time

39 7 25
                                    

"Kata orang, waktu adalah penyembuh
Setiap orang punya waktu masing-masing, tidak ada kata terlambat untuk menjemput hasil"

...

Begitulah penuturan teman-teman seangkatan dan kating di kampus. Tentang bagaimana masing-masing dari kami perlahan menjemput toga dengan waktu dan cara mereka sendiri.

Ada yang nampaknya biasa saja selama kuliah, justru pertama kali mendaftarkan diri untuk wisuda.

Ada yang nampaknya semangat dan rajin, justru masih berkutat diantara lembar skripsi.

Ada pula yang tidak nampak pergerakannya, pun tidak nampak semangatnya.

Perlahan tapi pasti
Waktu pun silih berganti

Satu per satu teman seangkatan yang sering bareng bimbingan mulai menemukan titik terang. Bergantian menjadi wisudawan dan wisudawati, bergantian berganti status dari mahasiswa menjadi alumni.

Ada yang kemudian berlari dan mengejar cita-cita lagi, ada yang sedang berpikir mau jadi apa setelah ini.

Ada pula yang menata mimpi dan diri, ada yang sesegera mungkin mengganti status menjadi suami ataupun istri.

Gelar sarjana kemudian menjadi pengharapan untuk kehidupan yang lebih menyenangkan, mendapat pekerjaan impian atau bahkan hanya sekedar pajangan.

Dan disaat mereka yang sudah lebih dulu menemukan waktu, tinggallah diriku sendiri yang masih berpikir kapan waktu akan berbaik hati menghampiri entitas yang belum berhasil ini.

Seringkali otakku lelah memikirkan kesenjangan nasib antara aku dan teman-temanku, yang nampaknya 'mudah' menemukan waktu.

Di malam-malam yang sunyi, pikirku melayang dalam khayal, bagaimana rupaku dan keluargaku saat wisuda nanti.

Bagaimana bangganya Mama yang berhasil menuntaskan studiku walau seorang diri.

Bagaimana bangganya bapak di surga jika melihat putri kecil pemalasnya berhasil menjadi seorang sarjana.

Dalam remang, do'aku meminta pengharapan pada Tuhan, bertanya-tanya kapan waktuku akan datang?

Terkadang aku menemukan diriku memarahi takdirku, dan sebagian lagi memarahi diriku sendiri.

Terkadang aku menemukan diriku menatap teman-temanku dengan rasa gelenyar aneh di hati, sulit dijelaskan tapi sedikit menyakitkan.

Terkadang aku menemukan diriku menangisi diri sendiri, setelah puluhan bahkan ratusan pertanyaan tentang 'mau sampai kapan?'

Berbagai kata semangat yang terlontar dari orang sekitar pun menjadi seolah gendang yang memekakkan. Menghantui setiap malam-malam insomniaku, dan menjadi momok yang membuatku bersembunyi dalam kelabu.

Sebagian lagi terdengar seolah sindiran dan hinaan, membanding-bandingkan prestasi cemerlang yang kutoreh selama ini dengan kondisiku sekarang.

Sebagian lagi dengan tegas mengucap kata pemalas tanpa memikirkan betapa terlukanya aku disini.

Kadang, aku merasa begitu lelah. Bolak-balik kampus dengan harapan palsu dan rasa pasrah. Revisi, ganti judul, revisi ganti judul hingga berkali-kali.

Hingga harapan yang kususun rapi, dan rencana setelah tamat kuliah nanti hancur dan hilang tak bersisa.

Tinggal diriku sendiri yang semakin ciut untuk menghadapi dunia luar, semakin takut untuk memiliki pengharapan, dan impianku semakin gamang.

Hei, untuk para pejuang wisuda di luar sana
Bergegaslah untuk menyudahi drama kampus yang lebih panjang dari telenovela
Menangislah saat ini, ada kala kita akan bahagia sewaktu memakai toga
Ayo, lebih rajin bimbingan!

Kau tau?
Barangkali setelah ini kita akan menemukan satu dari jutaan mimpi yang berserak di jalan
Atau mungkin segera menemukan setengah jiwa yang masih berkeliaran

...

Indonesia, 27 April 2019

Btw, ini curhat huhuhu. Beberapa hari ini sering mimpi pake kebaya buat yudisium, bahkan sampe dituntun sama dosen pembimbing.

Jujur aja, aku masih sering ngerasa salah jurusan. Jurusan yang kuambil berbanding terbalik dengan yang aku minati, aku suka semua hal berbau sains tapi masuk sosial politik. Dan ngerasa struggle parah sewaktu skripsian gini, karna ilmu yang kupunya cuma sekian persen dari apa yang kupelajari selama beberapa tahun ke belakang.

Aku jadi takut mau ke kampus, takut dengerin omongan orang tentangku. Karna bahkan di awal bimbingan taun lalu, aku udah diributin dengan pertanyaan 'kok kamu yang pinter masih belom sidang?' dan berbagai pertanyaan yang kadang menyakitkan.

Aku sering nangis sendiri, sering mikir aku bisa ga wisuda taun ini? Aku juga masih gamang mau ngapain setelah ini, aku pengen lanjut kuliah lagi tapi ga diizinin di luar kota.

'Masih kecil' katanya.
Padahal emang dasarnya aku yang kecil ;(

Temen kuliahku banyak banget yang udah mau sidang, ada yang sidangnya ditunda sampe semester depan karna kating masih ada setengah yang belom sidang dan agustus jadi batas akhir wisuda. Aku takut sumpah

Ada yang sepuluh kali bimbingan baru bisa sidang, ada yang dosbingnya masih keliling eropa, malah kemaren sibuk honeymoon ke korea

Ada yang temenku malah udah nikah, prepare mau nikah dan ada yang sibuk nyiapin buat persalinan. Aku? Tidur aja masih minta kelonin mama, udah sibuk mau nikah :"

Rasanya sedih ajaa, cerita sama temen juga kek gaada solusi. Malah kemaren dibentak 'aku juga sama ini pusingnya' dan akhirnya aku diemin dianya sampe sekarang lol.

Pertanyaan kek kapan wisuda tuh berasa nyesek banget, horror terus berasa kek serem banget. Aku jadi suka mikir 'oh gini toh rasanya skripsi?' Aku dulu kalo nanyain kating kek gini ga yaaa merekanya? Duh nyinggung ga yaa.

Sekarang mah kalo ada yang nanyain yaaa aku senyumin aja, tapi baliknya nangis nangis sendiri huhuhuhu

aku pribadi suka banget sama kalimatnya kak meilindawandhani :

aku pribadi suka banget sama kalimatnya kak meilindawandhani :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ngena banget pokoknya sama keadaan aku yang sekarang. Seribet itu emang pikiran orang-orang yang ngerasa gagal :")

Ahahaha jadi kepanjangan kan :'))

black matchaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang