(3)

5 1 0
                                    

Kriiiinnngggggg......

Bel tanda istirahat berbunyi, membuat seluruh kegiatan belajar-mengajar harus dihentikan sementara untuk kembali mengisi perut setelah berjam-jam terjadi proses belajar-mengajar. Begitu pula di kelas Ririn.

"Kantin yok" ajak Rian pada kedua temannya yang langsung diangguki
Ririn dan Sisi.

Mereka berjalan keluar kelas berbarengan dan tak jarang pula murid yang mengenal mereka menyapa dan dibalas senyum tipis oleh ketiganya. Sesampainya di kantin Rian langsung menuju ke stand makanan dan memesan makanan untuk mereka bertiga. Sementara itu, Ririn dan Sisi menelusuri setiap bangku di kantin untuk mencari tempat kosong untuk mereka.

Setelah Sisi menemukan sebuah meja kosong agak pojok, ia lalu menepuk pundak Ririn. Sisi menunjuk ke meja yang tadi dilihatnya saat Ririn telah membalikkan badannya. Ririn mengikuti arah telunjuk Sisi dan mengangguk lalu keduanya berjalan bersama ke meja tersebut.

Tak lama kemudian Rian datang dengan nampan berisi 2 mangkok bakso dan diikuti si penjual yang juga membawa nampan berisi Ririn piring batagor dan 3 gelas es jeruk. Seusai si penjual menaruh pesanan mereka ketiganya kompak mengucapkan terima kasih pada si penjual.

"Weekend pada mau ke mana?" tanya Sisi memecah keheningan membuat Rian dan Ririn menoleh sebentar padanya sebelum kembali melanjutkan memakan bakso mereka.

"Weekend ini sih gue gak ke mana-mana. Kalo kalian?" tanya Sisi lagi.

"Gue juga gak ke mana-mana"  Ririn yang lebih dulu menjawab yang diikuti anggukan Rian.

"Gue juga sama" ucap Rian.

"Kalo begitu main ke rumah gue yaaaa"pinta Sisi memelas. Sebenarnya Ririn dan Rian sudah menduga kalo Sisi akan meminta sesuatu karena Sisi sering menghabiskan weekend bersama keluarganya. Bahkan Ririn berani bertaruh Sisi akan memintanya- "Khusus Ririn harus nginap di rumah gue" lanjut Sisi –untuk menginap di rumahnya.

"Hmm" balas Ririn namun itu mampu membuat Sisi mengepalkan tangannya ke atas sambil menyerukan yes dengan cukup nyaring sehingga sontak seluruh pengunjung kantin menoleh padanya karena suaranya yang terlalu kecil. Hal itu membuat Ririn menundukkan kepala karena malu dan Rian yang mengangkat kedua tangannya seolah berkata "Gue gak kenal".

Sisi langsung nyengir gak jelas dan mengucap "sorry" tanpa suara begitu mendapat tatapan peringatan dari kedua sahabatnya. Ririn dan Rian hanya mendengus kesal dan kembali melanjutkan acara makan mereka yang tertunda.

Usai makan mereka saling melempar candaan untuk satu sama lain. Hingga tak terasa sudah waktunya untuk kembali ke kelas. Bel kembali berbunyi membuat seluruh siswa berjalan ke arah kelas masing-masing.

Tidak lama setelah mereka bertiga duduk di bangku masing-masing seorang guru berkacamata masuk dengan sebuah buku tebal dan setumpuk kertas. Seketika kelas yang tadinya riuh menjadi sangat hening ketika pak Opik, guru Biologi melayangkan tatapan tajamnya ke seisi kelas.

"Bapak sungguh kecewa pada kalian. Dari 35 murid di kelas ini, hanya 5 saja yang tuntas ulangan bapak? Memangnya kurang apa bapak dalam mengajar kalian" ucap pak Opik dramatis.

"Kan bapak yang jarang masuk kelas karena sering ngurus murid bermasalah itu." gumam seorang siswa tapi dapat didengar pak Opik.

"Memangnya kalian kira untuk apa semua buku yang ada di perpustakaan? Kenapa tidak ada dari kalian yang berinisiatif untuk belajar mandiri atau bertanya jika memang belum mengerti?" ucap pak Opik lagi sambil melepas kacamatanya. Semua murid diam karena tahu tidak dapat membantah lagi. Lagi pula kalau bukan senior, guru yang selalu benar bukan?

"Sebagai hukuman kalian semua kecuali Angel, Ririn, Sisi, Geraldo, dan Stevanus membuat rangkuman materi dari bab Ririn sampai bab 3" putus pak Opik yang sontak mendapat dengusan pasrah dan kesal dari seluruh murid kecuali kelima anak yang namanya disebut pak Opik tadi.

Rian yang juga tidak tuntas sontak membuka buku catatannya, berharap ada yang dia catat dalam buku catatannya sehingga dapat mengurangi beban meringkasnya. Namun naas, catatannya bahkan tidak sampai 3 halaman membuatnya serasa ingin menangis saat itu juga.

Ririn yang memperhatikan gerak-gerik Rian langsung terkekeh geli dan juga kasihan. Rian menolehkan kepala ketika mendengar kekehan dari Ririn, memandangnya tajam membuat Ririn langsung terdiam seribu bahasa. Namun sedetik setelahnya tatapannya berubah memelas membuat Ririn ingin tertawa karena wajah konyolnya Rian.

"Ririn teman Rian yang cantik, pintar, dan baik hat-"


"Iya-iya nanti gue sama Sisi pasti bantuin kok" ucap Ririn memotong ucapan Rian. Tentu saja Rian langsung tersenyum senang dan mencubit kedua pipi Ririn gemas.

"Makasih ya Ririnnya Rian yang baik bangeeettt" ucap Rian namun langsung melepas cubitannya ketika pak Opik memanggil namanya dengan tatapan maut yang sudah dilayangkannya.

"RIAN! Khusus kamu buat ringkasan sampai bab 7, TITIK!" tegas pak Opik membuat Rian melotot tak percaya. Namun bukannya kasihan, teman sekelasnya justru menertawainya yang sedang menanggung nasib sial.

"Sudah, diam semua"pak Opik kembali bersuara membuat kelas hening seketika. "Kita lanjut pelajaran kita" ucap pak Opik dan memulai pelajarannya.

"Ririn, Sabtu malam jadikan ke rumah gue?" bisik Sisi.

"Iya Sisi. Udah ah, diam dulu. Kalo ketahuan bisa dapat masalah kita." balas Ririn dengan berbisik juga.

"Aku kan cuma ingin memastikan saja." balas Sisi dengan nada manja, Ririn langsung menatap jijik pada sahabatnya. Baik Ririn maupun Sisi tidak sadar bahwa pak Opik telah memperhatikan mereka sedari tadi.

"Sssttt, heh kalian berdua! Gak sadar apa dari tadi diperhatiin pak Opik?" Rian ikut-ikutan berbisik, mengingatkan kedua sahabatnya.

"Ekhem", suara berat milik pak Opik membuat Ririn sontak mengangkat wajah menatap pak Opik yang juga menatap balik dirinya.

"Heh, lo gak usah ikutan nimbrung deh. Gue ngomong sama Ririn bukan elo." balas Sisi. Ririn menyenggol lengan sahabatnya itu, berharap Sisi akan melihat ke arah pak Opik yang mulai berjalan ke meja mereka.Rian juga langsung menutup rapat mulutnya ketika disadarinya kehadiran pak Opik di samping meja Sisi.

"Heh gue ngomong sama elo, Rian." Ucap Sisi mulai meninggikan suaranya karena merasa diabaikan oleh Rian. Maklum, Sisi anak tunggal yang selalu dimanja dan tidak pernah diabaikan. Rian tetap menutup rapat mulutnya dan berpura-pura menulis apa pun di bukunya. Begitu juga dengan Ririn.

"Ekhem...ekhem..." Pak Opik kembali berpura-pura batuk dengan lebih keras. Sisi langsung diam seribu bahasa.

"Sisi?" panggil pak Opik.

"Eh, bapak. Kenapa pak?" tanya Sisi sok polos pada pak Opik yang wajahnya telah merah karena geram dengan siswi teributnya itu.

"Berdiri! Maju ke depan, dan angkat satu kaki kamu sambil jewer telinga kamu sendiri!" perintah guru berkacamata tak ingin dibantah. Dengan berat hati Sisi melangkah ke depan kelas dan menjalankan hukumannya. Dari tempat duduk, Ririn dan Rian berusaha menahan tawa. Kasihan dengan teman mereka yang satu itu.

~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~

1020 kata.

Terakhir revisi 7 Oktober 2019.

Publish 7 Oktober 2019.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 07, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

BETWEEN USWhere stories live. Discover now