kerinduan.

22 2 0
                                    

BGM ;
Utopia - Hujan
Virzha - Tentang Rindu
Aladdin - Desert Moon
Paul Kim - Me After You
X1 - Im Here For You.



* * * * *

Aku ingin pulang.

'Gara-gara rapat ekskul nih, kejebak hujan deh' aku menggerutu sambil menyumpahi Zaki—ketua ekskul yang kuikuti sekaligus teman sekelasku, yang hobinya ngaret. Aku ingin ngadem di kelasku—12 IPA 6, namun sayangnya sore-sore begini kelasku sudah dikunci. Terpaksa, aku meneduh di depan sekolah tepatnya di halte sekolah. Mana jemputanku lama datangnya, mungkin malah tak bakal datang. Inginnya sih tadi, nebeng Yola—kawan bucinku, namun dia sudah diantar pulang oleh pacar kesayangannya itu, cih. Kawanku yang lain sih sudah pulang semua. Gini banged nasib jomblo kayak aku:(

Aku mendongak melihat tetesan air hujan yang turun dari langit. Entah mengapa, tapi aku selalu suka saat air mata tuhan itu membasahi bumi ini. Membuat pikiranku yang tadinya kusut perlahan tenang kembali. Mendengar rintik hujan membuatku teringat akan semua kenangan dan membuat pikiranku melayang jauh.

"Iris."

Fokusku pada hujan teralihkan ketika aku mendengar sebuah suara. Aku menoleh ke suara cowok yang memanggilku. Oh, ternyata itu Arel—anak 12 IPA 4, kawan masa kecilku sekaligus tetanggaku.

"Belum pulang?" tanyanya.
"Kelihatannya?" balasku datar. Ia hanya tersenyum tipis melihat sikapku. "Ayo kuantar pulang, nanti bunda nyariin." ajaknya sopan. Tanpa berpikir dua kali, aku pun mengiyakan ajakannya.

⭐️⚡️⭐️

"Aku pulang, Assalamualaikum!" ketuk ku pada pintu.

Abangku yang membuka pintu. "Eh, adik abang. Maaf yah abang lupa jemput kamu, ehe." cengir Rian—abangku yang saat ini libur kuliah. Aku heran, apasih kerjaannya dirumah, paling cuma makan-nonton-tidur.

Aku cuma menatapnya sinis lalu melewatinya.

"Eh adik ipar gak disuruh masuk tuh, Ris?" tanya abangku jahil sembari melirik Arel yang hanya tersenyum canggung. Aku menyikut rusuk abangku pelan lalu menyuruhnya masuk ke dalam.

Bau petrichor sehabis hujan masih tercium di tanah basah pekarangan rumahku. Hah, mencium aroma petrikor saja sudah membuat perasaanku lega.

Aku menuju ke arah Arel yang masih berdiri di samping motor merahnya, "Makasih tebengannya, Rel." ucapku lirih. Arel hanya terkekeh pelan lalu menepuk kepalaku singkat dan mengusaknya. "Santai aja, kayak sama siapa aja sih. Udah ya, aku duluan." pamitnya. Arel pun pergi lalu masuk ke dalam rumahnya yang berada tepat di sebelah rumahku.

Aku terdiam menatap kepergiannya. Masih terasa tepukan hangatnya dikepalaku, aku menunduk dalam. "Dasar Arel, orang udah susah susah nata hati. Masa diginiin aja aku baper." aku berucap sebal.

Jadi ini alasanku bersikap ketus pada Arel. Iya, Arel—sahabatku dari dalam kandungan sampai sebesar ini. Cowok tinggi, berkulit tan, jenius, alim, hobinya main badminton, bermata cokelat teduh, dan supel. Ini rahasia, tapi aku menyimpan rasa terhadapnya. Aku merasa nyaman dan dilindungi jika bersama Arel, aku kira dulu rasa ini wajar dalam persahabatan kami. Tapi semakin aku tumbuh dewasa, aku sadar rasa sayangku pada sahabatku itu lebih dari rasa sayang seorang teman. Aku memilih memendam dan mengubur perasaanku dalam-dalam pada Arel daripada harus mengorbankan persahabatan kami. Aku tak mau dan tak ingin tahu apakah Arel merasakan hal yang sama denganku. Mungkin, sudah ada seseorang yang mengisi hatinya dan orang itu bukan aku.

⭐️⚡️⭐️

Keesokan harinya, aku pergi sekolah diantar Rian naik mobil. Pas sampai di sekolah, abangku ngomong, "Dek, kayaknya Arel suka kamu deh." Aku langsung menatapnya aneh, lalu buru-buru membalas, "Apasih bang, gausah ngawur." padahal dalam hati udah deg-degan. "Beneran ini abang serius. Buktinya, dia perhatian gitu ke kamu, selalu jagain kamu, pokoknya gitu deh," aku balas dong, "Wajarlah bang, namanya juga temen dari kecil." Abangku gamau kalah, "Tapi ini beda, Dek. Perhatiannya itu kayak cowok ke cewek, bukan sebatas teman aja," Aku memotong ucapannya sambil menampol wajahnya main-main. "Udah ah, bang. Banyak bacotnya. Adek mau masuk kelas nih, keburu bel nanti. Dadah abangku sayang!" aku pun mencubit pipi abangku iseng lalu bergegas turun dari mobil, kabur. Rian cuma geleng-geleng kepala,

"Dasar adek lucknut."

⭐️⚡️⭐️

Abis sholat ashar di sekolah, aku ga langsung pulang kerumah. Aku pergi ke rooftop sekolah, mau melihat senja. Aku bersandar di pembatas rooftop sambil menanti senja yang indah muncul di langit. Aku bergumam, "dan pada akhirnya, aku hanya bersama langit senja dan tanpamu." Maaf yha, tapi aku cuma mau me-time merenungi kegalauanku sambil melihat senja.

Sendiri memang ku merasa sepi,
di keabadian senja yang selalu kupuji.
Berharap cinta yang kau beri
dapat mengobati hati.

Aku mendengar pintu rooftop dibuka perlahan, aku menoleh. Ternyata si penyebab olengnya hatiku—Arel—lagi. Kali ini aku yang bertanya, "Kok belum pulang?" ia tersenyum, "Aku nyari kamu." ujarnya. Tiga kata itu hampir membuatku meleleh, namun aku harus meneguhkan diri. "Kamu ngapain disini?" tanya Arel berjalan menghampiriku.

"Aku sengaja menanti senja disini." jawabku.

Cowok tinggi itu berdiri disampingku. "Walaupun senja pergi meninggalkan keindahan dan dia selalu datang pada esok hari, namun tak seperti kamu yang lebih indah dari senja tapi selalu pergi dan entah kemana."

Aku mengernyit heran, lalu menoleh kearahnya. "Maaf, apa?"

Ia tersenyum ke arahku, "Aku rindu Iris yang dulu."

"H-hah—" ia memotong ucapanku, "Iris yang selalu disekitarku, bergantung padaku, senyumnya yang lucu membuat orang ikut tersenyum juga. Aku rindu sosoknya. Sekarang, ia menjelma menjadi sosok yang tegar, mandiri, tak rapuh lagi, dan tak butuh lindunganku lagi." Aku bisa melihat raut wajahnya yang berubah sendu.

"Aku berharap aku menjadi pagi, walau sekalipun tak menyenangkan, namun selalu membuatmu terbangun dan menyemangatimu meski kau sibuk dengan mengagumi senja."

Aku tercekat, ia tiba-tiba menjatuhkan kepalanya di pundakku. "Biarkan seperti ini, sebentar saja," pintanya lirih.

Aku hanya terdiam dan membiarkan tanganku yang hendak menyentuh punggung lebarnya menggantung di udara. Entah apa yang merasukiku, "R-rel, aku sayang kamu. Tolong jangan pergi." bisikku pelan, namun masih bisa terdengar olehnya. Suaraku bergetar menahan getir. Arel mengangkat kepalanya dan menatap lurus kemataku, sedikit menunduk. "Aku menyayangimu jauh sebelum kamu sadar, Ris. Tanpa kamu minta pun aku selalu disini, disisimu. Mengawasimu dari jauh dan melindungimu walau kau tak pernah sadar dan mungkin takkan pernah tahu itu." Mataku berkaca-kaca mendengar penuturannya yang tulus itu.

Aku tesentuh, selama ini akhirnya aku sadar, aku tak berjuang sendirian.

Kami pun tersenyum, lalu mendongak menatap langit senja yang dihiasi semburat jingga yang menenangkan.

Senja memang membawa kita pada sebuah kegelapan. Akan tetapi, kita harus bersyukur karena akan ada bintang dalam kegelapan yang telah menunggu.
























END


















aku buat apa ini huhu TT
iyatau ini garink sm fail banged,
tolong jangan hujad aku:(

xoxo,
—jeenhyukz.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 29, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[senja kala itu]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang