Kisah-kasih-kelam Masa Lalu

93 17 4
                                    

"Kematian adalah jembatan yang menghubungkan orang yang mencintai dengan yang dicintainya."

~Jalaluddin Rumi~

****

Lama sebelum peristiwa itu terjadi. Beberapa tahun kebelakang aku pernah menjadi seorang "pengelana" cinta—yang ku harap sekarang tak akan terulang lagi. Iya kamu tidak salah baca. Aku pernah berkelana dari satu perempuan ke perempuan lain. Mencari dari satu wanita ke wanita lain. Lantas pergi jika yang di cari tak kunjung kutemui. Brengsek memang. Tapi itu masa laluku. Sekarang aku (harap) sudah berubah.

Lantas, sebenarnya apa yang aku cari?

Aku menjalin cinta dengan banyak wanita karena aku ingin mengerti: apa itu cinta? Seperti apa itu cinta? Dan bagaimana rasanya jatuh cinta?

Aku sering jatuh cinta, dan mungkin, sedikit-sedikit aku mengerti seperti apa rasanya jatuh cinta. Tapi anehnya, aku sama sekali tak tahu apa dan seperti apa itu cinta. Yang selama ini ku tahu hanyalah sebatas: jatuh cinta-pacaran-putus-cari lagi. Begitu terus, berulang-ulang, tak pernah selesai.

****

Sampai suatu hari aku bertemu dengan seorang perempuan yang dengannya aku tak pernah merasa sedih, aku tak pernah merasa sepi. Denganya, aku bahagia.

Sejak saat itu aku berpikir bahwa dia adalah orang yang cocok denganku. Dia mengerti keadaanku, dan aku pun mengerti keadaannya. Dia menyayangiku, aku pun menyanginya. Dia tak ingin aku pergi, dan aku pun begitu. Dia tak pernah ingin kehilanganku, apalagi aku.

Sampai suatu ketika, saat aku dan dia sedang asyik bercanda, saat kami sedang tertawa bahagia, dia mengeluh sakit kepala—sakit yang amat sangat sakit, sedetik kemudian dia pingsan dengan darah yang keluar mengalir dari hidung serta mulut. Aku panik, cemas. Dengan pikiranku yang sudah tak tahu harus berbuat apa, aku memutuskan untuk lari mengambil kunci mobil, kemudian aku bawa dia ke rumah sakit terdekat. Sebenarnya aku tak bisa mengemudi, aku hanya pernah belajar. Tapi karena rasa panik yang teramat dalam, aku memutuskan untuk mengemudi saja.

Setelah sampai di Rumah Sakit terdekat, dia dibawa masuk ke dalam ruang ICU dan aku tidak diperbolehkan masuk. Aku menunggu dengan cemas—duduk, berdiri, mondar-mandir lalu duduk lagi, berdiri, mondar-mandir. Terus seperti itu sampai dokter keluar dari ruangan.

****

Aku tak tahu dia sakit apa, aku tak pernah tahu, dan dia tak pernah bilang apa-apa. Saudaranya pun tak pernah ada yang memberi tahu.

Setahuku selama ini kita bahagia. Tak ada sedikitpun sedih yang datang menghampiri hubungan ini. Dia selalu ceria, begitupun aku.

Dan kemudian hari itu, akhirnya aku tahu.

****

Aku masih panik menunggu dokter di luar ruangan ICU—duduk, berdiri, mondar-mandir lalu duduk lagi, berdiri, mondar-mandir.

Kemudian Afny dan Faiz datang. Dia langsung bertanya apa yang terjadi terhadap pacarku. Aku mengernyitkan dahi—Yang seharusnya bertanya seperti itu adalah aku. Begitu kira-kira maksud ekspresi wajahku.

Hari itu, saat aku masih cemas menunggu dokter keluar, akhirnya aku tahu apa yang selama ini di sembunyikan pacarku.

"Aku mau memberitahumu sesuatu," ujar Afny.

Aku yang berjalan mondar-mandir seketika berhenti. "Memberitahu apa?"

"Tentang penyakit yang selama ini pacarmu derita," Afny berkata.

"Ceritakan sekarang, aku ingin tahu yang sebenarnya. Aku mohon," kataku memelas.

"Sebenarnya selama ini dia mengidap penyakit pecah pembuluh darah. Kepala dia pernah terbentur keras saat dia terjatuh dari tangga," Afny menjelaskan.

Aku tidak percaya dengan penjelasan Afny. "Tidak mungkin, kamu berbohong. Selama ini dia terlihat baik-baik saja."

"Itulah yang kamu tak tahu Aska. Sebenarnya selama ini dia berusaha menyembunyikannya darimu," Afny memberitahuku

"Kenapa dia menyembunyikannya dariku? Dan kenapa kamu tak memberitahuku Afny?" kataku kesal.

Afny menoleh kepada Faiz yang sedari tadi hanya menunduk. "Aska, setelah ku jelaskan ini, kamu harus berjanji kamu tak akan marah pada kita berdua," ujar Afny padaku. "Sebenarnya dia menyembunyikan ini karena tak ingin kamu bersedih, dan mengkhawatirkan kondisinya. Kita berdua dilarang memberitahumu, Aska."

Setelah mengetahui kebenarannya, aku semakin cemas dengan keadaan pacarku di dalam.

****

Aku masih berjalan mondar-mandir sampai dokter keluar dari ruangan ICU. Aku segera menghampiri dokter itu—yang kurasa berjalan sangat lambat.

"Bagaimana keadaannya dok?" aku bertanya tidak sabaran.

"Dengan sangat menyesal kami harus menyampaikan ini," ujar dokter itu. "Maaf, kami sudah melakukan berbagai cara yang bisa kami lakukan untuk menyelamatkannya. Pembuluh darahnya pecah, dan darah yang keluar sudah terlalu banyak. Kami tak bisa menyelamatkannya. Kami sudah berusaha dengan mengeluarkan seluruh kemampuan kami. Tapi Tuhan berkehendak lain. Maafkan kami," dokter itu berkata dengan nada menyesal.

Aku yang mendengarkan penjelasan dokter tersebut, hanya bisa terduduk lesu dalam keadaan sayu, dan dengan mata yang teramat kuyu, air mataku turun bak air terjun.

Kebahagiaan yang beberapa jam lalu masih kami rasakan, kini hilang. Tak ada lagi suara tawanya yang menyenangkan. Tak ada lagi suaranya yang menenangkan.

Selama ini dia tak pernah membuatku sedih, dia tak pernah membuatku sepi. Dan aku selalu bahagia dengannya. Hari ini, pertama kalinya, dia membuatku merasakan keduanya. Dan bahagiaku hilang bersamanya yang pulang.

Selamat jalan sayang. Semoga tenang di alam sana. Aku sayang kamu—Annisa Aqmarina:')

RESTU SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang