Chapter 2

1.3K 55 1
                                    

Hening.

Hanya suara mesin yang terdengar -itupun samar-samar- keduanya tetap bungkam. Bevan fokus pada jalanan, sedangkan Shaloom sibuk mengutuk dirinya sendiri.

Tiba-tiba Shaloom teringat dengan handuk yang sedari tadi dia genggam. Handuk yang membuat suhu tubuhnya turun. Handuk dengan aroma bulgari extreme yang sangat dia kenal. Shaloom menyodorkan handuk tersebut pada Bevan. Tanpa menatap wajah Bevan.

"Thank's. Harusnya lo gak perlu repot-repot ngelakuin ini ke gue." Shaloom masih membuang pandangannya. Bevan mengernyit seraya meraih handuk berwarna merah maroon tersebut. Sebenarnya sangat sulit untuk Shaloom berada disituasi seperti ini. Andai saja Bevan tidak memaksa.

"Akhirnya lo mau ngo..."

"Kita udah gak ada hubungan apa-apa lagi kan? Tapi, kenapa lo selalu jadi bayang-bayang dalam hidup gue." Sela Shaloom seraya mengepalkan tangannya, menahan sesak yang menghantam dadanya. Bevan tidak bergeming sedikit pun. Dia menunggu apa yang akan dikatakan Shaloom selanjutnya.

"Yang harusnya lo perhatiin itu bukan gue, tapi Elsa." Ucap Shaloom sinis. Bevan melirik Shaloom yang menatap lurus kejalanan. Begitu banyak kepedihan yang terlukis jelas dimata Shaloom dan Bevan dapat melihatnya. Tidak tega melihat gadis disampingnya ini, Bevan menepikan mobilnya dipinggir jalan yang tidak begitu ramai. Shaloom mengernyit, seolah bertanya 'apa yang lo lakuin?'. Bevan mencoba menggenggam tangan Shaloom. Tapi, Shaloom menepisnya.

"Gue bisa jelasin semuanya ke lo Sha." Shaloom tersenyum kecut.

"Apa yang mau lo jelasin ke gue Van? Gue udah tau semuanya. Gue kenal siapa Elsa. Walaupun lo kenal dia lebih awal dari gue. Tapi seengganya dia udah gue anggep sahabat, sama kaya Ina. Gue gak pernah tau apa yang terjadi sama lo dan Elsa sebelum kalian ketemu gue. Yang gue tau Elsa itu cuma mantan lo. Elsa itu cinta pertama lo. Walaupun Elsa ataupun lo gak pernah cerita ke gue. Gue pun gak pernah permasalahin itu semua. Lo tau kenapa? karena gue percaya sama lo dan Elsa. Gue percaya Elsa cuma masa lalu lo. Dan gue tau kalian sering jalan berdua. Gue cuma pura-pura gak peduli dan pura-pura gak ngeliat kalian. Sampai akhirnya lo lebih memilih Elsa daripada gue. Dan disitu gue yakin kalo gue harus mundur." Ucap Shaloom panjang lebar. Air matanya sudah tak terbendung lagi. Shaloom segera mengusap air matanya.

"Sorry Sha. Gue gak nyangka lo bakal sesakit ini. Dari awal gue emang salah. Gue cuma mau kita temenan dan bisa bareng kaya dulu lagi. Gue gak tega liat lo kaya gini."

"Lo egois Van! Lo minta gue buat bersikap biasa dan temenan kaya dulu seolah gak terjadi apa-apa. Dan yang buat gue lebih gak nyangka lagi, lo minta kita temenan cuma kasian sama gue. Justru lo salah Van, dengan gue deket sama lo, lo malah nambah luka dihati gue." Ucap Shaloom parau. Dia menghela napas panjang. Kemudian membuka sitbelt yang dikenakannya.

"Sorry gue belum siap buat temenan sama lo. Dan makasi atas tumpangannya" ucap Shaloom seraya keluar dari mobil Bevan. Bevan hanya bisa menatap punggung Shaloom yang berjalan menjauhinya.

----------

Shaloom duduk disebuah kursi yang terbuat dari batang kayu utuh seraya menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Menutupi wajahnya yang kini tengah menangis karna laki-laki yang mengantarnya tadi.
Disisi lain, ada seseorang yang tengah memperhatikan Shaloom dibalik pohon besar yang berada tak jauh dari tempat Shaloom. Dia ingin sekali mendekatinya. Tapi, nyalinya tidak cukup berani untuk berada disana menenangkan Shaloom. Dia menyadari kesalahan apa yang telah dia lakukan. Tapi, dia hanya ingin mengambil miliknya. Bukan ingin menyakiti Shaloom.
"Maafn gue Sha." Ucapnya lirih. Tiba-tiba seorang gadis berseragam menghampiri Shaloom.
"Shaloom! Lo kenapa disini?" Ucapnya dengan napas tersenggal-senggal. Tanpa menggubris kata-kata gadis itu dia langsung memeluknya. Dan tangisnya semakin hebat. Gadis itu membalasnya seraya mengusap punggung Shaloom. Agar dia sedikit tenang. Tapi mata gadis itu seperti mencari sesuatu. Dia memicingkan matanya kearah seseorang yang berjalan keluar komplek ini. Sepertinya dia yang memintanya untuk datang.
"Sha, mending kita pulang kerumah lo yuk." Bujuk gadis itu. Shaloom mengangguk.
"Thank's Na."

-------

*Elsa's POV*

Kenapa dada gue begitu sesak melihat mereka berdua dimobil itu. Tidak, tidak! Bevan hanya ingin meng-clear-kan masalah ini dengan Shaloom.
Loh?! Tapi kenapa Shaloom keluar dari mobil Bevan? Sebaiknya gue mengikutinya. Gue khawatir dengan keadaannya yang sekarang ini. Gue takut terjadi apa-apa sama dia. Biar bagaimanapun Shaloom sahabat gue.
Sebaiknya gue disini aja, Shaloom gak akan ngeliat gue dibalik pohon ini.
Taukah lo Sha? Sejujurnya Gue pengen duduk disana buat nenangin lo saat sedih kaya yang lo lakuin dulu ke gue. Tapi lo pasti nolak dan marah sama gue.
"Maafin gue Sha." Tunggu! Sebaiknya gue minta bantuan sama Ina. Setidaknya Shaloom gak sendirian disini.

To : Ina
Na, tolong dateng ke taman komplek deket rumah Shaloom. Dia butuh lo sekarang.

Mungkin gue akan nunggu disini sampai Ina dateng.

Akhirnya lo dateng juga Na. Baiklah, mungkin sebaiknya gue pergi. Gue harap, suatu saat nanti lo bakal maafin gue Sha. Dan kita bakal jadi sahabat lagi. Walaupun, itu sepertinya mustahil.

MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang