Kiran melangkah masuk ke dalam kelasnya yang sudah riuh karena suara
teman-temannya. Wajahnya tidak menampilkan ekspresi apa pun,
sebenarnya itu sudah biasa. Jika di sekolah Kiran lebih banyak diam dengan
wajah datarnya, namun jika di depan kedua orang tuanya ia akan
mengeluarkan sifat manja dan kekanak-kanakannya. Itu semua ia lakukan
untuk mengalihkan pikirannya dari masalahnya."Pagi Kiran." sapa teman sebangkunya, Lili.
"Pagi." balas Kiran tanpa mengubah ekspresinya. Di kelasnya, atau bahkan
di sekolahnya hanya Lili saja yang tetap berteman dengan Kiran dalam
situasi apa pun. Lili tidak pernah mempermasalahkan sifat Kiran, tidak
pernah menanyakan, dan tidak pernah meminta Kiran untuk mengubah
sifatnya. Itulah mengapa Kiran nyaman berteman dengan Lili. Hanya Lili
saja temannya sejak SMP.Namun sikapnya akan berbeda lagi jika berhubungan dengan Ririn. Kiran
selalu memberikan tatapan tidak suka, sinis, dan merendahkan setiap kali ia
tidak sengaja berpapasan dengan Ririn. Seolah-olah ada kebencian yang
sangat besar terhadap Ririn sekalipun Kiran tahu bahwa Ririn tidak
sepenuhnya bersalah.Sebenarnya kebencian itu bukan timbul karena Ririn, tapi karena ada
sesuatu yang terjadi di antara mereka dan hanya diketahui oleh mereka. Tapi
masalah itu berdampak pada kehidupan Ririn dan Kiran, sekalipun
keduanya tidak pernah masuk dalam masalah mereka.Seketika perhatiannya teralih ketika melihat seorang gadis berkacamata di
depan kelasnya yang sedang menatapnya. Ia pun segera keluar tanpa peduli
tatapan bingung dari Lili. Gadis tadi juga langsung pergi ketika dilihatnya
Kiran mulai berjalan ke arahnya.~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~
Kiran mengikuti gadis tersebut hingga sampai di taman belakang sekolah.
Gadis berkacamata tersebut langsung memberikan beberapa lembar kertas pada Kiran saat mereka telah berhadap-hadapan. Kiran mengangguk sekali
setelah melihat sekilas isi dari kertas-kertas itu. Lalu ia mengeluarkan
beberapa lembar uang seratus ribu dan memberikannya pada gadis
berkacamata tersebut.Gadis tersebut langsung pergi setelah menerima bayarannya tanpa
mengatakan apa pun. Kiran kembali melihat isi dari tumpukan kertas
tersebut, lalu menyunggingkan senyum miring. 'Audrian Bastian Atmaja. Lo
target gue selanjutnya.' batin Kiran. Lalu ia kembali ke kelasnya diiringi bel
masuk.
~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~
Kriiiinnngggggg......
Bel tanda istirahat berbunyi, membuat seluruh kegiatan belajar-mengajar harus dihentikan sementara untuk kembali mengisi perut setelah berjam-jam terjadi proses belajar-mengajar. Begitu pula di kelas Ririn.
"Kantin yok" ajak Rian pada kedua temannya yang langsung diangguki Ririn dan Sisi.
Mereka berjalan keluar kelas berbarengan dan tak jarang pula murid yang mengenal mereka menyapa dan dibalas senyum tipis oleh ketiganya. Sesampainya di kantin Rian langsung menuju ke stand makanan dan memesan makanan untuk mereka bertiga. Sementara itu, Ririn dan Sisi menelusuri setiap bangku di kantin untuk mencari tempat kosong untuk mereka.
Setelah Sisi menemukan sebuah meja kosong agak pojok, ia lalu menepuk pundak Ririn. Sisi menunjuk ke meja yang tadi dilihatnya saat Ririn telah membalikkan badannya. Ririn mengikuti arah telunjuk Sisi dan mengangguk lalu keduanya berjalan bersama ke meja tersebut.
Tak lama kemudian Rian datang dengan nampan berisi 2 mangkok bakso dan diikuti si penjual yang juga membawa nampan berisi Ririn piring batagor dan 3 gelas es jeruk. Seusai si penjual menaruh pesanan mereka ketiganya kompak mengucapkan terima kasih pada si penjual.
YOU ARE READING
BETWEEN US
Teen FictionKalian pasti berpikir anak orang kaya tentulah punya kehidupan yang lebih sempurna dari pada orang lain. Nyatanya tidak selalu seperti itu. Dia, Ririn, anak dari pengusaha yang sangat sukses. Kalau anak orang kaya lainnya mendapat uang yang banyak d...