Trouble 2

1K 23 4
                                    

Rasanya kepalaku ingin pecah, sesuatu terasa tertekan dan berdengung, bahkan aku bisa mendegar suara-suara aneh di telingaku. Sebenarnya minuman apa yang Jervis berikan kepadaku? Tapi, hasilnya lumayan juga, aku tidak begitu memikirkan Andra lagi.

Perlahan aku membuka mataku, rasanya silau matahari pagi memang menyebalkan. Ini hari Minggu, syukurlah. Kalau sekarang bukan hari Minggu mungkin aku sudah berlarian ke kamar mandi dan bergegas pergi ke sekolah. Untuk kali ini, mungkin aku harus benar-benar menjauhi bar manapun yang ada di dunia ini, kalau aku tidak ingin ketahuan oleh orang-orang yang mengenalku dengan identitas sebagai guru.

Kenapa rasanya berat, benar-benar berat. Bernafas saja rasanya butuh perjuangan keras. Seperti ada tembok kokoh yang menghimpitku dari belakang. Tunggu kenapa ada yang janggal. Ini bukan kamarku, apa mungkin aku secara tidak sadar berjalan sambil mabuk ke sebuah ruangan yang aku tidak tahu. Kemungkinan itu bisa saja terjadi. Tapi dari bau-baunya, dari sprei dan prabotan yang ada di dalam ruangan ini lebih terlihat seperti... HOTEL!

Kubuka selimut yang sedari tadi menutupiku dan astaga ada sebuah tangan yang melingkar di pingganggku, mengekangnya posesif. Aku half-naked!

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA." Rasanya teriakanku lumayan membahana untuk membuat seisi hotel terbangun, dan orang yang ada di belakangku jatuh terpental dari kasur.

"A-a-apa yang kau lakukan!!!" Langsung saja aku menarik selimut dan segala macam kain yang bisa menutupi tubuhku yang half-naked.

Orang yang terjatuh tadi menyingsing selimut yang sedikit menutupi wajahnya, mengusap wajahnya dengan kasar, glek.. kenapa saat seperti ini pria itu terlihat seksi. Bangunlah Nadia ini sudah pagi.

"Kenapa pagi-pagi sudah ribut." Suaranya tolong suaranya, kenapa makhluk seksi ada di mana-mana.

"Kau.. kau..kau!!" Tunggu dulu aku kenal wajah ini,

"Kau!!"

Laki-laki itu berdiri, sama half-naked sepertiku. Tubuhnya tegap, dengan bahu yang lebar dan bidang, dadanya, perutnya itu kotak-kotak. Tiba-tiba saja tanganku gatal ingin menyentuh martabak telur yang berjejer rapi dua kali tiga itu. Tunggu-tunggu. Aku tidak bisa melihat itu. Langsung saja aku menutupi mataku dengan kedua tanganku.

"Pakai bajumu! Memalukan.." Aku rasa sekarang pipi ini sedang blushing.

Memalukan, satu detik yang lalu aku sadar kalau aku sedang mupeng tapi detik berikutnya sungguh memalukan. Aku merasakan kalau dia duduk di sebelahku, dan aku juga merasakan nafas hangat itu bertiup di leherku.

"Kenapa harus malu? Padahal kita sudah menghabiskan semalam penuh berasama." Tidak, ini tidak mungkin.

Tangan besar itu memaksa tanganku untuk membuka mataku. Kenapa di sini aku merasa lemah dan tidak berdaya, dan kenapa reaksiku begitu lamban hingga aku tidak bisa menghindari ciuman yang langsung membuatku naik ke langit teratas.

Aku bingung kenapa anak ini lihai sekali bermain lidah. Atau jangan-jangan dia pernah melakukan ini sebelumnya, ataukah dia pernah melakukan yang lebih dari ini. Aku ingin tahu. Akh apa yang aku pikirkan, tunggu untuk apa aku diam itu artinya sama saja aku menerima perlakuan merendahkan dari anak ini.

Dengan sekuat tenaga aku mendorong bahunya, memukul dan melakukan apapun untuk membuatnya berhenti menciumku dengan ganas. Ini tidak bisa terjadi sekarang, dan tidak akan mungkin bisa terjadi untuk yang akan datang. Tidak boleh. Tunggu kenapa aku terdengar seperti mengharapkan dia akan menciumku lagi di masa yang akan datang.

Semakin ganas aku merasakan bibirnya bermian di atas bibirku, nafasku sudah sangat tipis. Rasanya aku akan mati kehabisan nafas setelah ini. Suara kamar yang hening di dominasi dengan suara decitan adu mulut ini, dan sialnya aku melenguh nikmat. Bahkan Andra tidak pernah sebaik ini dalam hal berciuman.

Trouble On YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang