Hari-hari di sekolah berangsur-angsur tenang tidak seperti biasanya. Rupanya sedikit demi sedikit kejahilan Lui berkurang , hal itu membuat guru-guru tersenyum penuh kemenangan.
“Eitttsss. . .jangan senang dulu.” gumam Lui ketika menyadari guru-guru mulai ramah padanya.
Ternyata dia telah merencanakan kejutan yang lebih besar yang tentunya akan membuat sekolah itu gempar.
Esoknya, apa yang terjadi? Lui beserta teman-teman cowoknya dan juga teman sekelasnya melakukan aksi demo karena guru-guru terlalu banyak memberikan tugas pada siswa-siswinya. Ada kertas yang bertuliskan “Guru-guru menyiksa kami dengan tugas” ada juga yang menulis “Banyak tugas yang diberikan, banyak pula uang yang dikeluarkan!” Yah namanya saja sekolah, memang harus begitu kan?
Kejadian ini menarik para wartawan untuk meng-expose sekolah Lui tapi dengan sigap diusir oleh security.
Setelah pihak sekolah berhasil mengontrol kekacauan ini dan keadaan sudah mulai kondusif, barulah mereka tahu siapa dalang dibalik semua kejadian ini, ya siapa lagi? Provokatornya adalah Luiska Sahr, yang tentunya langsung di bawa ke BK dan berlanjut ke Kantor Polisi. Waduh! Kantor Polisi? Kok jadi ribet begini sih masalahnya!
Di kantor polisi dia di interogasi, yah bahasa halusnya di tanya-tanya banyak hal oleh petugas tetapi, dia tetap saja memasang muka enggak bersalah dan cuek, oh my God! Disampingnya sudah ada kakaknya yang menjelaskan duduk perkaranya dengan pelbagai alasan dan akhirnya dia dibebaskan tentunya dengan perjanjian ini-itu, huft lega.
“Lui, kakak enggak mau dengar kejadian ini terulang lagi, lagian apa sih maksud kamu melakukan ini semua? Belum puas kamu melihat kakak di panggil terus ke sekolah kamu? Kakak benar-benar enggak mengerti dengan sikap kamu!”
“Maaf kak, aku cuma. . .”
“Sudahlah kakak enggak mau mendengar alasan apapun! kakak harus kembali ke kantor dan kamu kembali ke sekolah! Ingat jangan ulangi perbuatan ini!”
“Ya kak.” Setitik air mata mengalir dari mata Lui saat Lukas telah meninggalkanya, tapi setelah itu dia tersenyum dan menghapus air matanya.
“Ini kehidupanku, seharusnya aku senang.”
Sementara itu, Ken cepat-cepat menyusul Lui dengan motornya, dia begitu mengkhawatirkan keadaan Lui.Sesampainya di depan kantor polisi dia bertemu dengan Lui yang baru keluar. Lui berusaha menghindari Ken tapi dengan cepat Ken menarik tangannya lalu menggenggamnya erat-erat. Setelah sempat berpandangan sekilas Lui melepaskan tangan Ken dan marah-marah.
“Apaan sih kamu!”
“Hentikan semua ini Lui, aku mohon.”
“Heh! Kamu pikir aku melakukan apa? Dan kamu enggak punya hak untuk menyuruh aku menghentikan apa yang aku lakukan!”
“Meskipun enggak tahu dengan pasti penyebabnya tapi aku tahu kamu melakukan ini semua karena kamu pernah tersakiti, ya kan Lui?”
“Jangan sok tahu dan kamu enggak berhak mencampuri urusanku!”
“Aku berhak mencampuri urusan seseorang yang aku sayang!”
Mereka berdua diam terpaku untuk beberapa saat, Ken tidak mengira dia berani mengungkapkan itu dan Lui juga enggak menyangka kalau Ken bakal seberani itu mengungkapkan perasaannya.
“Sorry, kamu bukan siapa-siapa bagiku.” Lui memalingkan mukanya.
“Dengar, kalau untuk masuk ke kehidupan kamu aku harus menjadi sesuatu bagi kamu, jadikanlah aku pacarmu.”
Air mata ketulusan menetes dari mata Lui untuk yang pertama kali dari sekian lamanya, dia tak sanggup mendengar kata-kata itu, terlintas sejenak bayangan masa lalunya dia takut menyayangi kalau untuk tersakiti, dia juga takut menyakiti Ken. Dia bersitegas untuk mengakhiri semua ini, mengabaikan perasaan Ken juga perasaannya sendiri.
“Tolong Ken, pergi dan jauhi aku, anggap saja kamu enggak pernah mengenal aku atau kamu memilih aku yang pergi.” Dengan tegas Lui mengatakan itu lalu pergi meninggalkan Ken yang masih terpaku menatap punggung Lui.
🐒🐒🐒
KAMU SEDANG MEMBACA
Ternyata
Teen FictionLuiska, gadis ceria kelas 3 SMA bertemu cintanya disekolah. Namun hubungannya dengan Kenneth Emmanuel Lase, teman sekelasnya itu membawanya pada suatu kenyataan yang menyakitkan.