x.b.x

73 8 0
                                    

DUA

*Flashback...
Umji POV

Malam itu, adalah malam dimana rembulan bersinar terang berpadu dengan gemerlap cahaya bintang yang menghiasi langit malam Kota.
.
.
.

"Ya! si jempol berpipi bakpao" ejek Jimin sambil beranjak dari bangku depan Minimarket.

"Kau sedang apa disini?" tanya Jimin.

"Kok ngacangin aku?"

"Helo? apa kau masih memiliki cadangan baterai di rumah mu?" ejeknya membuat seorang Umji menjadi kesal.

Pada saat itu, aku benar-benar kesal dengan tingkahnya yang super menjengkelkan bahkan tanpa ku sadari, aku bahkan sampai menyumpah serapahinya.

Aku berbalik memunggunginya, karena aku enggan menatap wajah menjengkelkannya itu.

"Hei! aku bertanya kepa..."

"Diam!!!" aku menyergah tanpa menoleh, membuat Jimin terdiam sebelum ia menghakhiri kalimatnya.

"Kalau kau berbicara sepatah dua kata lagi, maka tas yang ku genggam ini akan melesat dahsyat di wajah mu!" ancam ku serius.

"Haaaaaa... baiklah jika kau merasa risih dengan tingkah ku" Jimin menghela nafas panjang menandakan kalau dia mengalah, lalu menapak langkah pergi menjauh dari ku.

"Tumben Jimin mau mengalah? biasanya dia yang paling usil kepada ku" aku mendesis pelan.

"Apa dia sudah pergi?" gumam batin ku.

Aku memutuskan untuk memutar pandangan ku ke belakang sambil menengok keadaan sekitar.

"Syukurlah, dia sudah pergi" aku menghela nafas lega.

Dengan cepat, aku segera berlari masuk kedalam Minimarket, karena aku takut cowok yang menjengkelkan itu muncul di hadapan ku lagi.

Aku mengitari tiap koridor Minimarket, mengecek satu per satu etalase kaca pada bagian Farmasi atau bagian obat-obatan.

"Ini dia, obat penurun panas yang sering dipakai oleh ibu saat aku masih kecil" ucap ku pelan sembari menyambar botol obat tersebut.

Setelah mendapati barang yang ku inginkan, aku memutuskan untuk berjalan menuju kasir Minimarket.

•••

Setelah membayar, aku pun memutuskan untuk keluar dan hendak pulang, namun langkah ku terhenti ketika cowok menjengkelkan tadi tiba-tiba muncul dan langsung menyambar lengan ku dan menarik ku masuk kedalam Minimarket kembali.

"Apaan, sih! lepasin tangan gue!" aku mencoba melakukan perlawanan dengannya, namun cengkraman jari-jari Jimin sangat kuat layaknya borgol besi.

"Lo kenapa! emang mesti banget ya menarik tangan gue?" ucap ku kepadanya membuat cengkraman jari jemarinya yang tadi sekeras baja mendadak menjadi lebih agak mengendor, membuat ku lebih leluasa.

"Udah, tenang aja. Lo cukup ikutin gue aja." tukas Jimin.

Jimin menarik tangan ku dan membawa ku ke bagian yang paling gue benci di Minimarket,
Yap!!! Jimin membawa ku ke bagian Rokok.

"Kita ngapain ke sini?" tanya ku.

"Ya mau beli rokok, lah!" jawabnya singkat.

"Emang untuk siapa?" sambung ku bertanya.

"Gue" jawabnya singkat sembari mengangkat alis matanya satu.

"L...lo merokok?" aku kembali bertanya.

"Iya, kenapa? ada masalah?" dia menjawab santai tanpa rasa bersalah sedikit pun.

"O...oh, ternyata lo itu badboy" tukas ku.

"Rahasiakan ini dari yang lain ya, kalau lo gak mau alis mata lo gue botakin!" ancamnya.

"Dih, ckck"

"Lo yang bayar ya, gue lagi ga ada uang" pintanya kepada ku.

"Apa? lo kan anak orang kaya! masa gue yang bayar"
Mendengar permintaanya, mendadak darah tinggi ku naik ke ubun-ubun, rasanya aku sangat ingin menyentil ginjal cowok itu saat itu juga.

"Tapi keluarga lo masih satu tingkat lebih royal daripada keluarga gue" tukas Jimin dengan santainya.

"anggap aja ini cuma basic" sambungnya lagi.

"Apa lo bilang? Basic? lo kira ini cuma permulaan gitu?" ucap ku.

"Udah, lo ga usah banjir kata. Ayo bayar ke Kasir, gih!" ucapnya sembari menarik tangan ku lagi menuju kasir.

"Lo janji kan mau bayar rokok gue? oke? gue bakal tunggu lo di parkiran Minimarket" ucapnya.

"Sejak kapan gue janji? ngaco banget" ucap ku kesal.

"Hehehe..." Jimin tertawa kecil.

"Oh, iya! BTW, akhir-akhir ini suhu kota menurun drastis, jadi lo jangan terlalu sering keluar rumah, apalagi pas malam hari, ntar lo sakit. Kalau lo sakit, gue gak punya mangsa buat di jahilin. Nih, pakai jaket gue aja"

Jimin lalu menyampirkan jaketnya di kedua sisi pundak ku, rasanya jauh lebih hangat daripada menggunakan Hoodie sebelumnya.

"Gue gak pernah melihat cewek pipi bakpao semanis ini sebelumnya, gue jadi ingin makan tuh pipi bakpao lo" Jimin tersenyum hangat, lalu menghadiahi aku sebuah cubitan gemas di kedua pipi ku, membuat ku 'blushing' kembali.

"Bahkan kau mengenakan Hoodie yang memiliki warna sama persis dengan jaket ku, warna ungu. Apa jangan-jangan kau... heheheh" cekikik Jimin membuat ku kembali kesal.

"Apaan, sih! perkara kebetulan doang di besar-besarkan, geer banget" ucap ku sambil menghadiahinya sebuah cubitan neraka di perutnya.

"Awwwww... iya iya, aku minta maaf, galak bener nih pipi bakpao" celoteh Jimin dengan sedikit cekikikan.

"Gue tunggu lo di parkiran, cepetan ya bayarnya, gih, kalau lo gak mau lihat gue membeku karena suhu dingin di luar sana" ucapnya, lalu ia berjalan keluar.

TBC
...

TBC

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


BANGCHIN SemesterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang