X-tra : Tenang

49.9K 2.8K 586
                                    

Oke masih dalam edisi Xtra yang di private yooo :) sengaja unggah tengah malam ... biar suara notifnya gak terlalu berisik dan sayanya gak di bom pake vote dan komen wkwkwk ... selamat menikmati. sampai jumpa selasa depan :)

Pintu kamar hotel itu terbuka.Seraut wajah asing yang sampai tadi membuatku murka muncul dan menatapku terkejut.

“Boleh aku masuk Tuan Adirangga?” tanyaku padanya sesopan mungkin.Aku tau, mungkin sudah telat bagiku untuk beramah tamah dengannya sekarang. Tapi aku berharap dia masih mau berlapang hati menerimaku.

Pemuda di hadapanku mengangguk perlahan sambil membuka pintu kamarnya lebih lebar.Aku masuk melewatinya begitu saja dan dia melangkah dibelakangku setelah sebelumnya menutup pintu.Kami berjalan menuju keruang duduk kamar suite yang ditempatinya atas permintaanku pada pihak kedutaan kerajaan.

Kami duduk dalam diam selama beberapa menit. Terus terang saja aku bingung mau memulai ini dari mana.

“Jadi aku harus memanggilmu apa?” tanyanya datar.

“Maaf?” tanyaku sambil mengangkat kepalaku untuk menatapnya.

Dia menarik sudut-sudut bibirnya dengan enggan, “Pertama kali bertemu, kau mengenalkan dirimu sebagaiku Akbar, dokter keluarga El-Talal dan tadi aku baru mengetahui kalau dirimu Pangeran Yousoef El-Talal. Jadi aku harus memanggilmu apa?”.

Aku tersenyum datar, “Yousoef, panggil aku Yousoef ...begitulah semua orang memanggilku, dan aku memang dokter pribadi dikeluarga El Talal kurasa begitu.”

Dia kembali menatap dengan dahi berkerut keheranan sesaat, “Jadi Yang Mulia, apa yang membuat Anda datang kemari? Apa Anda ingin minta maaf padaku?”

Aku mendengus sinis. Laki-laki ini, berani sekali dia mengatakan itu padaku. “Tidak sama sekali,” kataku tegas. “Sampai saat ini aku berkeyakinan kalau kalian bersalah kepadaku.”Matanya melebar saat aku menyebut kata ‘kalian’.

“Anda tidak melakukan hal yang buruk pada Annisa kan?” dia mulai kelihatan sedikit cemas saat bertanya padaku.Kekhawatirannya pada wanita yang tak lain adalah milikku membuatku mengetahui kalau perasaannya pada Annisa lebih dalam dari yang terlihat dipermukaan.

Memikirkan kalau pada kenyataannya mereka saling mengkhawatirkan saja bagiku sangatlah menyakitkan, membuatku merasa bagai orang ketiga diantara mereka berdua.

“Dia istriku, Mr.Adirangga,” aku menatapnya serius tanpa bisa menutupi ketidaksukaankuatas apa yang ditanyakannya tadi. “Jadi kurasa apa yang kulakukan padanya tidaklah menjadi urusanmu.”

Dia menundukkan kepalanya, “Maaf.” ucapnya singkat. “Kalau melihat bagaimana wajahmu tadi sore, aku...yang kupikirkan hanyalah Anda pasti sudah membunuhnya.”

Aku tertawa lepas begitu saja. Bukan karena apa yang dikatakannya itu lucu menurutku. Melainkan pada kenyataannya aku malu menyadari kalau sifat emosionalku telah membuat dia melihat segalanya.

“Dia baik-baik saja,” seingatku seperti itulah keadaan terakhir sebelum aku meninggalkannya tertidur sendirian dikamar.

Kulihat dia hanya sekilas tersenyum lega, “Lalu untuk apa Anda datang padaku sekarang?”.

“Aku ingin Anda membantunya.”

“Membantunya?”

“Membantunya menjadi dirinya yang hebat”

“Apa maksud Anda?”

Aku menghela nafas sesaat sebelum melanjutkan kalimatku, melakukannya sambil berpikir serius tentang keputusan yang ‘terpaksa’ harus kupilih demi melakukan segalanya dengan benar.

TKI (Tenaga Kerja Istimewa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang