"Tante, Al nya saya pinjem dulu ya." begitu dia bilang.
Pagi ini, Kafka menjemputku untuk diculik sebentar katanya. Ia ingin membawaku ke suatu tempat. Sudah bisa ditebak kali ini Aku akan dihujani ribuan pertanyaan. Bisa jadi dari A sampai Z akan ditanyakan.
"Emang gua barang, apa? Lo pinjem-pinjem seenaknya?"
"Hehe."
"Ma, Al pergi dulu ya."
"Iya, hati-hati ya sayang. Pulangnya jangan malem-malem."
"Beres, Ma."
"Siap, Tan..."
Kami berjalan menuju mobil hitam yang terparkir diluar pagar. Sangat bersih. Ya, Kafka memang sangat benci sekali kata kotor. Berbeda sekali dengan Raka yang terlihat "bodo amat" dengan apa yang Ia punya.
"Silahkan masuk tuan putri." pintu bagian depan Ia buka.
"Apansi, Ka. Pake acara kaya gini segala."
"Gapapa lha. Sekali-sekali."
Kami berdua naik, dan segera memulai perjalanan. Dan Aku, sudah bisa dibilang diculik dari sekarang.
Awalnya, tidak ada yang bersuara. Hanya sunyi yang berada diantara kita. Sadar kalau Aku tengah melamun, Kafka membuka mulutnya..
"Al..."
Aku tidak mendengar kata-katanya. Pikiranku melayang entah kemana. Tatapan ku kosong lurus ke depan. Yang ada di kepala ini hanya satu nama. Naufal.
"Al? Are you okay?" diulangnya kembali perkataannya sembari meletakkan tangannya diatas tanganku.
Eh...
"Ha? Lu ngomong apa?"
"Kan..."
"Sorry sorry. Gua bengong ya?"
"Kenapa Al?"
"Hah? Kenapa?... Kenapa apanya?"
"Lu kenapa?"
Tidak mungkin aku mengatakan yang sebenarnya. Aku harus bisa mencari alasan. Agar dia bisa percaya kalau aku baik-baik saja.
Ia kembali menyadarkanku dari lamunan.
"Ah tuan putri sekarang hobinya bengong nih. Ga asik."
"Sorry, Ka. Gua gapapa ko. Cuma.. emang lagi kosong aja pikirannya."
"Lu tuh ngga bakat bohong."
Kami tiba disebuah kedai kopi yang tidak asing lagi. Ini kedai kopi dekat sekolah.
"Duduk sini yuk." ajaknya
Aku yang masih tidak punya semangat untuk melakukan apa-apa, hanya bisa menurut saja.
"Lu mau apa?"
"Gua... Apa aja deh."
"Tukan, lu ngga biasa banget kayak gini. Biasanya lu paling semangat kalo mau di traktir. Lu mikirin apa sih, Al?"
Mulutku masih terkunci. Aku tidak punya nyali saat ini.
"Yaudah, kalo gitu gua pesenin cappucino aja ya?"
Aku hanya mengangguk mendengar kata-katanya.
"Mas!" tangannya melambai ke salah satu pegawai kedai yang ada disana.
Sosok laki-laki itu datang dengan membawa nampan dan buku menu, untuk selanjutnya dilanjutkan dengan bertanya "Iya Mas, ada yang bisa saya bantu?"
"Cappucinonya dua. Yang satu ga pake gula ya."
Cappucino... Tanpa gula?....
Pikiranku kembali mengingat kenangan masa lalu yang sampai sekarang belum berniat ku lupakan. Kala itu, banyak sekali tugas menumpuk menjelang akhir dari semester dua.
Ia mengajakku untuk mengerjakan tugas di sebuah cafe.
"Mas, cappucinonya satu gapake gula. Fa, kamu mau apa?"
"Dor!" Kafka mengagetkanku.
"Kenapa si sekarang hobinya ngagetin orang."
"Ya maaf.. Abisnya lu bengong mulu si."
Aku menghela napas.
"Ada apa si, Al? Lu bisa cerita sama gua. Biar lu ngga cuma main sama pikiran lu aja. Biar lu dapet solusi dari masalah yang lu punya. Biar lu lega, dan ngga bengong-bengong lagi kayak gini."
Aku diam.
Dan Ia menunggu.
Tak tega dengan raut wajah yang kebingungan itu, Aku pun berusaha menjawabnya. Memperbaiki semua yang terlihat salah dimatanya.
"Naufal, Ka..."
Langsung berubah seratus delapan puluh derajat, sepertinya Ia mengerti sekarang.
"Okok.. Kalo masalahnya soal itu, gua ga bakal maksa lu buat cerita sekarang juga. Kalo lu udah siap buat cerita, gua juga siap dengerin cerita lu."
Ya. Hanya Ia yang sangat mengerti Aku. Hanya Ia yang dapat membantuku menyelesaikan masalahku. Hanya Ia yang selalu ada untukku. Maka tak heran jika perubahan seperti ini saja, dapat membuatnya tau kalau aku sedang tidak berada di zona nyamanku.
Aku pun mulai bercerita.
"Naufal.. Udah dua kali gua mimpiin dia."
"Terus terus."
"Selama ini, gua gaperna kayak gini. Gapernah tuh dia dateng ke mimpi gua. Maksudnya, kalo gua lagi kangen, dia ga sampe dateng ke mimpi gua kayak gini, Ka."
"Iyaiya ngerti."
"Lu ngerti?"
"Iya gua ngerti."
Bahkan, belum sampai satu paragraf kalimat-kalimat itu ku ucapkan. Tapi kalian lihat sendiri, kan? Dia sudah bisa mengerti maksudku.
KAMU SEDANG MEMBACA
HUJAN
RandomTentang hujan.. yang kadang membawa kebahagiaan, tetapi juga menghantarkan kembali kenangan yang sudah lama di lupakan.