Chapter 4

1K 39 0
                                    

"Lo siapa?" Tanya Shaloom menyelidik. Wajahnya masih kesal oleh kata-kata laki-laki yang berada disampingnya ini.
"Erga." Jawabnya tanpa menoleh. Shaloom tak memperdulikan lagi pria yang bernama Erga itu. Matanya tengah asik menatap matahari yang terbenam. Memantulkan warna jingga yang begitu indah. Cuma ini yang membuat Shaloom merasa lebih tenang.

_____

"Lo ngapain disini sendirian? Mana sampe malem lagi." Tanya Erga yang sedari tadi mengikuti Shaloom. Tapi Shaloom tak menggubrisnya.
"Hey, gue lagi ngomong sama lo!" Ucapnya yang kini berada didepan Shaloom, menghalangi jalannya.
"Apaan si lo!" Umpatnya kesal.
"Makanya kalo lagi ada orang ngomong dengerin. Gue paling gak suka ya dicuekin gini." Shaloom mendengus.
"Lagian siapa suruh lo ngomong." Erga menggaruk kepalanya yang tak gatal.
'Bevan' batinnya. Kebiasaan itu mengingatkannya pada seseorang yang ingin dilupakannya. Sedetik kemudian Shaloom mengerjapkan matanya.
"Hey, lo kenapa lagi?"
"Bu--"
"Biar gue tebak, lo abis putus sama pacar lo ya.hahaha" ucap Erga terbahak.
"Aww..." pekik Erga. Shaloom pergi meninggalkan Erga yang tengah mengusap tulang keringnya yang tadi dia tendang.
"Rese lo!"

_____

"Sha lo yakin udah gak papa?" Ucap Ina memastikan. Shaloom mengangguk.
"Seenggaknya selama seminggu ini gue udah nenangin hati gue Na. Ya, walaupun---"
"Hati lo masih sakit kalo ketemu Bevan sama Elsa. Ya kan?" Potong Ina menerka. Shaloom mengangguk.
"Mending kita kekelas yuk!" Ucap Ina seraya menarik tangan Shaloom yang menurut saja.

Ina menghentikan langkahnya sebelum mereka tiba dikelas. Membuat Shaloom menatapnya bingung.
"Ada apa si Na?" Ina menatap lurus kedepan. Shaloom mengikuti pandangan yang sedang menatap seorang pria berwajah timur tengah dan berperawakan atletis. Dengan earphone yang dikalungkan dilehernya.
'Kayanya gue gak asing sama orang itu. Tapi.. ah sudahlah' batin Shaloom. Shaloom mengibas-ngibaskan telapak tangannya di hadapan wajah ini. Membuat ini tersadar dibuatnya.

Sedetik kemudian Ina langsung berlari menghambur ke pelukan pria tadi. Itu membuat Shaloom semakin bingung. Dan menyusul Ina.
"Aaaaaa... lo kapan balik?" Ucap Ina masih dalam pelukan pria tadi yang kini mengusap rambut Ina.
"Kemarin lusa." Jawabnya singkat. Ina melepaskan pelukannya kemudian menonjok pelan lengan pria tadi.
"Jahat! Kenapa gak bilang ke gue? Kan gue bisa jemput lo ke bandara." Ucap Ina merengut. Membuat pria dihadapannya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Gue gak mau ngerepotin lo. Ya lagian gue juga mau ngasi lo kejutan." Timpal pria itu membuat senyum dibibir Ina merekah. Tapi tiba-tiba dia teringat dengan sahabatnya.
"Eh iya, sini Sha." Ina menarik Shaloom hingga sejajar dengan dirinya. Pria yang dihadapannya mengernyit atas kehadiran Shaloom.
"Lo cewek yang kemaren nendang gue kan?" Ucapnya menyelidik. Kemudian menganggukkan kepalanya. Ina menatap mereka bergantian.
'Sekarang gue inget. Dia kan cowok rese itu!" Umpatnya dalam hati.
"Gue yakin itu pasti lo. Gue gak nyangka ternyata kita ketemu lagi." Ucapnya seraya tersenyun. Sedangkan Shaloom hanya menunduk malu.
"Kalian udah kenal?" Tanya Ina yang masih menganga.
"Belum. Abisan dia diajak kenalan malah nendang kaki gue." Shaloom mendengus.
"Abisan lo rese!" Timpal Shaloom.
"Udah udah. Gue gak tau gimana kalian ketemu sebelumnya. Tapi gue seneng kalian udah saling kenal. Oh ya, Sha ini Erga sepupu gue. Dan ini Shaloom sahabat gue." Sela Ina mengenalkan mereka satu sama lain. Erga mengulurkan tangannya pada Shaloom. Tapi, Shaloom hanya menatap tangan Erga tanpa membalasnya. Ina yang merasa jengah dengan sahabatnya yang satu ini langsung menarik tangan Shaloom hingga berjabat tangan dengan Erga. Shaloom menatap tajam kearah Ina yang hanya cengengesan.
"Oh iya, lo udah dapet kelas?" Tanya Ina. Erga mengangguk. Erga memang pernah memberitahu kepindahannya ke sekolah ini. Tapi Erga tidak pernah memberitahu Ina kapan dia pindah.
"IPS 2." Jawabnya singkat.
"Yaah, kita gak sekelas." Ucap Ina sedih.
"Emang lo kelas mana?"
"IPS 1."
"Yaudah gue minta pindah aja deh."
"JANGANN!" pekik Shaloom ditengah percakapan Ina dan Erga. Membuat Ina dan Erga menoleh.
"Ma..maksud gue. Kelas kita kan udah full Na. Jadi kayanya gak mungkin deh buat nerima murid baru lagi." Lanjut Shaloom menjelaskan. Ina mengangguk setuju.
"Iya juga si. Yaudah lagian kelas kita sebelahan ini kan. Ke kelas yuk."

_____

Selama pelajaran berlangsung Shaloom merasa tidak nyaman dengan tatapan Bevan tadi. Bevan, Ina dan Shaloom memang sekelas. Itu alasan utama Shaloom tidak masuk selama seminggu ini. Dia tidak ingin bertemu Bevan dulu. Karna luka dihatinya akan semakin sakit. Walaupun sekarang masih cukup menyakitkan. Tapi Shaloom lebih bisa mengendalikannya.
"Sha.." panggil Bevan yang berada tepat disampingnya.
"Gue mau ke kantin. Ikut gak Na?" Ucap Shaloom seraya beranjak dari bangkunya. Tanpa menggubris Bevan yang berdiri disampingnya.
"Eh, iya Sha. Yuk!" Ucap Ina yang terkejut melihat perlakuan Shaloom. Sedetik kemudian Ina menyunggingkan senyumannya.
'Syukurlah Shaloom udah bisa ngendaliin perasaannya." Batinnya. Karna biasanya Shaloom akan terpaku apabila Bevan mendekatinya. Bukan langsung menghindar seperti tadi.

_____

*Shaloom POV*

Syukurlah sekarang gue udah bisa ngendaliin perasaan gue. Walaupun disini masih ada yang sakit. Walaupun saat gue ngeliat Bevan atau Elsa hati gue teriris. Ah, apa ini? Kenapa gue nangis? Cengeng!
Gue gak boleh nangisin dia lagi. Gue heran sama diri gue sendiri. Kenapa sulit ngelupain dia? Kenapa semakin gue berusaha ngelupain dia, semakin hati gue teriris. Kenapa?
Pertanyaan itu selalu muncul dibenak gue.
Apa karna gue terlanjur sayang sama dia?
Apa karna terlalu banyak kenangan indah sama dia?
Ya, mungkin. Karna Bevan satu-satunya laki-laki selain ayah yang buat gue ngerasa aman dan nyaman. Dia yang selalu buat gue bahagia. Dia yang rela mengorbankan waktunya hanya buat gue. Dia yang bisa ngehadepin sifat manja gue. Dia yang... ah, sudahlah! Kenapa kenangan itu kembali memenuhi otak gue? Bodoh! Gue harus ngelupain dia. Bukan malah mengingat masa-masa itu.
Mungkin saran Erga waktu itu benar. Gue harus cuci otak!

MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang