap layaknya wanita jalang dalam pelukan penuh gairah itu. Sung Rin merasa hancur akibat pengkhianatan tubuhnya sendiri yang merespons tuntutan Taehyung dan didapatkan pria itu dengan mudah.
"Maksud kita?" tanya Sung Rin dengan suara goyah, menyadari bahwa koridor sekarang sudah kosng. Wajahnya memanas ketika dengan ngeri menyadari bahwa ia, yang membanggakan diri karena selalu bersikap profesional dalam lingkungan kerja, baru saja melakukan dosa tak termaafkan.
"Kesempatan yang terlalu bagus untuk dilewatkan," ujar Taehyung, mata gelapnya tersembunyi di balik bulu matanya yang hitam dan tebal.
Sung Rin begitu marah mendengar penjelasan tersebut sampai ingin menampar Taehyung keras-keras. "Kau bilang kau tidak suka melecehkan karyawan."
"Jika kau mengira kita bisa meyakinkan orang bahwa kita memiliki hubungan khusus tanpa sesekali menunjukkan semangat bak sepasang kekasih, maka kau pasti sangat naif," balas Taehyung datar. "Tapi itu hanya untuk pertunjukan umum. Jika hanya berduaan, pertunjukan itu tak ada."
"Kau tak perlu mengatakan hal itu padaku." Tak percaya dengan kendali dirinya yang lepas saat berada di dekat Taehyung. Dengan pahit menyadari ia tak bisa mundur lagi untuk mempertimbangkan risiko peran itu, Sung Rin mengatupkan bibirnya rapat-rapat. "Boleh aku pergi sekarang?"
Taehyung melirik Sung Rin dengan penuh pertimbangan. "Ya. Aku akan menemuimu di hotelku malam ini jam sembilan dan kita bisa membahas detail lainnya. Aku menginap di hotel Belstone House_"
"Malam ini aku tidak bisa," gurau Sung Rin, tak sanggup menahan diri.
"Harus bisa," Taehyung menyarankan. "Aku akan kembali ke Seoul besok."
Dengan anggukan kecil menyatakan persetujuan, meski merasa geram, Sung Rin berjalan ke luar lagi, punggungnya yang ramping tegak lurus. Tapi ia bahkan lebih marah pada diri sendiri daripada kepada Taehyung. Bagaimana ia bisa kehilangan kesadaran dalam pelukan pria itu? Namun, ia memang tidak pernah merasa seperti itu dengan pria. Tidak, bahkan saat dengan Kim Jae Joong yang merupakan cinta pertamanya. Wajah Sung Rin memucat, menekan pikiran tak mengenakkan tersebut. Apa yang dirasakannya ketika berumur sembilan belas tahun sulit untuk diingat. Tiga tahun kemudian Kim Taehyung sudah membuatnya lengah. Jelas pria itu memiliki teknik yang hebat dalam berciuman, tetapi kenapa bukan kebenciannya terhadap pria itu yang menang?
Dengan wajah memerah dan bingung menghadapi sesuatu yang tidak bisa ia jelaskan, Sung Rin masuk ke mobil di pelataran parkir T-Industries dan melaju ke tampat yang disewanya di pinggir kota. Di sana ia bergabung dengan tiga stafnya untuk beres-beres dan menyelesaikan pekerjaan hari itu. Waktu sudah menunjukkan pukul lima pada saat Sung Rin menutup toko, dan yang bisa dipikirkannya hanyalah bagaimana bisnisnya bisa menjadi begitu rapuh hingga satu pembatalan kontrak bisa menghancurkannya.
***
To Be Continue
YOU ARE READING
The Disobedient Mistress (Serial Sister Brides Book#2)
RomanceSINOPSIS : Ketika adiknya tewas dalam kecelakaan mobil, Kim Taehyung bertekad membalas dendam kepada Yang Min Suk, politisi besar yang diduga bertanggung jawab terhadap insiden tersebut. Taehyung pun menelusuri masa lalu politisi itu dan menemukan...