Chapter 1

5.6K 309 40
                                    

Rasa nyaman dan hangat yang menyelimuti tubuh sungguh merupakan hal tersulit untuk disingkirkan begitu saja. Kegelapan yang menakutkan menjadi sebuah perubahan baru yang melingkupi mata terpejam tanpa perlawanan. Sebuah hal yang patut dirasakan setiap orang di dunia ini. Termasuk pria yang sedang tertidur lelap di sebuah ranjang berukuran besar—terlalu besar untuk dirinya sendiri, tanpa pendamping. Bukan berarti dia tidak memiliki pendamping yang selalu menemani tidur lelapnya. Tidak berarti pendamping itu hilang atau kabur begitu saja tanpa mengucapkan kata ' selamat tinggal' atau 'sampai jumpa' padanya.

Ini adalah hal yang sungguh berbeda, disaat sebuah ikatan yang mengikat tubuh dan jiwa pria itu kepada si pendamping hidupnya sudah tertanam begitu kuat. Suami dan istri. Selamanya? Mungkin. Bila hubungan mereka bisa berjalan baik-baik saja, walaupun dihantam oleh sebuah hantaman keras yang mengganggu kenyamanan masing-masing. Itu yang dikatakan oleh orang-orang. Kehidupan rumah tangga tidak semudah yang diperkirakan. Dan hal itu sedikit mengusik pasangan muda ini, yang terlalu muda untuk menikah. Bisa dibilang begitu. Terlalu terburu-buru? Atau karena terlalu cepat untuk mengambil sebuah keputusan? Sepihak ataupun tidak? Itu tidak bisa menjadi landasan sebuah ikatan yang terikat murni tanpa syarat bagi mereka. Karena satu hal yang berhasil mengikat hubungan mereka menjadi sekuat ini—seperti pengkait yang saling mengait. Cinta. Sedikit klise, seperti sebuah film romansa yang terlalu lama untuk ditonton. Munafik. Palsu. Cerita dongeng. Mungkin itu yang dipikirkan kebanyakan pasangan muda, ataupun mungkin tua, karena hubungan setiap pasangan yang tidak berjalan sesuai pandangan masing-masing. Idealisme yang berbeda. Kadang keputusan untuk berpisah dapat terucap dengan sendirinya dari masing-masing mulut setiap pasangan, disertai argumen keras kemudian.

Namun, percayakah bila cinta murni itu benar-benar nyata? Tidak seperti obsesi ataupun sebuah ketergantungan yang mengikat jiwa hingga membuatnya rusak. Tidak seperti overdosis karena obat-obatan yang memakan tubuh hingga ketulang. Ini adalah sebuah ikatan yang saling membutuhkan satu sama lain, saling mengikat janji dengan setia hingga akhir hidup. Sebuah mimpi yang menjadi nyata. Tidak pergi menjauh.

*
*
*

Tangan pria itu menjangkau kasur kosong di sebelahnya, mencari-cari sesuatu untuk diraih. Atau seseorang. Selain selimut kusut yang terlihat terlalu besar untuk menutupi tubuhnya, menyatu dengan ranjang besar itu. Mencari sebuah kehangatan lain yang menghilang dari jangkauannya. Tapi tidak bisa ditemukannya dengan mudah.

Sesuatu menghantam perutnya tiba-tiba, sentakan kuat yang hampir membuatnya mengumpat. Tapi diurungkannya kemudian, mengingat sebuah janji yang sudah dikeluarkan dari mulutnya itu kepada istri tercintanya. Tidak boleh ada umpatan yang keluar selama di dalam rumah, ataupun di luar rumah . Mungkin itu akan sedikit sulit untuk dilakukan pria keras kepala ini—sekedar memenuhi janji yang menurutnya tidak masuk akal itu.

"Bangun!"

Teriakan di telinganya membuat mata pria itu perlahan terbuka dan mengerjap. Namun, rasa kantuk yang terlalu berat sedikit menghambat otaknya untuk berpikir, juga gerak tubuhnya. Sebelah tangannya menepuk-nepuk ranjang di sebelahnya, mulai naik ke arah perutnya yang ditindih oleh sesuatu yang hangat, keras, juga sedikit ringan. Dia tahu hal ini.

"Bangun Daddy!" Suara itu bergema lagi, namun terdengar sedikit berbeda. Lebih melengking dan terdengar tajam. "Daddy! Daddy! Daddy—"

"Kau berisik Aleyna! Kau mengganggu tidur daddy," bisik suara yang terdengar lebih lembut, membuat pria itu sedikit terkekeh geli. Sedikit mirip dengan dirinya.

"Aku mau Daddy! Daddy!" teriak suara melengking itu—Choi Aleyna—seorang anak perempuan yang terlalu keras kepala untuk berhenti berteriak. Bahkan, untuk mengganggu tidur nyenyak ayahnya. 

The Choi's Family Story ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang