₹1 -Totally

17 1 0
                                    

"Sudah. Kali ini harus benar-benar tampilkan yang terbaik." direhat kira semua sudah selesai, perempuan itu menepuk-nepuk bahu lawan nya, kemudian berucap menyemangati.

"Semua sudah menunggu." tambahnya dengan tersenyum manis.

Park Jimin,

Lapor,

Pria ber-seragam hitam, dengan lambang 'KPS-AS [ KPopular Song-Singer]' lengkap dengan dipasangkan nya mic berpaingatkan telinga kanan nya itu bersiap, seperti bertugas untuk melihat kondisi, apa benar-benar sempurna matang.

"Sudah siap?" semua karyawan pekerja studio melapor, dan disana sudah mengancungkan 'OK' pertanda bahwa acara sudah akan segera dimulai.

Siap,

Dengan 1,2,3. Yak!

Jimin, naik keatas panggung.

Lampu berkilap-kilap dimana-mana, juga lampu sorotan yang tak kalah terang nya itu menangkap sosok Jimin yang mengutak rapih kan baju juga jaket yang dipakai nya saat ini, dibarengi dengan memejamkan mata menunggu kala musik itu berputar ikut meraimakan suasana studio malam hari ini.

Jimin tak berhenti nya tersenyum sumringah, melihat penggemar nya begitu antusias melihat nya menyanyi dengan dibagi koreo dance be-ritme mengikuti alunan musik nya saat ini.

Sesekali Jimin menyibakkan kebelakang rambut depan nya dengan kilat. Tak disangka hal sekecil itu membuat yang menyaksikan nya;ambyar seketika.

Kericuhan, serta seruan nama nya tak henti-henti nya menggema dan penuh di dalam studio itu. Bahkan. Sampai-sampai banyak sekali petugas siaga yang menahan bobot pembatas dari kursi penonton. Memang sudah diberi peringatan, dan banyak perketat-an disana, namun masih saja dinilai kurang. Tidak tahu lagi, membuat beberapa staf kewalahan, tetapi bisa menahan, dan tetap didepan.

Park Jimin, dia membuat para perempuan-perempuan disana gila.

Gila karena pesona nya.
.
.
.
.
.

Semua karyawan, bahkan seisinya disana bertepuk tangan dan bersiul riuh kala Jimin turun dari panggung tersebut dengan keringat yang cukup membasahi wajah, lengan, dan pun mengalir begitu saja di leher sang empu-nya.

"Sangat memukau."

"Wah, kau yang terbaik. Sungguh."

Pujian, maupun tepukkan bahu serta berjabat tangan semua dilontarkan kepada Jimin. Semua begitu senang. Karena apa? Karena begitu mereka tidak sia-sia mengeluarkan banyak pasokan uang yang bermiliar-liaran demi mendatangkan seorang Jimin, penyanyi solo, yang banyak-banyak sekali penggemar. Bahkan dikalangan dewasa dan tua sekalipun. Point plus nya juga, membuat studio acara itu gerbak sampai mencapai peringkat yang sedang 'viral.'

Jimin membalas dengan mengumbar senyuman khas nya. Namun terlalu ramai yang memuji nya, pandangan nya jadi mengedar kemana-mana.

"Hei."

Munculah sosok itu. Yang tadi seperti sengatan ingatan di panggung nya, membuat nya tak takut akan 'demam' panggung.

"Sudah kuduga. Kau kemana? Gila telingaku terasanya pegal, akan pujian dari mereka. Kau tak mendengar itu?" percaya diri nya membuat Jimin menjadi bocah yang tak tahu diri. Senyuman, dan bungkuk-an bersalaman nya tadi hanya sikap manis dari kelihaian nya saja.

"Menyebalkan. Duduklah dulu."

Jimin tak mengadah jawaban dari perempuan nya ini. Ia malah mendorong perempuan itu dengan pelan ke sofa yang disediakan disana. Seperti tadi. Jimin itu bocah. Yang membuktikan itu, saat ini Jimin menaruh bebas kepala nya ke paha perempuan tersebut.

"Astaga. Jimin, bangun!" perintah perempuan itu tak membuat nya berpindah, maupun bergeser. Malah Jimin sekarang mengambil salah satu lengan perempuan itu, lalu menaruhnya di kepala Jimin. Pria itu mengode dengan menggerak-gerakan naik turun tangan perempuan nya itu di rambut nya, guna buat memberi kenyamanan pada kepala nya saat ini.

"Zie Olla, kekasihku. Ayo beri aku sentuhan hangat." yang disuru berdecak sebal. Sudahlah, pikirnya. Karena mau bagaimana pun, Jimin-lah pasti yang maju dengan score yang selalu 1-0 dengan Zie.

***

Ruangan samar-samar tersorot lampu itu terlihat gelap, tak sepenuhnya menderang. Sengaja karena untuk menjaga kefokus-an nya pada satu titik, yaitu dengan kaca persegi panjang yang besar, dengan disisi belakang nya masing-masing diberi speaker portable dengan sistem Two Way. Cukup memberi suara dentuman yang keras didalam ruangan ini.

Gerakan demi gerakan disaksikan oleh kaca besar didepan nya saat ini. Lihai, luntur, bahkan semua gerakan hampir bisa dikuasai.

Decitan, serta tapakan sepatu dari empu-nya, membuat seisi ruangan menjadi ramai, dan teramat asik.

Itu tak berlangsung lama, saat musik yang saat itu memutar kencang kini berhenti dengan disertai pintu ruangan terbuka menampakkan sosok pria yang selalu membuat kesal gadis ini. Hampir tiap hari.

"Kyung Shin Renna! Bisakah kau berhenti? Lihat. Kau sudah cukup berlatih hari ini. Pulanglah." seruan itu membuat yang ditegor diam dengan dua kaki nya sejajar lurus ke arah depan dan belakang. Benar jika gadis itu berhasil melakukan gerakan;split.

Dengan berhati-hati, ia melaraskan lagi kedua kaki nya, lalu berdiri dan menatap pria yang disergah untuk menyuruhnya berhenti tadi.

Masih dengan nafas tersenggal-senggal, Renna menghampiri pria itu.

"Hah-|| Hei. Kau, selalu saja datang saat aku sedang asik merengganggkan otot-ototku, Jeon Jungkook!"

"Sayangnya ku tidak peduli, noona judes." ejeknya tanpa dosa.

Renna mengepalkan kuat kedua tangan dan jari-jari nya itu siap menggocoh mulut pria kelinci didepan nya ini. Namun tak sampai, karena Jungkook sudah berlalu pergi dengan berlari kencang menuju lift.

"Sini kau! Berani-berani nya kau memanggil nama lengkapku, tanpa panggilan 'noona'!" perkelahian tak sampai disitu, kala Renna berhasil mengejar pria itu yang lalu menjambak rambut Jungkook habis-habisan.

***

Lagi, senyuman itu diberikan oleh Jimin.

Angin-AC saat ini sepertinya tak berpengaruh, malah membuat kedua sejoli ini tidak henti-henti nya bergelayut manja di ranjang hotel yang sebelum itu beranjak pergi dari studio Jimin, karena ajakan nakal Jimin itu, pun harus membuat Zie rela terlambat pulang kerumah, hanya melayani bocah satu ini.

"Kau tidak berubah. Sayang. Sayang sekali." ujar Jimin lembut sembari menenggelamkan kepala nya ke curuk leher perempuan nya saat ini, dengan sengaja mengendus-endus bau khas dari gadisnya ini. Badan yang tidak sama sekali ada helai, membuat Zie geli dengan sentuhan dada Jimin yang mengenai area sensitif Zie, yaitu;payudara-nya.

"Manja sekali. Dasar." kekehan kecil Zie keluar begitu saja, tak lama mereka saling hanyut dalam kehangatan diliputi selimut tebal berwarna putih yang mendominasi mereka berdua, hingga terlelap. [≠]

FameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang