Regrets

10 0 0
                                    

Pacarku meninggal. Dia terpeleset jatuh di tangga sekolah. Seketika pesan berduka cita dan pesan orang-orang yang khawatir membanjiri ponselku. Bahkan benda kotak itu tak berhenti berbunyi jika aku tidak mematikan suaranya. Terlebih, sekarang aku tak masuk sekolah. Mereka pikir aku depresi karena dia meninggal. Mereka pikir aku sangat kehilangan, sehingga aku menjadi sedih dan mengurung diriku seperti sekarang. Soal rasa sedih mungkin itu benar, apalagi depresi. Namun ada hal lain.

"Akhirnya aku bebas! Apakah aku sedang bermimpi? Dia sekarang sudah tidak ada! Aku akhirnya dapat hidup dengan normal lagi!" Batinku dalam hati. Senyumku mengembang seperti adonan kue dalam oven. Tawaku bahkan tak bisa kutahan. Ya, beberapa hari lalu aku berubah menjadi pembunuh.

Pacarku bernama Vira. Dia adalah adik kelasku. Dia mempunyai rambut hitam panjang dengan jepit rambut yang di pasang pada rambut bagian kanannya. Perlu kalian ketahui, Vira adalah perempuan paling cantik di angkatanya. Aku masih ingat pertama kali bertemu denganya ketika ujian akhir semester.

Dengan jelas kulihat senyumnya yang indah kala itu ketika ia mengambilkanku penghapus yang tak sengaja kujatuhkan tepat di pinggir mejanya. Sungguh, bahkan suara lembutnya pun tak bisa aku lupakan saat itu. Dan hal yang mengejutkan terjadi, ia mengutarakan perasaanya padaku. Mengetahui seorang Vira akan menjadi pacarku, aku mulai membayangkan hari-hari bersamanya. Itu artinya, setiap hari aku akan mendengar suara lembutnya memanggilku 'sayang'. Atau kami akan berjalan-jalan dibawah mentari dan orang-orang akan melihat kami iri. Hatiku melayang saat aku menerimanya kala itu. Namun rasa gembiraku mulai terhenti semenjak tragedi itu terjadi.

"Sudah cukup! Kamu selalu mengikutiku kemana saja dan kamu bahkan memasang alat perekam! Bagaimana bisa kamu memasang alat pelacak tanpa persetujuan dariku!? Kamu bahkan sering mengarahkan pisau kepadaku! Apa yang kamu inginkan dariku!?" Bentakku padanya. Ia lalu berhenti menaiki tangga. Kelasku ada di lantai dua dan ia tengah menyusuliku.

"Apa yang aku inginkan darimu? Kamu itu milikku dan aku akan melakukan apapun untukmu jadi, kamu tidak membutuhkan yang lainya kan?" Ujarnya dengan senyum yang lebar. Senyuman itu sangat beda dengan senyumnya yang biasa. Terkesan mengerikan.

Vira lalu membuka tas dan mengambil dompetnya yang memiliki bentuk bunga. Ia mengacungkan dompetnya di depan wajahku. Matanya lalu melotot. Senyumnya masih sama.

" Kau tahu? Aku mengecek dimana dompetku tiap setengah jam, kamu itu sama seperti dompetku! Kamu akan merasa cemas jika sesuatu yang berharga menghilang kan? Bagiku kamu seberharga itu! Lakukan apa yang aku katakan dan aku tidak akan melukaimu, okey?" Ancamnya. Aku menggelengkan kepala tegas.

"Kau tahu? Aku bahkan tidak bisa tidur tanpa obat tidur karenamu! Aku akan melaporkanmu ke polisi jika kamu tidak mau kita pu-"

"Tidak." Pekikannya memotong omonganku.

Tiba-tiba Vira mendekatkan wajahnya dengan wajahku. Nafasnya bahkan terasa di wajahku.

"Aku tidak akan putus denganmu bahkan jika aku mati." Ucapnya dengan mata melotot dan senyum lebar. Tak lama ia tertawa.

"Menjauh dariku!!" Aku mendorongnya karena tak tahan dengannya. Namun sebuah kecelakaan terjadi.

Dia terpeleset lalu terjatuh dari atas tangga. Kepalanya menghantam keramik. Tak lama darah menyeruak di atas lantai.

Aku berlari sekencang-kencangnya dari tempat kejadian. Saat itu tidak ada saksi mata, dan kematianya diumumkan sebagai kecelakaan. Aku sungguh beruntung saat itu.

"Dengan dia mati akhirnya aku bisa hidup dengan damai, apa yang akan aku lakukan sekarang ya? Pergi keluar sendiri? Oh, tapi aku bolos sekolah sekarang. Aku sekarang jadi pusat perhatian karena dia adalah pacarku. Akan menyebalkan jika aku harus pura-pura sedih." Rutukku sambil telentang di atas ranjang melihat langit-langit kamar.

CORAK CERPEN - 13 - RegretsWhere stories live. Discover now