Bagian 2

26 5 3
                                    


"Kau yang bilang jikalau kau baik-baik saja, namun pada kenyataannya?apa kau benar-benar baik-baik saja?" –Devan Arditya


"GUE JADIAN SAMA DEA!" Jawabnya senang.

Bagaikan petir di siang hari yang terik. Petir itu langsung menyambar hatiku. Pas sekali. Oh, tidak, Devan. Bukan itu yang ingin aku dengar darimu. Bukan itu, sungguh. Kurasakan hatiku sakit sekali, sesak. Dan aku yakin, setelah ini air mata akan meluncur dari pelupuk mataku, mereka sudah mengantri untuk terjun dari sana. Tak pernah aku merasa sesakit ini, biasanya pun ketika Devan bersama gadis lain aku tak marah.

Kenapa, Devan? Kenapa harus Dea? Kenapa tidak gadis lain saja?

"Ohh," aku mencoba untuk tidak terlihat kaget. Aku menahan air mata yang ku bendung, kurasa tidak lama lagi dugaanku benar. Dan ya, bendunganku berhasildibobol oleh segerombol air mata itu, ya, hampir seperti mahasiswa-mahasiswa atau orang-orang yang demo lalu datang ke gedung pemerintah namun ditahan oleh petugas keamanan, tapi akhirnya beberapa dari

mereka berhasil masuk ke dalam gedung. Ya, kira-kira seperti itulah perumpamaannya.

"Selamat, ya, semoga langgeng. Udah kan ngomong nya?Kalo gitu gue balik dulu. Dadah, Devan!" Aku bergegas melepaskan tanganku dari genggaman Devan, dan berlari sejauh mungkin.

**

Kurasakan ponsel dalam saku rok ku bergetear, segera aku membukanya. Ku lihat sebuah pop up chat dengan nama Bestie disana. Tanganku gemetar. Aku ragu membuka pesannya atau tidak. Aku tidak terlalu yakin, tapi akhirnya tetap saja pesan itu kubuka. Namun, saat ku baca pesan singkatnya itu. Aku tersenyum getir.

Bestie

Makasih udah nangis bahagia buat gue, Diar. Lo emang sahabat paling baik. Lv u Diar.

Dan makasih untuk sayatan luka terdalam di hati gue. Makasih, Devan.

Ku balas pesannya dengan singkat, jelas, mewakili perasaan campur adukku saat ini.

Devan

Tak seperti biasanya ia bersikap begitu. Biasanya ia selalu tersenyum bahkan tertawa ketika aku berhasil merayu seorang gadis. Namun kali ini apa? dia menangis? Oh, yang benar saja, dia pasti menangis bahagia. Dia menangis bahagia untukku. Tentu saja, dia kan sahabatku.

Segera ku merogoh saku celana seragam abu-abuku dan mengambil ponselku dari dalam sana. Ku buka aplikasi chat, lalu ku cari kontak bernama Diar disana, setelah ku temukan segera ku ketikkan pesan untuknya.

Me

Makasih udah nangis bahagia buat gue, Diar. Lo emang sahabat paling baik. Lv u Diar.

Read

Tak lama kemudian sebuah pesan masuk ke ponselku. Rupanya Diar sudah membalas pesanku, cepat sekali.

Diar

:)

Singkat banget. Ah elah bodo amat deh, dia kan emang cuek.

This PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang