Cerita Kematian

3 0 0
                                    

Aku menangis, semesta terlalu kejam bukan? Setelah memberi harapan ia dengan cepat menghancurkannya, oh atau aku yang terlalu berlebihan?

"Bagaimana lagi, ibu sudah tak punya satu sen pun uang di badan. Semakin mendekati akhir, semakin banyak duit yang harus dikeluarkan. Aku sudah tua" ibu menghela nafas "semakin aku memikirkannya semakin pusing aku"

"Semoga kita nanti mendapat rezeki lebih"hanya ini respon kakak ku

Aku menahan isakan, aku berpura-pura tidur padahal daritadi aku mendengar diskusi mereka. Ya tuhan, betapa aku ingin mati sekarang. Aku selalu menjadi beban dari dulu.

Aku akhirnya tak bisa tidur malam ini, saat ini yang ada di pikiran ku adalah seribu satu rencana bunuh diri.

***
Pagi harinya aktivitas kami seperti biasa, aku mendapati notifikasi dari group yang sedang membahas semua tentang wisuda. Oh ada juga pesan dari teman yang mempertanyakan apakah aku bisa ikut liburan dengan mereka.

Aku menghela nafas panjang, "uang lagi"

Aku tak mengatakan sepatah kata pun tentang ini, takut membebani mereka lagi. Ayahku sudah tak ada, ibuku sudah tua, kakakku tidak memiliki kerja yang baik, gajinya hanya cukup untuk kebutuhannya. Itu pun masih kurang.

Oh, aku lupa kakakku satu lagi. Tapi aku tak akan pernah mengakuinya. Aku bahkan berharap dia mati.

Kakak macam apa yang melecehakan adiknya sendiri? Meneror adiknya? Atau bahkan mengirim konten tak senonoh di sosial media adiknya? Dia pikir triknya menggunakan fake akun tak akan pernah ku ketahui? Yang lebih parah dia bahkan tak bertanggung jawab pada keluarga sejak ayah tak ada. Membayar tagihan listrik saja dia merasa superior. Betapa menjijikannya.

Terbersit pikiran untuk jual diri untuk mendapat uang, toh aku juga pernah mengalami pengalaman hampir di perkosa kan? Kehilangan perawan sepertinya bukan masalah, bukan kah sejak saat itu aku sudah jadi menjijikan dan kotor?

Aku menghela nafas panjang lagi, mencoba mengahalau pikiran yang aneh-aneh di otakku.

***
Hari ini aku kembali ke indekos ku, berada di rumah membuatku tidak nyaman entah karna apa.

Pada akhirnya aku menerima kabar ibuku jatuh sakit, aku merasa bersalah. Dalam pikiran ku ibu sakit karna terlalu memikirkan akan dapat uang darimana untuk biaya wisudahan ku nanti. Aku semakin tertekan.

Aku ingin pulang, tapi kemudian aku sadar. Urusan ku di kampus belum selesai. Kalau aku pulang aku tak akan punya cukup uang lagi. Aku mengeraskan hati dan menutup mata seolah-olah tak mendengar berita itu.

Untuk memperbaiki mood, aku membuka sosial media. Tapi yang ku lihat membuat ku semakin frustasi. Si brengsek yang sudah membuat mimpi buruk untukku terlihat sangat bahagia dan ini membuat ku semakin tertekan.

Pada akhirnya malam ini aku kembali susah tidur dan bermimpi buruk.

***
Sebenarnya aku merupakan orang yang cukup pintar. Aku juga suka membaca, dari sana aku mengetahui beberapa hal.

Setelah tertekan dan menjadi pribadi yang semakin negatif. Pikiran untuk mati semakin kuat. Bahkan setelah aku mengadu pada pemilik semesta, berteman dan mencoba ke lingkungan yang positif.

Tapi di setiap malamku, godaan kematian semakin kuat.

Jadi hari ini, aku mencoba peruntungan. Aku tahu tindakanku akan merugikan orang lain. Hari ini aku berniat bunuh diri dengan alibi kecelakaan.

Aku tidak akan menggambarkan detail kejadian ini, karna aku tak ingin seseorang akan mencoba dan mengikuti untuk bunuh diri juga.

Aku sangat ketakutan pada awalnya, tapi setelah kecelakaan itu dan kulihat darah dimana-mana aku mulai menyesal. Ini keputusan yang salah. Tapi kesadaranku tak akan pernah kembali.

***
Pada akhirnya, di sinilah aku. Melihat berita kematian karna kecelakaan dan melihat tubuh ku yang telah kaku.

Aku tersenyum, sepertinya ini jalan terbaik kan? Korban nyawa hanya aku, yang lain luka-luka. Dan setelahnya, tak ada yang menyadari. Kematian ini sudah ku rencanakan dengan matang. Setelah ini aku tak akan menjadi beban ibu dan kakakku, tak akan ada mimpi buruk lagi.

Tapi, sedetik kemudian. Aku merasakan sakit yang luar biasa. Aku mendengar kakak ku menang histeris dan terlihat sangat rapuh. Ibuku menangis tapi aku bisa melihat betapa dia sangat sedih dan kecewa.

Lalu satu persatu teman, kerabat, dan semua orang datang melayat. Dan si brengsek juga datang. Betapa tak tahu malu. Tapi, anehnya sorot matanya menyajikan penyesalan, kekecewaan dan kesedihan.

Beberapa hari kemudian, aku merasakan menyesal akan keputusanku. Ibuku pingsan berkali-kali dan mengalami kesedihan yang paling menyakitkan. Kakakku berkali-kali menangis di tengah malam. Ah kakakku yang satunya, yang tak akan pernah ku akui hanya terlihat bersalah. Dia masih menjadi orang menjijikan. Lalu si brengsek itu datang tiap hari ke rumah ku, aku tak tau ini hanya akting atau nyata. Tapi kesedihannya berada di tingkat yang sama dengan ibuku.

Aku menyesal.

Sangat menyesal.

Sangat sangat sangat.

Mendekati 40 hari kematian ku, aku semakin merasakan kesakitan yang luar biasa, setelah 40 hari itu. Aku menghilang.

Selamanya.

Sepetak KisahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang