"Tanyakan padanya, Meira. Siapa yang telah menghamilinya?" tanya Aldi sambil memandangku tajam.
"Jangan pernah tanyakan itu padaku!!" Suara Sagita terdengar begitu marah hingga akhirnya ia menubrukku keras. Kepala ini terasa berat, pandanganku samar-samar lalu lambat laun menjadi gelap.
Sayup-sayup aku mendengar seseorang menangis pilu, kucoba membuka mata walau terasa sangat berat, kusandarkan tubuhku di dinding belakangku. Di mana ini? Aku baru sadar kalau ini bukanlah lorong rumah sakit tadi, di mana Aldi?
"Al ... Aldi ... Kau di mana?" teriakku, tak ada balasan, hanya suara tangisan itu yang terdengar. Aku berdiri mencoba mencari sumber suara itu, penerangan di sini sangat kurang sehingga membuatku harus berhati-hati saat berjalan.
"Siapa yang menangis di sana?" teriakku lagi, senyap, tak ada jawaban apapun lalu tangisan itu lambat laun menghilang. Kuusap lengan dan leherku yang tiba-tiba merinding, kuedarkan pandanganku kesekeliling, tempat ini tak asing bagiku, tapi di mana ya? Aku terus melangkah mengikuti feelingku saja.
"Bagaimana? Apa dia sudah mati?" Terdengar suara bisik-bisik dari balik dinding. Kudekatkan telingaku mencoba mendengar lebih jelas lagi.
"Sudah, lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?" Ada suara balasan yang tak kalah berbisiknya.
"Tenang saja, bawa tali ini."
"Untuk apa?"
"Kita akan buat dia seolah meninggal karena gantung diri."
"Kau yakin?"
"Tentu saja, aku sudah memikirkan ini matang-matang. Ayo cepat, sebelum yang lain bangun."
Aku terdiam sesaat, mencoba mencerna percakapan mereka. Langkah mereka terdengar semakin menjauh, kuberanikan mengintip dan benar saja mereka sudah tak ada lagi dibalik dinding ini. Aku berjalan lagi menyusuri tempat ini, langkahku terdengar sangat jelas karena sepinya lokasi ini.
Srekk! Srekk! Srekk!
Terdengar seperti benda berat yang diseret paksa, aku terdiam dibawah gelapnya malam, mau berlari sembunyi tak mungkin karena suara seretan itu terdengar sangat dekat. Aku takut mereka melihat dan melukaiku, karena perasaanku mengatakan mereka bukan orang baik-baik.
Terlihat dua orang berpakaian serba hitam sedang menyeret benda besar itu dengan sangat pelan-pelan. Aku menajamkan penglihatanku, itu ... bukan benda biasa, itu seperti ... manusia? tapi tak bergerak sama sekali walau ia diseret seperti itu, dia masih hidup atau sudah mati? Pikiranku berkecambuk, mereka menyeretnya lagi sampai masuk ke sebuah ruangan lalu menutupnya.
Aku segera berlari, mendekati ruangan itu dan berdiri di samping jendela. Terdengar suara berisik dari dalam sana, aduh ... apa yang sebenarnya yang mereka lakukan? aku sangat penasaran tapi bingung mau melihat mereka dari mana? Ah, mataku tertuju pada ventilasi di atas jendela. Aku harus mencari sesuatu untuk naik dan melihat dari ventilasi itu.
Ada drum air besar yang penuh air di ujung sana, segera aku berlari dan menumpahkan semua isinya secara perlahan lalu segera membawa ke dekat jendela dan membaliknya, setelah kupastikan aman, aku segera naik dengan hati-hati. Mataku memicing saat menyaksikan apa yang mereka lakukan.
"Siapa mereka? Dan untuk apa tali itu dipasang di atas sana?" Aku terus mengamati sampai akhirnya mereka mengalungkan tali dari kain berwarna merah itu ke leher seseorang yang tergeletak di bawah sana.
Perlahan tali itu mereka tarik dengan hati-hati sampai mengangkat tubuh orang yang tergeletak itu, "Sagita!" pekikku dalam hati kaget, tangan dan kakiku seketika gemetar melihat sosok yang dikalungkan dan ditarik ke atas itu adalah Sagita.

KAMU SEDANG MEMBACA
KAMAR NOMOR 13 (Belum Direvisi)
TerrorMeira, gadis cantik itu tadinya hidup dengan tenang tiba-tiba terusik saat ia menempati kamar nomor 13 yang sudah kosong hampir dua tahun. Konon, dulu penghuni kamar itu meninggal secara mencurigakan. Sosok diduga arwah Sagita--penghuni kamar yang s...