Perasaan

497 33 7
                                    

Rian Ardianto tersenyum lebar dan membuka kedua tangannya, yang tentu saja kusambut dengan penuh suka. Ia mendekapku dengan erat, walau hanya beberapa detik, tapi tetap hangat.

"Makasih ya udah dukung aku" ujarnya, masih dengan senyum yang melekat.

"Jangan makasih ah, kan udah tugas aku dukung kamu" balasku. Entah mengapa, memang aku sedikit kurang suka kalau Mas Rian menunjukkan rasa terima kasihnya kepadaku tentang hal-hal yang memang sudah jadi tugasku hahaha.

"Yuk" ajaknya. Ia menggenggam tanganku dan menarikku bersamanya.

Sekitar sejam setelah pertandingannya melawan pasangan ganda Jepang, Kamura-Sonoda, Mas Rian memang mengajakku untuk makan malam bersama. Lebih telat dari jam makan malam biasanya memang, tetapi karena besok dia sudah harus berangkat lagi ke Singapura, aku rela mengingkari dietku untuk tidak makan terlalu malam.

Ia mengajakku ke sebuah restoran Jepang tidak jauh dari hotelnya menginap. Tanpa bertanya, ia langsung memesankanku chicken katsu curry udon, beef curry udon untuk dirinya, dan dua ocha dingin.

"Kenapa senyum-senyum gitu?" tanyanya

"Hehe abis kamu kayak udah tau gitu aku mau makan apa"

"Oh ya kamu mau pesen apa? Tadi itu aku pesenin buat Fajar, katanya dia mau nyusul, suruh pesenin makanan dulu biar dia bisa langsung makan"

"Yah :( " aku mengerutkan bibir, "Kirain kamu pesenin sekalian buat aku"

Ia tertawa, menjulurkan tangannya untuk bermain dengan rambutku, "Ya buat kamu lah. Tapi bener nanti Fajar mau nyusul, gapapa ya?"

"Ya gak apa-apa dong. Bukannya biasanya kamu ya yang gak mau kita gak berdua aja?"

"Nggak, aku nggak pernah gitu"

Bohong. Asal kalian tau ya, Rian itu paling susah kalau diajak ketemu sama temen-temenku yang lain, kata-katanya selalu seperti ini: "Kan aku maunya pacaran sama kamu, bukan nongkrong bareng". Memang sih alasannya cukup kuat, katanya dia sudah menghabiskan banyak waktu untuk latihan / bertanding, lalu ingin menghabiskan waktu berdua aja. Biasanya kalau aku suka sedikit memaksa untuk bertemu dengan temanku/temannya yang lain, dia bakal ngambek, atau seperti yang Fajar bilang pundung.

"Mau ikut aku ke Singapur aja nggak?"

"Apa? Kamu ngarang-ngarang aja. Singapur kan lebih mahal Mas dari KL. Hotelnya mahal, makannya mahal, aku kan juga beli tiket pulang-pergi sekalian kemarin"

"Aku bayarin dulu deh"

"Apasih ih. Aku nggak ada uang buat bayar kamu lagi nanti"

"Yaudah nggak usah dibayar nggak apa-apa"

Aku tertawa, "Rian Ardianto kamu nih ngarang-ngarang aja deh!"

Dia ikut tertawa, "Aku serius nih" kemudian langsung berhenti tertawa dan pura-pura memasang wajah serius

"Nggak, aku udah bolos kuliah minggu ini. Nggak mau bolos lagi"

"Yah tapi kan kamu jarang-jarang nonton aku"

"Aku selalu nonton ya! Kamu aja yang nggak liat aku nonton. Kadang lagi kelas pun aku live streaming diem-diem buat nonton kamu doang" ini serius guys.

"Abis kalau ada kamu, aku gak mikirin yang lain"

"Heh??? Yang lain??? Cewek lain maksudnya???"

Rian terkekeh, "Ceweeek mulu pikirannya. Bukan, maksudnya komentar-komentar orang"

Aku menghela napas. Memang tidak lama setelah pertandingan selesai, kolom komentar di Instagram Rian / Fajar / akun Badminton Indonesia dibanjiri dengan komentar-komentar pedas yang menjelekkan kemampuan Fajar-Rian.

"Sekarang perasaan kamu gimana?" Tanyaku serius

"Ya, biasa aja"

"Biasa aja gimana nih?"

Ia menundukkan kepalanya, seperti yang ia biasa lakukan saat ingin mengungkapkan hal yang cukup banyak menyita pikirannya, "Jujur ya, aku gak maksud sombong, tapi aku cukup puas karena bisa ngalahin Kevin-Koh Marcus. Seakan beban aku ada yang hilang aja gitu setelah berhasil."

"Terus?"

"Kalau lawan Jepang ya, mungkin memang banyak kesalahan di aku sih, aku akuin. Cuma siapa sih yang mau kalah? Aku juga mau menang kok"

"Iya aku ngerti"

"Aku tau kamu ngerti, tapi yang lain kayaknya nggak"

Diskusi ini terhenti sejenak saat pramusaji mengantarkan pesanan kami yang dibalas dengan terima kasih kecil dari Mas Rian.

Aku berdehem sebelum melanjutkan, "Kalau menurut aku ya, mereka komentarin kamu yang jelek-jelek karena mereka mau kamu menang juga, cuman dengan cara sesat aja gitu ngingetin kamunya"

Ia tertawa "Iya sih bener"

"Lagian pelatih kamu pasti liat duluan kan kamu kurangnya dimana-dimana aja, terus nanti dikasih latihan lagi buat diperbaiki deh"
"Iya sih" jawabnya lagi sambil memainkan ujung sumpitnya diatas udon.

"Yuk makan! Aku laper"

"Laper mulu, nanti beratnya naik nyalahin aku"

"Astaga Rian Ardianto, ini kan juga kamu yang ngajak makan malem-malem gini"

"Iya iya iya" ucapnya sambil mengulurkan tangan kanannya untuk mencubit pipiku pelan, kemudian tangannya turun menggenggam tanganku, "Janji ya dukung aku terus"

Tatapan yang dalam dan nadanya yang serius membuatku gak bisa berkata apa-apa. Tetapi Rian langsung mulai menyantap makanannya seakan perkataannya itu tidak berarti. Buatku, Mas Rian tidak perlu berterima kasih atas dukunganku, selama ia aku tau bahwa ia menghargai dan memang menginginkanku terus mendukungnya hihi.

"I love you, Masjom"

"CIEEEE JOM DIBILANG LOVE YOU SAMA PACARNYA DIBALES DONG"

ASTAGA AKU BENCI BANGET SAMA YANG NAMANYA FAJAR ALFIAN.

Adoring You (Rian Ardianto)Where stories live. Discover now