Long weekend~
Ingat ya, ff ini juga memegang prinsip "Publish dulu, edit kemudian"{MELODIA}
Minggu ketiga dan Jimin mulai terbiasa datang ke rumah Yoongi tanpa pendampingan Mirae. Jimin tidak ingin Mirae menghalangi kegiatannya setelah berjam-jam berkutat dengan ketegasan Yoongi dan piano. Meski ia sudah dengan ringan melangkahkan kakinya menuju rumah Yoongi, tapi ketertarikannya pada piano belum juga tumbuh. Hal itu terlihat dari racauan Yoongi setiap kali ia menyuruh Jimin menekan tuts.
“Kim Jimin! Sudah kubilang minggu kemarin, kau harus menghapalkan melodi ini. Aku sudah memberikan keringanan dengan memberi lembar not balok di depanmu , tapi masih saja ada nada yang salah! Temponya juga salah! Tegakkan punggungmu!” Yoongi mengetukkan tongkatnya di punggung Jimin setelah mengetuk piano berkali-kali.Taehyung hanya berdeham kikuk setiap kali Jimin dimarahi. Ia memang sengaja menunggu Jimin selesai belajar. Mereka berdua sudah membuat janji untuk pergi bersama ke danau yang sering Taehyung kunjungi. Bibi Taehyung akan mengantar. Namjoon mengizinkan Jimin bepergian seperti itu dengan catatan bahwa ia harus memberitahu Hoseok jika kelas musiknya sudah selesai. Jimin paham maksud sang ayah yang pastinya akan mengirimkan Hoseok atau Mirae untuk mengawasinya dari kejauhan. Bahkan mungkin sekarang Hoseok atau Mirae sudah berada di area rumah Yoongi. Bersembunyi entah dimana untuk terus memantau pergerakan Jimin. Sudah terbaca. Namjoon tidak akan senaif itu membiarkan anaknya berkeliaran sendirian, apalagi di waktu petang.
Yoongi mengetuk piano lagi dengan lebih keras hingga Jimin tersentak. Yoongi berdecak keras, “Sudah tiga minggu dank au masih belum bisa memainkan melodi dasar seperti ini dengan benar! Kau ini benar anak Kim Namjoon atau bukan?” Yoongi tidak menyaring lagi ucapannya. Tidak khawatir apakah mungkin Jimin akan tersinggung. Tapi nyatanya, Jimin sendiri tidak begitu mempedulikan perkataan Yoongi.
Tak lama, suara ketukan pintu terdengar. Seorang wanita paruh baya masuk ke dalam ruang piano. Langkah yang sangat Taehyung kenali itu membuat dirinya segera berdiri, lalu meraba tasnya untuk kemudian disandang di bahunya. Jimin pun dengan cepat mengambil tasnya di bawah piano dan berdiri pula. Membungkuk cepat pada Yoongi, “Terima kasih atas pelajarannya hari ini, Paman.” Lalu, pemuda itu berlari mendekati Taehyung dan bibinya. Bibi Taehyung tersenyum ramah sembari mengangkat tangan. Berpamitan pada Yoongi yang hanya tersenyum tipis. Masih merasa jengkel karena muridnya tidak bisa diajak kompromi.Sementara itu, Taehyung dan Jimin bercengkerama riang selama di perjalanan menuju danau. Karena Taehyung membawa seorang teman, Bibi Taehyung yang akan mengantarkan mereka sampai di danau, lalu Taehyung bilang ia ingin pulang sendiri ke rumah setelah puas di danau.
“Kau beruntung sekali ya. Bibimu tidak melarangmu pulang sendirian. Kau bebas melakukan apa saja.” Tukas Jimin sambil mengunyah jelly yang Taehyung berikan. Mereka berdua duduk di atas rumput. Petang di danau memang menyenangkan, meski hanya bisa dinikmati sebentar karena ketika gelap datang, danau akan tampak menyeramkan. Tapi untuk saat ini, matahari masih menampakkan wujudnya dan membuat langit menjadi jingga. Indah dilihat.
“Bukankah seharusnya kau yang lebih beruntung, Jimin-ah? Kau kan bisa melihat.”
Jimin memutar bola matanya malas. Bisa melihat, tapi tidak bebas. Saat ini saja, Jimin sudah bisa merasakan kehadiran Hoseok dari ujung jalan. Bersembunyi di antara orang-orang yang sedang mengobrol sambil mendampingi anjing peliharaan mereka jalan-jalan sore. Jimin hanya pura-pura tidak melihat Hoseok yang terus-terusan bertingkah seolah tidak sedang memperhatikan Jimin.
“Jika matamu terang benderang, kau akan lihat betapa malangnya aku karena tidak memiliki privasi sedikitpun.”
Taehyung tergelak mendengar perkataan Jimin, “Ayahmu pasti cemas padamu. Karena itu, dia selalu ingin kau dijaga oleh … eum … siapa nama pamanmu itu?”