3

3.6K 241 12
                                    

Denting alat makan menjadi suara paling dominan di ruangan merah itu. Hanya ada dirinya dan Naruto. Dan para penjaga yang mengapitnya di kanan-kiri. Belum lagi yang ada di depan pintu atau di belakang si lelaki kuning. Membuat Sasuke jengah dan gerah.

Ia baru menyuap dua sendok nasi namun rasanya begitu hambar. Seperti kebebasan yang terenggut oleh kekuasaan menjijikan seseorang. Seperti yang dirasakan Sasuke saat ini. Lebih tepatnya disebut kesialan.

"Kenapa kau diam?" Suara dingin lelaki itu menarik atensinya. Tapi tidak, Sasuke tidak menggubris hal itu. "Aku bertanya, kenapa kau tidak menjawab?"

Bunyi alat makan berhenti di satu sisi. Pelakunya adalah Sasuke.

"Aku tidak suka pada orang yang banyak tingkah," geram Naruto, napsu makannya mendadak hilang terganti dengan kemarahan yang mencucuk di puncak ubun-ubun. "Sasuke ..." Siapapun yang mendengar betapa rendah suara itu atau melihat seberapa murka air wajah Naruto, pasti tidak akan berani untuk menentangnya. Dan Sasuke tidak menyadari adanya ancaman itu. "Cukup!"

Sesaat yang lalu mungkin Sasuke masih bisa menunjukkan sikap seorang penentang yang tidak ingin dijajah tapi ... di detik ini ia merasa seluruh tubuhnya menggigil karena mendengar suara berbahaya Naruto.

"Khh! Lepas!"

Dan dia diseret dari ruang makan untuk kembali menuju kamar penjaranya. Sasuke berusaha memberontak tapi hal itu percuma. Naruto bukan bocah kutu buku seperti dulu, di mana dia dulu sering dibully dan tak akan melawan. Kalau sekarang, justru Sasukelah yang merasa sedang dibully dan ditindas.

"Ghhk! Brengsek!" Umpatan sekejam apapun tidak akan sebanding dengan penghinaan ini. Sasuke dilempar ke atas kasur dan Naruto seolah menghakiminya dengan tatapan dingin.

...

Rasa sakit tak nyaman yang menyerang kepalanyalah yang membawa Naruto ke ruang UKS di saat jam pelajaran olahraga.

Baru saja ia menginjak petak lantai dari balik pintu beraroma obat-obatan, tak sengaja pemandangan liar terpantul di lensa mata. Naruto memekik sebagai pelampiasan rasa kagetnya, kemudian kedua telapak tangan spontan menutup arah pandang.

"Maaf, aku tidak tahu di sini ada orang!"

Seharusnya tak ada yang salah dari ucapan polos itu, tapi tidak bagi salah satu pemuda yang terkesan jengkel karena diganggu. Pemuda itu memiliki rambut panjang hitam yang begitu lurus seperti iklan shampo, matanya berwarna ungu, postur tubuhnya hampir menyaingi Naruto yang lumayan tinggi. Tapi, bukan itu masalahnya. Yang membuat Naruto kaget sampai membeku di tempat adalah keadaan si lelaki satunya yang telanjang bulat—tepat di bawah tindihan si rambut panjang—juga karena kedua tangannya diikat dan mulutnya nampak tersumpal sesuatu.

"Aku tidak tahu! Aku minta maaf!"

Terdengar suara gumaman pelan, diiringi bunyi derit ranjang. Naruto lekas menunduk, ia merasa adanya aura berat yang mengancam. Dan benar ... pundaknya tiba-tiba dicengkram dan didorong sampai tubuhnya berlutut paksa.

"Maaf? Semudah itu?"

Bibir Naruto kelu. Suara si lelaki rambut panjang terasa mengintimidasi.

Di atas ranjang yang kembali berderit, lelaki satunya yang masih terikat dan telanjang menggeram memberontak.

"Oh, sebentar, Sayang ..." sahut si rambut panjang lagi. Ia menoleh lalu terkekeh, nampak gemas melihat kekasihnya yang seksi juga tak berdaya karena diikat mulai tak nyaman di tempat. Lantas ia melempar ciuman jarak jauh. Sedetik kemudian, ekspresinya berubah lagi ketika menoleh ke arah Naruto. "Aku akan membunuhmu jika kau berani mengadu pada guru," ancamnya tak main-main.

Ibarat sebuah robot, Naruto hanya mengangguk. Ia tak mungkin bisa melawan murid terpandang seperti Hyuuga Neji si rambut panjang atau Uchiha Sasuke si pemuda seksi yang terikat.

Tapi, tunggu ... bukankah artinya Sasuke dipaksa? Jika diikat dan nampak tak sepenuh hati disentuh, bukankah itu namanya pelecehan? Tapi laki-laki dengan laki-laki?

Naruto harus mengatakannya pada guru tentang masalah ini—

"Kuingatkan sekali lagi, jangan berani untuk mengadu."

Tapi suara berbahaya Neji kembali mengalun. Naruto mengangguk sekali lagi. Hilang semua rasa keadilannya yang singkat karena mendengar perkataan itu.

"Sekarang kau boleh pergi," usir Neji yang begitu congaknya mendorong Naruto sampai terjatuh di belakang pintu. Fokus lelaki itu kembali pada satu-satunya objek bergerak di ruangan selain dirinya. Sasuke masih menatap tajam dan menggeram marah, Neji lagi-lagi terkekeh, tangannya mencoba melepaskan sumpalan di mulut menggairahkan itu.

"Lepaskan aku, Brengsek! Kita sudah putus!"

"Aku tidak mau. Memangnya kenapa kau ingin putus, hum?"

"Karena aku sudah bosan menjadi bonekamu. Sekarang lepaskan aku!"

Neji tak mengabulkannya, ia justru menjelajahi kulit Sasuke menggunakan jari. Menelusuri seberapa halus dan lembabnya tubuh indah itu, lalu berhenti tepat di salah satu dadanya yang bergerak naik turun secara tak teratur.

"Lepaskan!" Sasuke masih menggeram. Ia benci disentuh secara paksa, apalagi dengan kekuasaan atas tubuhnya yang dibatasi.

Di luar dugaan kali ini Neji melepaskan ikatannya tapi pemuda itu masih sempat berseringai dan mencuri ciuman di bibir Sasuke.

"Kau akan menyesal, Baby."

tbc

Hay aku hampir lupa ngelanjutin ff ini pdhal ini untuk event. Untung waktunya masih sempat jd sebisa mngkin akan kutamatin sebelum akhir bln ini.

Im Your (ex) BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang