Dua

4 0 0
                                    

Aku terus menatap orang-orang yang berada di lantai dansa. Meliuk-liukkan badannya kesana kemari dan tertawa seolah tanpa beban yang mereka pikul.

Aku tahu delapan puluh persen orang yang berada dalam ruangan hingar-bingar  yang penuh bau Alkohol yang menyeruak dihidung adalah orang-orang yang punya masalah yang berat sehingga mereka tidak tahu dimana mereka akan melampiaskan segala pikirannya sehingg mereka lebih memilih clubbing sebagai solusi permasalahan mereka.

Yap,sekarang aku berada di salah satu club yang berada di jakarta. Aku bekerja paruh waktu di club ini sekitar 2 tahun yang lalu. Memang gaji tidak seberapa tapi masih bisa menghidupi kehidupan aku dan mama.

"Del"Aku tersentak saat ada tangan besar yang memegang bahuku.

Aku memutar tubuhku"Eh,Roy"Aku tersenyum saat mengetahui Roylah yang memegang bahuku. Walaupun Aku sudah bekerja cukup lama di tempat ini aku masih terus merasa risih. Roy adalah pengunjung setia di club tempatku bekerja, Aku tidak tahu apa yang membuatnya selalu datang hampir setiap malam di club ini. beliau sudah ku anggap sebagai sahabatku atau kakakku ,dia lebih tua dariku terpaut 2 tahun dan sudah kuliah semester 4.

"Lo,kenapa?ngelamun aja,ntar kesambet baru tau rasa"Roy menarik salah satu kursi yang ada di sampingku.

Aku hanya tersenyum menanggapi ucapannya itu.

"Gimana sekolah,Lo?"Tanya Roy saat duduk disampingku dan memesan minuman di Bantender.

"Seperti biasa"jawabku sekenanya. Memangkan tidak ada yang berubah,Aku masih menjadi orang yang dijauhi karena faktor ekonomi.

"Lo,kenapa tiap malam datang kesini? Bosan tau liat muka,Lo"sungguh aku penasaran dengan kedatangan Roy yang setiap malam. Apakah Roy tidak punya teman seperti aku?Karena setiap malam aku tidak pernah melihat dia datang dengan membawa teman. pertanyaan itu terus saja berkecamuk dikepalaku.

"Sorry ya muka gue itu ngangenin,mana ada orang bosan liat muka gue yang ada malah kepincut"Aku hanya pura-pura muntah mendengar tingkat kepedeannya yang begitu tinggi. Memang wajah Roy itu tergolong tampan,bahkan sangat tampan. Bulu mata lentik yang menghiasi mata hazelnya,Alis yang tebal,hidung yang runcing,Rahang yang tegas,serta bibir yang begitu indah. Wajahnya seperti Dewa-Dewa yunani.

"Gak usah lama-lama liatinnya,ntar lo jatuh cinta"Aku hanya membuang wajahku kesembarang arah yang penting bukan kearah Roy. Aku yakin wajahku sekarang pasti udah merah.

"Gak jelas. Udah deh,gue mau bawain pesanan orang"Aku berdiri untuk membawakan pesanan orang yang duduk di meja paling sudut yang diapit oleh cewek-cewek sexy.

Aku membawa minuman-minuman yang tidak ku tahu namanya apa di atas nampan. Aku memang tidak tahu nama-nama minuman yang ada di club dan tidak berniat mencari tahu,karena tujuanku berada di club ini adalah bekerja dan bekerja. oh,ternyata orang-orang yang memesan minuman itu adalah om-om hidunh belang. udah tua masih aja keluyuran gak jelas,ingat keluarga dirumah om.

Setelah sampai aku menaruh minuman itu diatas meja. Tapi saat aku ingin berbalik ada sebuah tangan yang mencekal pergelangan tanganku.

"Buru-buru banget cantik,Duduklah sini"Dia menepuk-nepuk kursi yang ada disebelahnya. Sedangkan cewek yang tadi mengapitnya berpindah duduk dipahanya.

Aku menggeleng"Maaf pak,saya harus bekerja"Aku kemudian berbalik dan berusaha kabur,namun cekalan tangannya begitu kuat di pergelangan tanganku.

"Duduk!"Aku hampir menangis mendengar gertakannya.

Bugh...

Suara pukulan dan patahan tulang terdengar dari arah om-om yang memegang tanganku tadi.

"Roy"gumamku.

Roylah yang menghajar om-om yang tadi memegang pergelangan tanganku. Nampaknya Roy sangat marah sehingga urat-urat dilehernya terlihat menonjol.

Aku baru tersadar saat melihat orang itu sudah terkapar di lantai dengan hidung yang berdarah. Mungkin bunyi retakan tadi berasal dari tulang hidungnya.

"Roy,udah!"Aku berusaha memisahkan Roy dari orang itu tapi Roy tetap saja kalang kabut menhajar orang itu.

"Roy,udah"Hatiku berdesir saat memeluk Roy. Aku malu tapi cara ini cukup manjur menghentikan Roy menghajar orang itu.

"Lo,gak papa?"tanya Roy dengan menangkup kedua pipiku.

Aku menggeleng dan tersenyum"Gue,gak papa"

"kalau Lo,gak papa?"Aku meneliti wajah Roy untuk mencari luka-luka yang tersembunyi. Tapi pandangan kami bertemu yang sialnya membuatku sport jantung.

Roy tersenyum"gue gak papa"

"Makasih ya"

"buat?"Roy mengangkat alisnya bingung.

"semuanya"

"tenang aja,lo udah gue anggap sebagai adik gue. udah sepantasnya gue jagain,Lo"

Aku hanya tersenyum membalas ucapannya. Entah mengapa ada rasa sesak dan rasa tidak rela saat Roy hanya menggapku sebagai adiknya.

*****

para pembaca yang budiman, author mohon di beri kritik dan saran yah...

jangan lupa ☆ ya




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 11, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang