Pemuda itu sangat tahu dan dirinya juga sangat mengerti jika menjadi manusia yang memiliki banyak rahasia kelam bukanlah sesuatu yang menyenangkan.
Duka membebani tiap langkah yang dia pijak, dan godaan untuk berbagi atau setidaknya bercerita pada orang lain kerap kali menghampirinya. Tetapi, Jimin tetaplah seseorang yang ingin menyimpan semua lukanya sendiri, menyelesaikan masalah-masalahnya tanpa melibatkan entitas lain. Tidak ada Taehyung, nenek, paman Yoongi atau pun Jungkook. Pengecualian untuk adiknya, sebab Jungkook sudah mengetahui salah satu luka yang Jimin simpan rapat-rapat; keburukan Mama.
Masih ada satu kenangan suram yang awalnya hanya Jimin simpan untuk dirinya sendiri, namun mulai tersingkap, dan Jungkook lagi-lagi menjadi pihak yang mengendus tabir tersebut. Jimin sedikit bernapas lega tatkala mendapati Jungkook yang salah persepsi. Self-harming. Tidak apa jika adiknya berpikir demikian, dibanding anak itu harus mengetahui fakta sebenarnya; alasan mengapa ada bekas luka gores hampir di seluruh tubuh Jimin.
Setelah kematian papa, kehidupan Jimin yang semula tidak terlalu berat, perlahan-lahan di bahunya mulai ditimbun beban yang membuat Jimin selalu dihujani teror di setiap sekonnya. Ada luka yang bercabang, getir yang menyebar ke peredaran darah dan menyakiti setiap inci jiwa pun raganya.
Bumi yang diguyur hujan air mata, hari yang begitu suram, pakaian hitam dan duka yang menyelimuti suasana haru di pemakaman papa. Jimin ingin menangis, tetapi tidak ada satu pun air yang menetes dari maniknya. Bukan, bukan karena Jimin takut air mata akan membasahi plester yang ditempel di pipi kanan dan melahirkan sensasi perih pada luka di dalamnya. Tentu saja bukan karena itu.
Isi dari otaknya seperti terbuang entah ke mana hingga membuat kepalanya terasa melompong. Jerit tangis Mama yang teredam dalam rengkuhan nenek, Jungkook yang histeris dalam rangkulan paman Yoongi dan Jimin yang membisu dengan sorot mata yang diarahkan pada sosok pemuda yang berdiri di seberangnya. Lantas, Jimin menunduk—menatap sepasang sepatu hitam yang tampak kotor karena terkena lumpur. Pemandangan itu jauh lebih baik, ketimbang harus melihat seringai mengerikan yang ditampilkan Hanbin.
Takut. Takut. Takut.
Perasaan takut menggerayanginya, bayangan Hanbin yang membawa pisau tajam kembali melintas. Suara ancaman yang mengintimidasi terus berdengung di telinganya. Kala itu, Jimin mengangguk tanpa melawan. Anak itu mengikuti semua instruksi Hanbin. Kepada pihak kepolisian, Jimin berkata jika yang menyerang papa adalah pria bersenjata tajam yang berbadan besar dan berkepala plontos. Luka di pipi Jimin itu karena digores pencuri itu—meski sebenarnya Jang Hanbin adalah dalang sesungguhnya; penjahat yang sudah melukainya dan juga merampas nyawa papa.
Kejahatan Hanbin tidak berhenti sampai di situ saja. Setelah pemakaman papa, pemuda itu mulai secara berkala berkunjung ke toko bunga milik Mama dan sewaktu-waktu bisa menjemput Jungkook di sekolah dan mengantar adiknya pulang. Jimin yakin, Hanbin itu sedang merencanakan sesuatu yang buruk. Jimin jadi cemas sendiri, sebab tahu kalau ternyata Hanbin memang tidak main-main dengan ancamannya. Hanbin bahkan secara terang-terangan mengatakan kalau dirinya berniat membunuh Mama dengan menabrak wanita itu dengan mobilnya atau membunuh Jungkook dengan membubuhkan racun pada susu pisang yang diberikannya. Mau, tidak mau, Jimin menyerahkan dirinya untuk terlibat dalam rencana menarik yang dibisikkan Hanbin pada malam kematian papanya.
Situasi buruk yang membuat Jimin terkurung dalam ketakutan yang sama besarnya seperti ketakutannya pada hantaman rotan yang dilayangkan Mama. Tetapi, setidaknya Mama dan Jungkook dapat bebas dari ancaman Hanbin. Meski harus mengorbankan dirinya sendiri, Jimin tidak apa. Asalkan Mama dan Jungkook baik-baik saja.
Percaya tidak jika Jimin bilang kalau Jang Hanbin adalah seorang psikopat—ah, tidak. Perhalus saja sedikit. Jang Hanbin ini senang sekali jika melihat orang lain menderita. Pria setengah waras itu akan tertawa lepas tatkala dirinya mendapat kesenangan bila menyakiti orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Phoebus
Fanfiction[TAMAT | SUDAH DIBUKUKAN] phoebus; sun. cahaya yang ia miliki kian meredup bersama sekon demi sekon yang ditempuh olehnya diiringi dengan rasa sakit yang terus bergelantung tanpa tahu diri. pada akhirnya jimin justru berpijak di atas keputusasaan, d...