Pagi itu, Aku melihat ada yang aneh di ruang makan. Sosok yang sudah sangat tak asing bagiku, tengah duduk dan seperti sedang menunggu seseorang.
"Mama?"
"Eh anak kesayangan Mama akhirnya bangun juga."
Ternyata Ia menungguku.
Ia menyambutku dengan senyuman paling manis didunia. Mama belum berangkat? Biasanya jam segini mobil Mama udah ngga ada di teras.
Aku tau.. Semarah apapun Aku ke Mama, Aku tetap ngga bisa marah lama-lama. Apalagi, pagi ini Tuhan telah memberiku pemandangan yang indah. Ia duduk di meja makan, bersamaku. Bagiku itu sudah lebih dari cukup.
Selama ini, Ia sibuk seperti itu kan juga untukku. Harusnya Aku bisa mengerti itu. Bukannya malah marah. Harusnya Aku bisa paham kalau menjadi single parents seperti Mama tidaklah mudah. Harusnya Aku lebih bersyukur. Karena di luar sana, ada yang lebih tidak beruntung dibanding Aku.
"Mama semalem pulang jam berapa?"
"Hmm.. Kayaknya jam sebelas malem, Al. Oiya, kamu mau sarapan apa? Roti atau nasi goreng?"
"Apa aja, Ma."
"Yauda kalo gitu, Mama buatin nasi goreng dulu ya."
Aku tak menjawab ucapannya. Tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut ini. Fokusku, hanya mengatur kata-kata yang nantinya akan ku sampaikan sebagai permintaan maaf ke Mama.
Dan tak lama, Ia datang dengan sepiring nasi goreng hangat yang ada di tangannya.
"Nih... udah jadi nasi gorengnya. Dimakan ya, Al."
"Mama..." Aku mendengar suaraku sendiri bergetar.
"Kenapa sayang?"
Sayang? Aku bahkan tidak ingat kapan terakhir kali Mama memanggilku dengan sebutan itu. Aku tidak bisa. Tangis ini, pecah dengan sendirinya.
Mama terlihat kebingungan denganku.
"Hey.. hey.. Ada apa, Nak?"
Aku butuh waktu. Ku tarik napas dalam-dalam, dan mencoba menyampaikan kata demi kata yang sudah kurangkai tadi.
"Maafin Al ya Ma. Al sempet marah ke Mama. Al kira, Mama udah ngga sayang lagi sama Al. Karena Mama ngga pernah punya waktu buat Al. Tapi sekarang Al paham, apa yang Mama lakuin sekarang, itu juga buat Al nantinya. Buat masa depan Al. Al minta maaf ya Ma, Al udah marah ke Mama..."
Tak kusangka, tangisnya pun pecah. Aku jadi merasa bersalah karena sudah menghancurkan lukisan terindah Tuhan. Aku malah mengubah senyum Mama menjadi tangisan.
"Anak Mama sudah besar... Kamu makin lama makin dewasa, Al. Maafin Mama ya, Nak... Bukannya Mama ngga mau menyisihkan waktu Mama untuk kamu. Tapi Mama ngga mau kalau nantinya kamu jadi orang yang ngga berhasil kaya Mama. Itu kenapa Mama selalu bekerja keras untuk kamu. Mama menyesal karena telah membuat kamu merasa kalau Mama udah ngga sayang sama kamu. Maafin Mama ya, Nak."
Ya Tuhan, kenapa jadi Mama yang minta maaf? Aku Ma yang salah, bukan Mama.
Aku tak menjawab ucapannya. Tapi aku membalasnya dengan pelukan hangat yang sudah lama sekali menghilang.
Aku berbisik ke telinganya
"Aku sayang Mama."
"Iya, Nak. Mama juga sayang sama kamu." Lalu Mama menciumku.
Pagi ini Aku sangat berterima kasih kepada Tuhan. Karena Ia telah memberikan lagi apa yang selama ini pernah menghilang. Tolong, biarkan momen seperti ini abadi. Agar tidak ada lagi kesibukan-kesibukan atau apapun yang dapat menciptakan jarak tak terlihat antara Aku dan Mama.
"Ma, Aku berangkat sekolah dulu ya."
Kuraih tangannya. Tangan-tangan yang penuh kasih sayang, ku cium lembut sembari berpamitan.
"Hati-hati ya."
"Iya, Ma."
Aku meraih helm yang diberikan Mang Ujang.
"Mari bu.." ucap Mang Ujang.
"Iya Mang, titip anak saya ya. Pastiin selamat sampe sekolah."
"Siap bu!"
"Assalammualaikum, Ma."
"Wa'alaikumsalam."
Ada seribu alasan Aku bisa berangkat sekolah dengan menggunakan mobil. Tapi entah kenapa, motor Mang Ujang lebih mencuri perhatian. Motor yang bisa dibilang keluaran lama itu, mampu membuatku nyaman dalam 30 menit perjalanan. Dan Aku adalah tipe orang yang tidak suka berlama-lama berada di jalanan apalagi jika terjebak padatnya lalu lintas. Aku lebih suka mengurangi kemacetan dengan cara naik motor.
~~
"Woy! Bengong aja lo!" teriakan Raka menyadarkanku dari lamunan.
"Ah, ganggu aja si lu!"
"Kenapa, Al?" tanya Kafka.
"Gapapa, Ka."
"Halah gapapa-gapapa. Daripada lu ngelamun ga jelas kaya gini, gimana kalo sekarang kita pergi ke cafe baru deket sekolah? Gimana? Setuju ngga?" tawaran Raka sangat menggiurkan.
Iya juga ya, udah lama Aku ngga minum kopi.
"Yauda bentar, gua beresin tas dulu."
"Nah gitu dong!"
Raka terlihat semangat sekali. Sementara Kafka, sepertinya Ia punya banyak sekali pertanyaan yang akan ditanyakan nantinya kepadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
HUJAN
RandomTentang hujan.. yang kadang membawa kebahagiaan, tetapi juga menghantarkan kembali kenangan yang sudah lama di lupakan.