#6

93 6 1
                                    

Sudikah kamu menjadi satu-satunya makhluk yang kucintai?
-Adam Albert Adrian-

💙💙💙

"Saya terima nikah dan kawinnya Hana Renata binti Bapak Aryo dengan maskawin .... "

"SAH!!!" Jawab mereka serempak dan jelas terdengar di indra pendengaranku.

Tanpa sadar air mata keluar dari persembunyiannya, aku menangis dan memeluk Bunda juga Mamah Lisa yang ikut menangis bahagia.

"Akhirnya putri cantik Bunda sudah jadi milik orang lain." Ujar Bunda mengelus lembut punggungku.

"Makasih ya sayang sudah mau menerima Adam apa adanya." Sambung Mamah yang juga sama mengelus punggungku.

Tak berapa lama, ada suara seseorang mengetuk pintu. Bunda dengan sigap mengambil tisu lalu mengelap lembut pipiku yang basah terkena air mata. Dan Mamah membukakan pintu untuk orang yang mengetuk tadi.

Kulihat dengan jelas pria berbaju putih berdiri tepat di depanku, aku lalu mengambil tangannya dan mencium punggung tangannya.

Hening. Kami tak bersuara sama sekali, hingga ada yang mengetuk pintu meminta kami untuk turun ke bawah dan segera menuju ke gedung untuk acara resepsi pernikahan kami.

Adam lalu menggandengku menuruni anak tangga secara perlahan, karena gaun yang kukenakan begitu mekar hingga membuatku sedikit sulit untuk menuruni anak tangga.

Wajah bahagia tergambar jelas di wajah Ayah, Bunda dan Mamah juga para tamu undangan yang sedang menyaksikan kami, raja dan ratu sehari ini.

Sebelum menuju mobil, kami melakukan sungkeman terlebih dahulu. Aku memeluk erat tubuh Ayah, baru hari ini aku melihat air mata Ayah membasahi pipinya. Aku tak kuasa menahan air mataku juga dan menangis dalam pelukan Ayah.

Sama halnya saat Adam memeluk Ayah, Ayah seperti sedang membisikkan sesuatu padanya dan memeluknya erat. Begitu juga Bunda pada Adam.

Setelah selesai sungkeman kami lalu pergi ke mobil yang sudah di siapkan. Mobil kami si 'Pengantin' yang paling belakang, mobil untuk Ayah dan Bunda di depan mobil untuk Mamah dan Kak sarah beserta suaminya.

Sudah setengah perjalanan, namun jalanan mendadak macet total. Aku dan Adam lalu penasaran apa penyebab kemacetan ini. Lalu supir yang membawa mobil kamipun mengatakan bahwa di depan ada kecelakaan.

Aku dan Adam memutuskan untuk turun dan melihat keadaan di depan sana. Suara sirine mobil ambulan kini mulai terdengar mendengung di telinga, suara teriakan dan tangisan di mana-mana.

Sampai sepasang mataku menangkap kerumunan orang yang aku yakini itu adalah korban dari kecelakaan ini. Kutarik Adam untuk mendekat kearah kerumunan itu hendak melihat siapa saja korbannya.

Betapa terkejutnya aku saat melihat korban-korban itu adalah kedua orang tuaku. Kakiku langsung terasa lemas dan hampir tumbang. Aku berlari sebisaku membelah kerumunan itu ke arah Ayah dan memangku kepalanya di pahaku.

Darah segar keluar dari tubuh dan kepala Ayah, Bundapun demikian dengan di pangku oleh Kak Sarah yang sedari tadi sudah menangis tak karuan.

Aku tak bisa berkata lagi melihat keadaan kedua orang tuaku. Mulutku seakan terkunci, air mataku tak bisa berhenti mengalir. Kini gaun putihku berlumuran darah di mana-mana dan aku sudah tak memperdulikannya lagi.

Ayah perlahan membuka matanya dan memberi kode jika dia ingin berbicara dengan kami, tapi dia tak sanggup melakukannya.

"Ayah.. Ayah kuat kan? Ayah harus kuat ya, mobil ambulan sedang menuju kesini. Ayah harus kuat ya demi Hana Ayah. Hiks..." Aku lalu melihat ke arah Bunda yang tak bergerak sama sekali. "Bunda juga, Bunda harus kuat demi Hana Bun. Kita ke resepsi pernikahan Hana ya."

Adam lalu memelukku erat, dia tak kuasa menahan air matanya lalu ikut menangis dengan aku yang tak berhenti berbicara menguatkan kedua orang tuaku.

"Ha... Na... Ha... Russ... Ba.. Ha... Gia... A.. Dam... A... Yah.. Ti.. Tip... Hana... Ya.." Ujar Ayah terbata-bata.

Tak berapa lama terdengar Ayah menghembuskan nafas terakhirnya dan itu membuatku semakin berteriak memanggil Ayah.

"Ayah... Ayah harus kuat, Ayah Hana gak mau sendirian Hana masih perlu Ayah... Ayah bangun... Ayah tidur kan Mas? Ayah tidur kan? Bunda juga kan Kak? Bunda lagi tidur kan? Bangunin mereka Kak, bangunin mereka Mas."

Aku menangis sejadi-jadinya, Adam lagi-lagi berusaha menenangkanku dan langsung menjatuhkanku dalam pelukannya.

"Kita do'ain Ayah sama Bunda pergi dengan tenang ya Hana."

💙💙💙


Ikut nangis gak? Aish😥
Puing aja nangis loh...

Gimana dunk sama Hana? Bakalan bahagia gak sama Adam?

Pantengin terus yak DDCnya😚
Jan lupa juga tinggalin jejak dan terus semangatin Puing yak, karena semangat dari kalian berpengaruh banget buat karya-karya Puing nantinya.

Peluk cium online dari puing😚

Diam-Diam CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang