Es Krim

4.6K 330 13
                                    

Kemarin, Bapak bilang dia akan membelikanku es krim sepulang ngojek. Makanya sore ini, dengan senyum mengembang, kutunggu Bapak di teras rumah.

"Masuk, Ce ... sudah mau magrib." Ibu mengingatkan. Di dekapannya Keke tertidur pulas. Keke itu adikku, usianya baru tiga tahun, beda enam tahun denganku.

"Sebentar lagi, Bu. Cece mau nunggu Bapak pulang. Janji mau beliin es krim katanya," sahutku tanpa mengalihkan pandang dari jalan di depan rumah.

Ibu menghela napas, tapi turut melempar pandangan ke jalan. Tak lama kemudian masuk, mungkin mau meletakkan Keke ke dalam kamar.

Aku mulai tidak sabar. Tidak biasanya Bapak belum pulang menjelang magrib. Biasanya, jam lima sudah ada di rumah. Ini sudah hampir jam enam.

Lalu, tiba-tiba saja sudah gelap. Ibu kembali menghampiri, memintaku untuk menunggu di dalam.

Tadinya mau kutolak, tapi nyamuk semakin ganas. Akhirnya aku masuk juga.

Aku berdiam menonton teve. Sebenarnya tidak konsen, karena masih kepikiran Ayah yang lama pulang.

"Bu!" Akhirnya tidak tahan menunggu, kupanggil Ibu untuk merajuk. "Bapak kok lama ya, Bu?" Bibirku mengerecut sebal.

Ibu yang sedang menata piring untuk makan malam di meja, menghentikan kegiatan untuk menoleh padaku.

"Mungkin belum selesai. Sekarang kan ngojek banyak saingan," jawab Ibu.

Wajahku semakin merengut. Menonton televisi lagi, tapi sama seperti tadi, tidak ada satu pun yang nyangkut di otakku. Benakku sudah memikirkan es krim yang dijanjikan.

Bapak sudah berulang kali janji masalah es krim. Berkali-kali tapi tidak pernah ditepati. Alasannya beragam. Yang katanya untuk beli beras, lah. Untuk susu Keke, dan terakhir kemarin ... untuk iuran sekolah.

"Bapak enggak usah pulang aja kalau enggak bawa es krim hari ini," gerutuku. Membuat suara Ibu meninggi, mengingatkan kosa kata yang terlontar.

Padahal itu cuma es krim. Teman-temanku hampir makan setiap hari. Tapi buatku, itu adalah makanan keramat. Jarang sekali bisa kudapat.

Aku melirik ke jam dinding. Sudah hampir jam sembilan malam. Ibu juga sudah mondar-mandir dengan cemas. Keke sudah bangun, dia duduk di lantai beralas tikar sambil ngedot susu dari botol.

Lalu pintu diketuk. Bergegas Ibu menuju depan untuk membuka pintu, aku mengekor dari belakang.

Kupikir Bapak, tapi ternyata Mang Ujang yang juga suka narik ojek online bareng Bapak.

Aku mendengkus, memutar tubuh bermaksud kembali masuk ke dalam karena kecewa. Tapi urung karena dipanggil oleh Mas Ujang.

"Cece!" panggilnya, bahkan sebelum sempat bicara pada Ibu.

"Iya, Mang?" sahutku dengan wajah kusut, membayangkan bakal batal lagi makan es krim.

"Ini. Dari Bapak." Diangkatnya tangan yang menggenggam kantong kresek.

Dengan malas aku mendekat, meraih kantong. Dingin yang terasa pada telapak tangan membuatku mengintip isinya. Es krim! Rasa vanila, kesukaanku.

Nyaris aku menjerit, tapi kutahan. Bapak tidak lupa ternyata.

"Makasih, Mang!" seruku.

Mang Ujang mengangguk. Sejenak kutatap Ibu, dia tersenyum padaku, tapi cemas juga terlihat.

Aku berbalik, hendak menuju ruang di mana Keke berada. Tapi belum sampai sana, langkahku langsung terhenti, ketika mendengar Mang Ujang berkata pada Ibu.

"Mas Guruh di rumah sakit, Mbak. Tadi kecelakaan motor. Enggak parah sih, cuma kakinya ...."

Aku terdiam. Menatap es krim dalam genggaman, dengan debar yang keterlaluan.

Kudengar Ibu mengatakan sesuatu dengan terbata, tidak jelas karena pikiranku mendadak kalut.

"Cece!" Tiba-tiba tubuhku diputar. Ibu sudah berjongkok, menatapku dengan berkaca-kaca.

"Di rumah ya, jaga Keke. Ibu mau ke rumah sakit dulu liat Bapak. Sebentar aja," katanya dengan suara yang gentar.

Aku membisu, tapi kemudian mengangguk. Lalu Ibu masuk ke dalam mengambil dompet dan jaket lusuhnya. Mengecup Keke yang tidak rewel, juga aku yang masih menunduk menatap kantong es krim. Lalu pamit pergi dengan tergesa bersama Mang Ujang.

Seperginya Ibu, kulempar es krim dengan sembarang. Kupukul mulut dengan tapak tangan. Setelahnya, lungsur melantai.

Seharusnya meski kubilang tidak usah pulang, Bapak pulang saja. Tidak apa tidak ada es krim, yang penting Bapak pulang. Sehat.

Air mata jatuh di pipi. Kulihat si kecil Keke sedang berusaha meraih kantong berisi es krim yang tercecer di lantai.

"Jangan di ambil, Ke! Kita enggak usah makan es krim!"

Jakarta, 25 April 2019

LURUHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang