PROLOG

6.1K 216 9
                                    

Turn on the music 👆

Turn on the music 👆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

5 tahun yang lalu

"Alaric... Al... Al!" Teriak Alica Elvina Alexi pada adik lelakinya yang terburu-buru mengambil helmet dan berlari menuju garasi.

Tanpa mendengarkan teriakan Alica, Alaric berlari dan langsung menyalakan motor sportnya yang berwarna hitam. Sementara Alica juga mengejar dengan langkah tertatih.

"Alaric!" Alica menatap lurus mata Alaric, sebelah tangannya memegang lengan Alaric, dan sebelah lagi memegang perutnya yang sudah membuncit. "Kita tunggu Mas Deva pulang, ya? Ke airportnya bareng naik mobil Mas Deva aja, ya?" Kali ini ia sedikit memohon.

Mata Alaric memerah, bahkan Alica tidak tahu apa yang ada di pikiran adiknya. Yang ia khawatirkan adalah keselamatan Alaric, ia tidak boleh berkendara dalam kondisi perasaan dan pikiran yang berantakan seperti ini.

"Kak Lica sama Mas Dev nanti nyusul aja. Al harus mastiin Mama sama Papa baik-baik aja." Saat itu juga air matanya jatuh, tangannya semakin gemetar. Terlalu sesak jika isaknya harus ditahan. "Ini salahku, kalau saja aku tidak meminta mereka pulang lebih awal, mereka tidak akan naik pesawat itu, dan kecalakaan ini enggak mungkin terjadi."

"Al..." Alica menggeleng, ia tahu kalau Alaric pasti menyalahkan dirinya sendiri.
Namun Alaric tetap pergi dengan kecepatan penuh, menuju airport yang entah kabar macam apa yang akan ia dengar dari sana.

Sementara Alica terus menerus menghubugi suaminya yang belum juga sampai rumah. "Mas Deva sudah membaca pesan yang kukirim,  mungkin sekarang ia sedang dalam perjalanan. Sebaiknya aku tidak membuatnya bertambah cemas." Maka Alica hanya menunggu.

Beberapa saat kemudian akhirnya Deva datang, bersamaan dengan gawai Alica yang berdering.

"Lica?" Deva langsung memeluk istrinya, ia tahu Alica juga sebenarnya kaget atas berita yang ia terima hari ini.

"Mas. Alaric." Kata Alica menunjukan nama yang tertera di layar gawainya. Alica mengangkat panggilan dari Alaric, dan seketika yang terdengar adalah suara panik dalam tangisan.

"Kaka... Kak Lica... Kak... Bagaimana ini.... Kak, Al.." Alaric menangis sejadi-jadinya. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya ia hadapi.

"Al, kamu kenapa sayang? Kenapa banyak sekali suara klakson?" Khawatir Alica.

"Alaric, jawab kakak, sekarang kamu dimana?" Deva mengambil handphone yang Alica genggam.

Setelah mendapat jawaban dari Alaric, meski tidak jelas karena ia sambil menangis, Deva langsung menyusul Alaric.

Lalu lintas sebelum perempatan di depan terganggu karena ada kecelakaan mobil, dan Alaric bilang dia di sini.

Deva langsung mencari Alaric di antara kerumunan orang-orang dan suara sirine ambulan yang mengangkut tiga orang dari dalam mobil yang menabrak sebuah truk besar.

Setelah berlari ke arah siswa berseragam putih abu dan memastikannya itu adalah Alaric, Deva langsung memeluk Alaric yang sedang memeluk lututnya dengan badan bergetar. 

Deva memapah Alaric ke dalam mobil dan membawanya ke rumah sakit, karena lutut dan sikut Alaric juga terluka. Mereka pergi ke  rumah sakit terdekat, yang juga dituju oleh ambulance yang membawa tiga korban kecelakaan dengan luka parah.

Setelah selesai melakukan pemeriksaan, Alaric duduk disamping Alica. Sementara Deva mengurus segala hal administratif, termasuk administrasi tiga orang korban yang datang bersama Alaric.

"Kak Lica?" Alaric menatap Alica dengan pandangannya yang sangat lelah.

"Gapapa, kamu gak kenapa-napa. Makasih karena kamu sudah baik-baik saja." Alica memeluk Alaric erat.

"Aku gak cuma bunuh Mama dan Papa, tapi juga membunuh kedua orang tua gadis itu."  Alaric sudah tidak bisa memikirkan apa yang sedang terjadi.  Semua hal yang baru menimpanya dirasa tidak  masuk akal sedikitpun. Apa dan kenapa, lalu bagaimana ia harus bertindak, ia tidak tahu.

"Enggak Al. Kamu gak bunuh siapapun. Kamu bukan Tuhan, kamu bisa salah, jangan nyalahin diri kamu berlebihan." Alica mencoba menenangkan Alaric.

"Anak perempuan itu selamat, dia sedang menjalani operasi, matanya terkena pecahan kaca. Selain itu, dia akan selamat." Kata Deva menghampiri istri dan adiknya.

Dia selamat, tapi dia tidak baik-baik saja. Pikiran Alaric yang menjawab.

"Al? Alaric?" Deva tahu ada yang tidak benar dengan Alaric, ia sama sekali tidak mendengarkan penjelasan Deva.

"Hemmh." Alaric hanya mengangkat kepala dengan tatapan kosong.

"Kita pulang." Kata Alica.



TODAY'S GIFT: Life and You (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang