Trouble 1

1.3K 20 5
                                    

"Yaudah kalau begitu kita PUTUS!!"

Aku melempar cincin emas bertahtakan berlian yang selama lima tahun ini melingkar di jari manisku. Sudah habis kesabaranku.

"Ok! Kalau maumu begitu, lihat saja kamu akan menyesal dan akan minta balikan denganku."

"Jangan harap!" Berbalik, aku menghentakkan kakiku kasar.

Apa rasa cinta dan semua kasih sayang selama lima tahun yang sudah aku berikan kepadanya tidak cukup. Inikah balasannya. Balasan dari semuanya selama lima tahun terakhir, baiklah kalau begitu. Kau akan menyesal karena telah melepaskanku.

Dengan mantap aku menatap jalan di depanku. Inilah jalan di mana aku akan bebas, tanpa terbebani lelaki brengsek itu. Menarik nafas dalam, aku mulai langkah pertamaku sebagai seorang jomblo. Iya, tidak masalah aku jomblo yang penting aku tetap bahagia. Hahaha! Siapa yang sedih putus dengan laki-laki seperti dirinya. Aku tidak akan..

“Huwaaaaaahhh Ninaaa bagaimana ini, huwaaaa. Masa-masa dia dengan mudahnya putus denganku, aku berharap-hik-dia akan berbalik dan minta balikan denganku hik.” Aku menyedot kembali ingus yang hampir meleleh, mengucek mata, hidung hingga merah.

“Lo-nya juga sih, sok-sokan tegar gitu. Makan noh gengsi, putusan kan lo. Terus apa gunanya selama lima tahun ini lo sama dia pacaran. Dapatnya apa? Ingus? Makan aja sana, sedot terus.”

“Hik-hik. Ya mana gue tau kalau ternyata tuh cewe bukan selingkuhan dia, coba aja dia baik-baikin gue dan bilang setulusnya kalau tuh cewe beneran bukan selingkuhan dia. Ini malah. Dia balik cuwekin gue, ya gue kesel lah.” Belaku.

“Terus lo mau apa?”

“Huwaaaaaa.." Menangis lagi sekeras-kerasnya. Biarkan saja aku jadi objek pembicaraan di cafe ini, yang penting aku bisa melampiaskan semua sedih dan kecewaku.

“Hmmm, udah nangis aja sana puas-puas. Kalau lo sudah selesai kasih tau gue, gue mau baca-baca buku dulu, takutnya tuh dosen sangar kasih kuis besok.” Lalu Nina memasang headset, kemudian memutar lagu dengan volume penuh.

Nina memang selalu ada di saat aku butuh teman untuk curhat, tapi akhirnya dia malah membiarkanku menangis, atau mencak-mencak marah sendiri, dan dia hanya mendengarkan lagu lewat headsetnya dan memutarnya dengan volume penuh. Sahabat macam apa dia, tapi biarkanlah yang penting aku tidak bicara sendiri.

“Nin, Nina..” Aku menoel bahu Nina yang sedang asik dengan bukunya.

“Oh! Udah? Cepet banget. Biasanya setengah jam baru selesai, tumben. Ada kemajuan.”

“Hm. Gue sadar, gak ada gunanya gue nangisin dia.”

“Oh sudah sadar.”

Jangan tanya aku kenapa Nina selalu jutek kalau giliran aku curhat tentang manusia yang berjenis laki-laki. Meski yang aku tahu Nina berwujud seperti laki-laki.

“Gue mau cabut dulu. Gue mesti siap-siap buat ngajar besok.”

“Ok. Gue masih di sini, lo pulang aja duluan. Bye.”

“Bye. And thanks ya Nin. Lo emang bestie gue.”

“Yup! Udah sana. Kasian anak murid lo kalau lo besok tiba-tiba malas ngajar dan malah curhat.”

“Hahaha.” Aku tertawa garing.

Memang tidak lucu kalau tiba-tiba besok aku menangis-nangis di hadapan anak muridku sambil menangis sesenggukan.

***

Alarm dari iPhoneku berdering. Ukh! Tidak biasanya aku dibangunkan oleh alarm. Biasanya dia akan menelponku jam segini, dan aku akan dengan senang hati bermanja-manja dengan hanya mendengar suaranya. Haa.. memang susah sekali untuk move on. Pantas saja abg zaman sekarang banyak yang galau. Memang begitu rasanya.

Trouble On YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang